"Sapphire, posisi!"
"Aku sudah di lokasi target, diamlah!" ucap seorang gadis belia.
Seorang gadis 17 tahun sedang menjalankan misi untuk membunuh seorang wanita yang memiliki status istri Presdir Perusahaan Gutierrez-- Allan Frederick Gutierrez.
'Penjagaannya ketat sekali, aku bisa apa jika begini?' keluhnya dalam hati.
Beberapa saat kemudian, netra coklatnya tertuju pada seorang pelayan wanita yang sedang menggandeng lengan wanita cantik itu.
'Sungguh ... ini tidak bisa kulakukan!' keluh hatinya terus-menerus.
"SAPPHIRE, APA KAU MENDENGARKU?"
DORR.
"Ah, sial!" umpat gadis itu saat tak sengaja menembak asal peluru dan malah mengenai pelayan wanita itu.
"Diamlah, aku sedang berpikir!" kesal gadis yang biasa dipanggil Sapphire itu.
Suara teriakan mulai terdengar di ruangan itu. Apalagi kekacauannya cukup menarik perhatian sang suami, Allan.
Pria itu segera memerintahkan orang-orang untuk berpencar mencari pelaku yang adalah orang yang saat ini duduk tenang di atas pohon.
Gadis itu kembali mengingat pesan dari orang yang meminta bantuan jasanya.
'Tolong, bunuh wanita itu. Dia sangat licik, bencana besar akan menanti Gutierrez jika pria itu tetap mempertahankan istrinya!'
Gadis itu pun mulai dengan rencana ke-dua. Yakni mengirim teror bangkai gagak yang ditancapkan ke anak panah.
Wuussh.
Anak panah itu melesat melewati kaca jendela yang telah pecah. Di sini, gadis itu bisa melihat raut wajah keputus-asaan si wanita dan pria setelah selesai membaca surat yang isinya. "Ceraikan istrimu!"
Pria yang bernama Allan itu meremas dengan kuat kertas teror itu.
***
HARI KE-8...
Seorang gadis berkulit kuning langsat dengan dandanan seperti pelayan telah berhasil menyimpan seorang wanita yang sedang sekarat.
"Maafkan aku, Nona Liv!" gumamnya pelan.
'Sepertinya bakatku memang menjadi make-up artis!' gumam gadis yang saat ini sedang membersihkan darah yang mengotori tangannya di wastafel kamar Liv— salah satu pelayan di mansion ini.
Ia pun memperbaiki riasannya, kemudian menata rambutnya semirip mungkin dengan wanita tadi. "Baik, maafkan aku sekali lagi, Nona Liv. Hanya kau yang bisa kugunakan!"
Berjalan dengan tenang, dia ... si Liv palsu itu menyapa sesama pelayan di dapur dengan satu anggukan.
"Liv, hari ini dan nanti malam jadwalmu melayani nyonya Gutierrez," pesan seorang wanita yang sepertinya adalah ketua pelayan.
Dia hanya mengangguk paham. Lalu, pergi meninggalkan mereka semua.
"Ck, dia itu selalu saja begitu!" kesal beberapa pelayan.
"Sudahlah, memang wataknya sangat pendiam. Mau bagaimana lagi?" bela yang lainnya.
Berjalan ke bagian taman, Liv palsu itu sedang mengamati cara untuk kabur nantinya. Sebenarnya semua sudah terencana, akan tetapi dirinya tetap belum puas jika tidak ke lapangan langsung.
Malam pun tiba, Liv palsu sedang membawa senampan makanan, buah, dan juga susu. Liv palsu itu bergumam, "Jika aku membuat seakan-akan telah meracuninya, mungkin tempat ini yang terbaik!"
Dia mengambil sebuah botol berisi racun dengan mata yang tidak berhenti menatap CCTV seakan-akan memang sedang menantang maut. "Aku sudah di sini selama 8 hari, harusnya ini hari terakhirku!" gumamnya pelan.
Tiba-tiba, dirinya dikejutkan dengan kedatangan Allan. "Apa itu untuk istriku?" tanyanya datar.
Hampir saja gadis itu menjawab, dia pun segera teringat karakter Liv yang irit bicara. Akhirnya, ia hanya mengangguk sopan. Lalu, membuka pintu kamar secara perlahan.
Allan hanya menatap lurus ke depan. Sedetik kemudian, dia tersenyum sumringah. "Sayang, aku pulang!" ucap pria itu.
'Apa yang sedang mereka lakukan?' keluhnya dalam hati saat melihat dua manusia berbeda jenis itu malah saling memeluk dan bercumbu tanpa peduli sekitar.
Hatinya merasa sesak melihat keromantisan di depan matanya. Rasanya sangat menjijikkan, memalukan, dan sangat tidak ramah dilihat olehnya yang masih 17 tahun.
Liv palsu masuk ke dalam ruang kamar super mewah itu dengan tenang tanpa mengganggu aktifitas dua sejoli yang sedang dimabuk asmara.
Ia pun menaruh nampan berisi makanan itu agak jauh agar tidak tersenggol oleh keganasan mereka.
Bunyi kecupan-kecupan terdengar nyaring di telinga Liv palsu yang memang sangat sensitif dengan bunyi-bunyian.
Ia berniat melangkah pergi. Namun, "Liv, tetap di sini sebentar!" ucap Georgia Zanetti.
Liv palsu menunduk sopan dan tidak melihat aktivitas panas mereka. Di pikirannya hanyalah tinggal sedikit lagi tugasnya akan berakhir. Lalu dia akan mendapatkan sejumlah uang jutaan dollar.
'Setelah ini, semuanya selesai. Aku akan pindah ke tempat lain dan menjadi warga negara biasa,' batinnya.
"AAHHH, SAYANG!"
Teriakan melengking dari wanita bernama Georgia atau yang akrab di panggil Gege itu mengejutkan Liv palsu yang sedang membayangkan kehidupan indahnya setelah ini.
"Arrhhh, kau nakal sekali ... apa kau tidak malu, heum?" tanya Gege pada Allan.
Allan melirik Liv palsu dari atas sampai bawah. "Tidak!"
"Aahh, sudah ... kau mandi duluuhh!" ucap Gege terengah-engah.
Liv palsu bisa melihat dengan jelas dua jari Allan yang telah basah oleh cairan putih bening yang juga mengenai kemejanya. Pria itu pun menatap Liv datar.
"Kenapa, apa kau menginginkannya?"
DEG.
"Ih, Sayang ... jangan menggodanya seperti itu. Kasihan dia!" bentak Gege dengan nada bercanda.
"Sayang, kau mandi dulu. Aku ingin bicara dengan Liv!" ujar Allan.
Mendengar hal itu, Gege pun hanya menurut saja. Pun juga karena saat ini Allan adalah suaminya. "Baiklah, jangan terlalu kasar dengannya, Sayang!"
Allan hanya tersenyum, lalu mengangguk mengerti.
Liv palsu menatap lurus lantai marmer berwarna putih di kamar itu. Sambil terus berjaga-jaga, dirinya tidak akan bersuara sama sekali.
Allan berjalan mendekati Liv palsu, akan tetapi gadis itu hanya diam saja. "Ternyata kau mulai berani denganku, ya. Apa rasa gugupmu sudah hilang?"
Liv palsu itu sedikit tersentak. 'Benar juga, harusnya aku merasa gugup!' batinnya.
Dia pun mulai berjalan mundur saat Allan hampir tepat di depannya. Namun, dia tidak menyangka telah terpojokan oleh Allan. Dirinya pun semakin menunduk tanpa mengucap sepatah kata.
Allan tidak ragu menaruh satu tangannya ke dinding. Dia pun mendekatkan wajahnya hingga jarak di antara mereka hampir tidak ada.
"Terima kasih, karena kau tetap setia dengan istriku. Meskipun yang lain tidak menyukainya!" ucap Allan tak terduga.
Liv palsu itu pun mendongakkan wajahnya. Tak percaya dengan ucapan Allan tadi. Namun, sedetik kemudian dirinya menunduk lagi dan sedikit menganggukkan kepala.
Allan pun tersenyum simpul. Lalu pergi ke kamar mandi dengan perasaan yang sedikit ragu. Pria itu terus menatap kosong wajah Liv palsu yang tanpa ekspresi itu.
'Berarti orang ini adalah orang kepercayaan mereka. Hm, Dewi Fortuna sedang berpihak padaku!' gumamnya dalam hati.
"Liv!" panggil Gege tiba-tiba. Dia pun segera menoleh ke sumber suara.
"Baik, Nyonya Gutierrez!"
To be continued...