Chapter 6 - Karma

Di pagi hari yang cerah, sambutan dari jam weker berbentuk burung hantu mengganggu tidur sepasang suami istri yang terlihat sedang menempel seperti perangko.

Tuk.

"Hoaam ...," beo Violet yang mendapati Jackson telah terbangun terlebih dulu mematikan alarm.

"Apa kau melihat Alyssa, sepertinya dia semalam tidak berada di rumah?" heran pria itu.

Violet menaruh telunjuknya di dagu."Benar juga, apa dia benar-benar kabur?"

"Aku akan mengecek kamarnya!" ucap Jackson khawatir. 'Jangan kabur tabungan terakhirku!' gumamnya dalam hati.

Perasaan Jackson tidak enak. Sejak awal dirinya memberanikan diri untuk memberi tumpangan memang ada niat lain. Dia ingin menjual gadis itu pada Allan.

Sejak awal, dia tidak memiliki keinginan untuk berbaik hati pada Alyssa. Namun, karena dirinya terus-menerus dihantui perasaan cinta yang salah, dia mempertahankan Alyssa sampai sekarang.

Akan tetapi, saat ini adalah waktu yang tepat untuk menggunakan mainannya dengan benar. Lagipula Alyssa tidak pernah curiga sedikit pun.

Brak.

"Kosong?" lirih Jackson tak percaya. Melihat kamar yang tertata rapi dan bersih tanpa noda itu membuat jantungnya hampir melorot. "AALLYSSAAA!"

Mendengar teriakan suaminya yang begitu keras, Violet pun berlari kencang agar lebih cepat sampai kw kamar Alyssa. Ia pun tersentak melihat Jackson berlutut dengan linangan air mata.

"Sayang, ada apa?" pekik Violet memeluk suaminya.

"Tabungan terbesarku hilang!"

"Hah?"

"Dia hilang, dia benar-benar kabur. Pasti dia sudah menyadarinya sejak lama!" desis Jackson geram. Gigi-giginya bergemelatuk.

Violet pun mendesah. "Sudah kuduga dia akan begini. Tapi, ya sudahlah. Biarkan saja!"

"BAGAIMANA BISA, DIA SEHARGA 10 JUTA DOLLAR!" pekik Jackson frustrasi. Dirinya menarik kuat rambutnya dan menjedukkan kepalanya ke lantai terus-menerus.

'Bagaimana ya, berarti aku tidak perlu membayar hutang, kan?' gumam Violet dengan senyum jahatnya.

Netra wanita itu terpekuk dengan sebuah benda berukuran tiga kepala manusia dewasa. "Sayang, apa itu?"

Jackson pun terdiam, kepalanya mengikuti arah telunjuk istrinya."

Entahlah," desahnya penuh penyesalan.

Violet menghampiri kotak berlapis baja itu. "Bukankah ini sepertri kotak bankar, apa dia sengaja meninggalkannya?"

Wanita itu membuka kotak yang telah terpasang kunci itu tanpa waspada. Dan ... tiba-tiba, terdengar bunyi ... bip ... bip ... bip ....

Jackson masih belum sadar akan situasi yang terjadi karena saking terguncangnya mengetahui Alyssa sudah kabur darinya.

"Sayang, ini apa?" tanya Violet saat dirinya melihat ada asap yang keluar dari kotak itu bersamaan dengan bunyi bip-bip yang semakin pelan.

"Sayang?"

DUAARRR.

"VIOLEET!!!"

Dengan panik Jackson memeluk tubuh istrinya. Ternyata bom ringan yang daya ledaknya tidak sampai menghancurkan rumah. Namun, tetap saja itu melukai mereka berdua.

"Sayang, mataku ...," lirih Violet menangis darah.

Jackson kembali terbelalak, dirinya segera menelepon ambulan. "Kau benar, Violet ... harusnya aku tidak membawanya ke sini. Maafkan aku!" lirih Jackson memeluk istrinya.

RUMAH SAKIT

Seseorang menepuk pundak Jackson yang sedang melamun di ruang tunggu.

"Tuan!"

Ia tersentak saat seseorang memanggilnya. "Iya, ada apa?"

"Ini, seseorang memberi pesan pada anda. Ini terdapat dalam bankar." Kemudian, pria itu pergi.

'Apa ini?' batin Jackson.

Dia pun membukanya.

[Halo, Tuan Leroy. Terima kasih telah memberiku waktu yang cukup untuk menggali informasi lebih dalam untuk masalah pribadiku. Tapi, maafkan aku ... rencanamu untuk menjualku pada organisasi agen sudah kuketahui sejak awal. Tentu saja, aku tidak akan tertipu semudah itu!]

Jackson melotot hingga urat-urat nadi di matanya seperti akan pecah.

[Aku juga tidak benci istrimu. Dia sangat membantuku dalam latihan mengolah emosi. Aku terbantu sekali. Karena itulah, aku membantumu untuk mengatasi masalah hidupmu!]

"Apa maksudmu?" desis Jackson menghentikan matanya untuk membaca karena saking emosionalnya.

[Aku membuatnya buta. Agar, dia tidak bisa lagi melihat indahnya dunia. Bukankah itu akan memudahkanmu dalam bekerja?]

DEG.

[Aku tahu kau sangat tertekan dengan istri borosmu. Jadi sebagai gantinya, aku membuat dunianya gelap supaya dia berhenti terpikat dengan pernak-pernik yang akan menguras dompetmu. Aku ... baik, 'kan?]

"Kau—?"

[Satu lagi, Tuan Leroy. Karena kau telah berani menggunakan namaku untuk kepentinganmu sendiri, aku akan menggunakan nama Leroy untuk kepentinganku juga. Kau tahu maksudku, 'kan?]

"Gadis sialan!" umpatnya hampir meremas surat itu, tetapi tidak jadi.

[Terakhir, aku telah membayar kamar yang kau sewakan selama satu tahun. Satu lagi, aku memaafkan istrimu yang berhutang hampir satu juta dollar. Sebagai gantinya, aku mengebom kamar itu agar jejakku tidak diketahui!]

Tubuh Jackson bergetar hebat. Tak menyangka mentalnya akan diserang di semua sisi. Wajahnya pucat pasi hanya karena seorang gadis. Dirinya menangis. Menangis ketakutan.

'Aku, aku harus pergi ke psikiater setelah ini!' gumamnya dengan wajah yang penuh kekosongan.

***

"Huaahh ... beritanya sudah keluar, ya. Baguslah," gumam Alyssa melihat berita di TV tentang bom asing yang mengenai rumah keluarga Leroy.

Ia pun tidak ingin berlama-lama dengan itu. Hal yang lebih menarik hatinya adalah berita tentang Allan yang mendapatkan prestasi gemilang sebagai CEO muda berbakat dan tertampan di Las Vegas.

"Jika orang ini mencariku, sudah pasti karena masa lalu itu, 'kan. Tapi, kenapa dia sekeras itu?" tanyanya pada diri sendiri.

Dirinya menyesap kopi Nescafe kesukaannya. Kemudian, menatap wajah Allan yang tersenyum menawan.

"CEO, ya. Hawa kekuasaannya menembus dimensi sampai ke sini. Mungkin, aku harus berhati-hati. Dua tahun ini, apa yang dilakukannya, ya. Apa dia sudah berubah?" gumamnya penasaran.

Mata coklatnya beralih ke lembaran berisi informasi yang selama ini dirinya cari.

Benar, dia menemukan fakta aneh yang mengatakan bahwa pelayan yang dulu pernah ia sayat lehernya hingga sekarat adalah adik kandungnya.

Dia telah menanyai mantan rekan kerjanya, tetapi jawabannya tetap sama saja. "Berarti dia bernama Liv Milanov?" tebaknya.

DEG.

'Olivia Zohar!' batin Alyssa tak percaya.

Tubuh Alyssa seperti tersengat listrik saking terguncangnya. Zohar, siapa lagi itu. Apakah ibunya punya beberapa suami atau dirinya malah bukan anak kandungnya, tapi anak angkat? Atau lebih parahnya ... anak haram?

"Aku bingung ...," beonya lemas.

Ia pun merebahkan tubuhnya dan tak sengaja kepalanya terantuk tas kecilnya yang sudah tak terpakai. Dia sengaja mengeluarkan tas itu dan berniat untuk membukanya, nanti.

Namun, otaknya terdistraksi dengan berita tentang bomnya yang berhasil meledak di rumah Jackson.

"Aduh, apa ini?" Ia pun tak jadi merebahkan diri dan memilih untuk membongkar isi tasnya.

Dengan mata malas yang cantik seperti biasanya. Wajah cantik dan ekpresi yang tidak tertarik. Lalu, bibir yang tidak berselera untuk bicara.

Tangan lentik itu menyentuh sesuatu yang langsung membuat mata, wajah, dan bibirnya merespon keterkejutan otaknya dalam mengidentifikasi sesuatu.

"Bukankah ini?"

Jari-jari manisnya menarik benda itu keluar dari tas. Benda berbentuk kotak berwarna hitam. Kecil tetapi tetap kokoh.

"Ini kan—?"

To be continued...