"BERANINYA KAU!" desis Violet yang saat ini mengayunkan tangannya.
PLAKK.
Ternyata, Alyssa lebih dulu menampar wanita 44 tahun itu. Wajahnya merah padam karena menahan begitu banyak penderitaan selama dua tahun lamanya.
"Nyonya, apa kau punya otak?" tanya Alyssa datar. "Di mana otakmu. Di sebelah mana, aku ingin menusuknya sekarang juga, daripada kau tidak memakainya!"
Violet pun naik darah, ia memukul Alyssa dengan lampu duduk yang ada di sebelahnya. Darah segar pun bercucuran dari kepala gadis 19 tahun itu.
"Asal kau tahu, Nona Manis. Aku tidak pernah menyetujui hubungan kekeluargaan kita, mau kau di luar, di jalanan, atau dibunuh sekalian. Aku tidak peduli. Jadi, keluar dari rumahku sekarang juga atau aku benar-benar akan membunuhmu!"
Alyssa tersenyum sinis, ditariknya lengan wanita itu dengan kasar, lalu dihempaskan ke tempat yang berisi banyak sekali pot-pot tanaman.
"AARRHHH!"
Violet terjatuh dan tubuhnya tertimpa banyak pot tanaman berbahan plastik
Namun, yang lebih mengejutkan lagi, ia terkesiap merasakan hawa pembunuh dari Alyssa yang keluar begitu saja. Rasanya sudah cukup lama dia tidak merasakan hawa mencekam itu.
"KAU MEMANG PEMBUNUH, DASAR GADIS PEMBUNUH SIALAN!" bentak Violey yang terdengar hingga rumah tetangga.
Mereka pun berdatangan untuk melihat apa yang terjadi. Dan, terkejutlah mereka melihat keadaan Alyssa dan Violet.
"Apa yang terjadi di antara kalian?" tanya salah satu dari mereka merasa iba.
"Dia, dia pembunuh. Usir dia dari tempat ini, dia selalu berniat ingin membunuhku!" jerit Violet berpura-pura.
Semua orang pun menatap Alyssa dengan wajah yang ketakutan. Antara khawatir dan ingin menyalahkan. Tetapi, tidak ada tanda-tanda dia akan melukai siapapun.
"Nyonya Violet, tolong jangan bersikap seperti itu. Kasihan Nona Alyssa. Lihatlah, sepertinya malah kau yang berniat membunuhnya!" tuduh salah satu dari mereka.
Alyssa tersenyum puas mendengarnya, ia seperti mendapat angin segar setelah dua tahun hidup di padang Sahara. Sejuk sekali.
Tiba-tiba, sebuah mobil dengan plat nomor yang aneh mendatangi mereka. Dengan sigap, Alyssa berlari pergi dari tempatnya untuk bersembunyi.
Mobil itu bergerak semakin mendekat. Mereka melihat seseorang turun dari mobil. Seorang pria dengan setelan jas mahal, berperawakan tinggi besar dan tampan.
"Permisi, Nyonya. Kedatangan saya ke sini hanya untuk menanyakan, apakah kalian pernah melihat gadis ini?" tunjuk pria itu pada sebuah lukisan.
Sekilas lukisan itu mirip seseorang. Akan tetapi, secara mengejutkan Violet menjawab. "Kau mencari Alyssa Milanov, kan. Si pembunuh bayaran itu, Sapphire. Aku tahu dimana dia!"
"HEEHH!"
"Apa, pembunuh?"
"Yang benar saja, eh?"
"Benarkah?"
Bisik-bisik tetangga saling bersahutan. Pria itu pun tersenyum smirk saat menatap wajah Violet yang berdarah. "Dimana dia, Nyonya?"
Mereka semua saling menatap bingung. Lho ... bukankah Alyssa tadi ada di antara mereka. Kenapa sudah hilang saja.
Violet pun menjawab, "Dia punya kebiasaan aneh, hawa keberadaannya sering tidak disadari. Seperti sekarang, tapi yang pasti dia ada di sini. Kalian bisa mencarinya, dia tinggal di rumahku!"
Di balik pohon, Alyssa meremas tangannya sangat kuat. "Sejak awal harusnya aku tidak tinggal di sini!" desisnya pelan.
Kembali ke Violet dan pria asing itu, si pria asing akhirnya memperkenalkan diri. "Nama saya Xander, jika kau punya bukti segera hubungi aku. Ini nomor yang bisa kau hubungi!"
Violet pun menerimanya. "Berapa uang yang akan kau berikan jika aku berhasil menemukannya?"
Para tetangga pun tak habis pikir dengan Violet yang begitu teganya dengan Alyssa. Mereka pun berlalu tanpa ingin ikut campur urusan keluarga Leroy.
Sejak dahulu keluarga itu memang aneh dan tidak bisa diajak bersahabat. Apalagi Violet, wanita berdarah Amerika itu selalu menyombongkan diri dengan semua benda-benda yang dibelinya. Entah itu hasil dari berhutang atau hasil memeras suaminya. Mereka tidak mau tahu.
"Aku akan membayarmu 10 juta dollar!"
DEG.
Tak hanya Violet, Alyssa pun terbelalak mendengar nominal yang disebutkan itu. Banyak sekali, kenapa dia bisa dibayar semahal itu. Siapa yang sedang mengincarnya. Apakah organisasinya, V2R?
Kriing.
Dering ponsel yang berasal dari mantan bos-nya, Hendric menghubunginya. Seperti yang ia duga, pasti bukan pria itu pelakunya. Lalu, siapa?
'Kau harus keluar dari rumah itu, segera. Aku tidak akan membiarkan kau mendapat tuan baru!'
Alyssa tersenyum simpul membaca pesan itu. 'Ternyata masih baik!" gumamnya pelan. Ia pun segera pergi dari tempat itu setelah membalas pesan itu.
Lalu, meloncat dari dahan pohon masuk ke kamarnya. "Aku akan membalasmu, Nyonya Iblis!" gumamnya lagi setelah mendatlrat dengan sempurna seperti kucing.
Ia pun memasukkan semua peralatan senjata dan sedikit bajunya ke koper berukuran besar. Lalu, membawa satu ATM yang hanya berisi uang sekitar $500.000.
Mengunci box besinya dengan kunci khusus. Ia tersenyum saat memindahkan satu box berukuran yang sama dengan box-nya yang berisi emas batangan.
Setelah selesai persiapan untuk kabur, Alyssa kembali menuju box besar itu. Membukanya secara perlahan, kemudian memasukkan sebuah bom ringan.
Malam harinya, Alyssa dengan kaos santai berbahan katun tak lupa jaketnya yang kebesaran berjalan turun dari tangga. Ia melirik ke arah jam yang telah menunjukan pukul 2 dini hari.
Tiba-tiba, sebuah mobil sport melaju ke arahnya dan berhenti tepat di depan kakinya berdiri. "Kenapa lagi, sudah kubilang kau tidak akan betah!" desah seorang pria yang menjadi asisten bos-nya, Eric Canton.
"Bawa ini dan simpan di tempatku, Paman. Aku akan pergi ke kota lain, sekalian berlibur!" ucapnya santai.
"Berapa uang yang kau bawa?"
"Sekitar $500.000!" jawabnya datar.
"Ini ambilah, sebagai ucapan terima kasih karena sudah jadi partner terbaikku!" sodor Eric sebuah benda pipih berwarna perak.
Alyssa tersenyum. Ia menerima benda itu dengan senang hati. Lalu melambaikan tangannya ke udara melihat mobil itu melesat dengan kencangnya. Saat ini, tinggallah koper besar yang ada di tangannya.
Kemudian, lagi-lagi sebuah mobil melaju dan berhenti tepat di depan kakinya. Ia hanya diam, lalu membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.
'Memberiku ATM yang tertanam chips, orang tua itu memang selalu mengkhawatirkanku di mana saja. Yah, setidaknya isinya sangat berguna!' gumamnya dalam hati.
Netra coklatnya menatap bintang-bintang dari balik kaca mobil taxi yang ia tumpangi. Rasanya sangat dingin dan mencekam, berada di luar rumah. Apalagi di kota Los Angeles.
Sampailah dia di sebuah bangunan gedung mewah dan bertingkat. Turun dan membayar ongkos, kemudian masuk untuk cek-in. Hal yang biasa dilakukan, bukan?
Resepsionis agak terkejut dengan nama Alyssa Milanov di kartu identitasnya. "Baik, silakan. Kamar anda di lantai 5 nomor 107, selamat malam Nona!
Alyssa mengangguk pelan, lalu berjalan pergi tanpa ada ekspresi sedikitpun. 'Selamat malam, dunia penuh iblis!' ucapnya dalam hati.
To be continued...