Melalui dinding kaca, pemandangan indah terpampang jelas tanpa perlu dikatakan. Namun tak satupun dari keindahan itu mampu menyentuh hati Ray. Pikirannya berkecamuk dalam rasa penasaran, sementara racun amarah mulai mencemari hatinya. Penjelasan Destiny tentang kondisi organisasi hari ini terlalu mengejutkan. Meski ia tak terlalu perduli dengan organisasi yang ia bentuk sistemnya ini dulu, Ray perduli pada banyak orang yang ada di dalamnya.
Dan jika setengah saja cerita yang disampaikan Destiny adalah kebenaran, Rafa benar-benar sudah sangat keterlaluan.
Tidak, jika cerita itu benar, kematian saja tak cukup untuk membalas budi atas semua perbuatannya, rutuk pikiran Ray ketika perlahan, angkara memenangi pertempuran dalam hatinya, ketika ia mulai meraja dan mengabutkan akal sehat Ray dalam nafsu balas dendam.
*****
Bagi banyak siswa SMA N 3, kursi yang terletak di sudut paling belakang ruang kelas 2 A2, yang tepat bersebelahan dengan pintu belakang kelas- yang selalu terbuka lebar itu memang tak pernah berpenghuni. Bahkan guru-guru dan wali kelaspun maklum. Karena memang tak ada seorangpun yang akan mau, atau mungkin mempunyai keberanian lebih untuk duduk di tempat itu. Situasinya akan sering berkembang jadi kurang nyaman ketika si empunya bangku tiba-tiba saja memutuskan untuk memunculkan dirinya.
Namun sudah hampir 2 hari ini bangku itu ada isinya, meski pemuda yang duduk di bangku itu, kebanyakan hanya akan menaruh kepalanya di meja dan memandang keluar, ke arah lapangan basket tanpa memperhatikan pelajaran sama sekali. Rambut panjangnya yang hitam dan lurus, ia ikat dengan karet gelang seadanya, menampakkan telinga yang terhias anting bundar polos yang menambah liar penampilannya. Tapi meski sama sekali tak nampak seperti siswa SMU seperti seharusnya, tak ada seorang gurupun yang berniat untuk menegurnya.
Percuma...
Berbicara dengan bocah gila itu hanya akan menaikkan tekanan darah dengan sia-sia. Beragam pertanyaan terkait pelajaran yang diajukan akan ia libas dengan mudah, bahkan hingga bab yang mungkin belum dibahas teman sekelasnya. Dan ketika beragam teguran, nasehat hingga celaan muncul menghujaninya, ia hanya akan tersenyum dan berkata dengan nada yang sangat sopan.
"Maaf, bukannya sekolah itu bertujuan supaya murid bisa menjawab pertanyaan yang diajukan sesuai kurikulum yang berlaku? Dan saya bisa melakukannya, bahkan jauh lebih baik dari rata-rata teman yang lain. Jadi apa masalahnya?"
Jawaban yang seringkali akhirnya membuat banyak guru mati kutu. Karena memang kenyataannya, pemuda serampangan itu selalu akan menjadi maskot dalam setiap mata pelajaran. Segudang prestasi yang ia bawa untuk sekolah, ketika ia mau melakukannya, membuat sekolah ini disegani di seluruh kota. Berandal satu ini yang seringkali membawa sekolah yang sebelumnya terkenal kacau ini berlaga di tingkat Provinsi. Hal-hal ini pula yang seringkali membuat para guru memaklumi kelakuannya yang terkadang menguji ketahanan urat syaraf hingga batas ekstrim.
Tapi tampaknya hari ini, guru biologi killer itu tengah mengalami hari yang buruk dan berencana untuk melampiaskannya pada orang lain. Ia mengambil sepotong kapur dan melemparkannya pada pemuda yang tampaknya tengah melamun itu.
"Ray, coba kau buka LKS-mu. Halaman 27, no 15. Maju, uraikan pengertianmu tentang pertanyaan itu."
Ray yang sedikit kaget akibat kapur yang berhasil mendarat di kepala dan berhasil menyeretnya keluar dari lamunan, segera menguasai dirinya. Melihat kejadian ini, seisi kelas terdiam. Bisik-bisik lirih terdengar di berbagai sudut. Sementara bagi mereka, para pecinta kekacauan, mengembangkan senyum penuh antisipasi akan keributan apa yang akan muncul. Ray bisa sangat masuk akal jika mereka yang berurusan dengannya berlaku wajar. Tapi jika sebaliknya yang terjadi, maka cuma Tuhan yang akan tahu keributan macam apa yang akan ia lakukan.
Udara seakan berubah menjadi berat dan menekan ketika pemuda itu mengerutkan kening. Bahkan Pak Tri, si guru itu sendiri, tampaknya mulai menyesali perbuatannya. Pria itu mengeluarkan sapu tangan untuk mengusap lehernya yang tiba-tiba saja penuh keringat, entah sejak kapan.
"Ehm, Bapak ingin saya menjelaskan disini atau perlu maju kedepan kelas?"
???!
Semua mata segera memandang pemuda itu dengan takjub. Ray, si raja kekacauan itu, menjawab dengan sopan ketika diperlakukan seperti itu!
Pak Tri bahkan menampakkan wajah khawatir ketika ia memutuskan berdiri dari kursinya dan mendekati Ray.
"Kamu lagi nggak sehat po, Nak? Atau sedang ada masalah?" tanyanya dengan nada khawatir. Wajahnya sungguh-sungguh menampakkan kekhawatiran tulus. "Kalau kau sedang tak sehat, pergilah ke UKS sana, Nak."
Gantian Ray yang terpana ketika mendapati kejadian seperti ini. Sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal, ia cuma bisa meringis. Sambil tertawa lemah, ia menjawab, " Saya baik kok, Pak. Maaf, saya tidak memperhatikan pelajaran dari Bapak, tapi saya bisa menjelaskan pertanyaan itu, Pak." ujarnya sopan, yang malah makin menimbulkan beragam bisikan dari teman-temannya.
"Ada apa dengan Ray ini, tumben nggak ngamuk?"
"Mungkin lagi jatuh cinta. Kan orang kalo lagi kasmaran suka bertingkah aneh?"
"Wah, jimatnya Pak Tri maut tuh, bisa bikin Ray nurut.
"Wah, nggak jadi ribut. Nggak jadi santai dah..."
Bisikan-bisikan percakapan teman-teman sekelasnya sayup bisa ia dengar, yang mau tak mau, membuat Ray tersenyum masam tanpa mampu berbuat apa-apa.
Sialan!
*********