Dua tahun kemudian...
"Siyaa!" panggil Violet marah.
Orang yang merasa terpanggil berjalan mendekatinya dengan langkah pelan. "Maaf, namaku Alyssa ... kau bisa memanggilku Lisa, bukan Siya!" ucapnya datar.
"Terserah. Itu, bantu aku angkat paketan di depan pintu. Awas kalau sampai jatuh!" bentaknya pada Alyssa. Dia masih belum bisa menerima seorang mantan pembunuh dalam rumahnya.
"Ok!"
Alyssa melenggang pergi tanpa tanda-tanda, hal itu membuat Violet terkejut saat mendapati gadis itu sudah hilang dari tempatnya. "Hiih, kenapa dia datang dan pergi tanpa suara!"
Kreekk.
Pintu terbuka, di depan mata Alyssa sekarang adalah tumpukan kardus berisi benda-benda milik Violet. Ia pun segera mengambilnya. Namun, dia menghentikan gerakannya saat ada seseorang yang memperhatikannya.
"Oohhh, cantik sekali anak perempuan itu. Kenapa dia jarang keluar rumah, ya?"
"Hmm, kau benar. Duh, Mr. Leroy memang pintar sekali memilih anak angkat!"
Bisik-bisik tetangga terdengar sampai telinga Alyssa yang memang sangat sensitif. Ia pun menatap sekilas dua wanita paruh baya itu lalu masuk ke dalam rumah.
Kembali dari dapur, Violet merasa senang paketannya sudah datang. "Ngapain di situ, sana pergi. Cuci piring dan buang sampah sekarang, juga ... beri kucingku makan. Setelah itu tutup pintu belakang. Jangan lupa digembok!"
'Kenapa dia bertingkah seperti nyonya, aku ini anaknya atau pembantunya?' gumam Alyssa dalam hati.
"Ok!" ucapnya.
Alyssa pergi ke dapur dan mulai mencuci piring. Hal yang sangat kontras dengan pekerjaannya itu. la rela melakukan hal itu demi menjadi manusia normal. Biasanya, tangannya selalu berlumuran darah. Tetapi sekarang, tangannya malah berlumuran sabun dan busa.
PRAANG.
'Duh, masalah nih!' batin Alyssa.
Violet mendatangi Alyssa dengan langkah lebar. "AAAHHH, APA YANG KAU LAKUKAN!" pekiknya melengking.
PLAKK.
"KAU ITU SEBENARNYA BISA KERJA GAK!"
Teriakan serta tamparan keras Violet tidak membuat Alyssa takut dan gadis itu malah menatapnya datar. Ia pun mengusap pipinya yang panas.
"Maaf, tapi itu bukan aku!" tunjuk Alyssa pada kucing yang menatap polos ke arah mereka setelah menjatuhkan gelas.
Violet terkesiap menatap pecahan gelas dan kucingnya. Lalu menatap Alyssa yang seperti tidak keberatan setelah ditampar olehnya. "Ya udah, bersihkan itu!" ucapnya lalu berlari pergi.
Alyssa menghela nafasnya, pelan. Dirinya pun menatap kucing yang terus menatapnya sedih. Pasti kucing itu merasa bersalah. "Kenapa menatapku begitu, itu bukan salahmu. Kau sedang ketakutan, 'kan?"
Dia menghampiri kucing hitam dan buruk rupa itu. Bulu-bulunya banyak yang botak dan terdapat luka di kakinya, mungkin karena menginjak pecahan beling.
Ia melihat ke arah luar, di sana terdapat tiga kucing putih yang sedang berlarian. "Jadi kau merasa tersisih, ya?" gumam Alyssa.
Selesai membersihkan beling, Alyssa pergi menuju kotak obat. Namun, di sana tidak ada obat-obatan sama sekali. Ia pun berjalan pergi ke kamarnya.
Di balik pintu kamar Violet, wanita 42 tahun itu bergumam, "Aku tidak akan pernah berbagi apapun dengan pembunuh sepertimu!"
Di kamar Alyssa...
"Apa aku harus pergi dari tempat ini. Sepertinya wanita itu sangat membenciku," gumam Alyssa menatap ke luar jendela.
Dirinya melihat tiga kucing putih yang tertidur di atas bantal mereka. Sedangkan, kucing hitam hanya tidur di alas. Padahal sebenarnya masih ada sisa tempat.
"Tempat baru terlalu menakutkan, 'kan?" gumamnya pelan.
"SIYAA!" teriak Violet lagi.
Alyssa berdehem pelan, lalu membuka pintu kamarnya. "Ada apa?"
"Pinjam uang!"
"Kenapa pinjam lagi, bukankah yang dulu-dulu belum dikembalikan?"
"Sudah, pinjamkan saja. Kau itu cuma numpang tapi gayanya seperti ratu!"
"Ratu ... bukankah itu kau, Nyonya?" tanya Alyssa. Dua tahun berada di sini telah mengubah sifatnya yang semula hanya diam saja saat dijahati, menjadi lebih berani.
"Jadi kau sudah mulai berani, ya. Baiklah, awas kau nanti!" Hentakan kuat dari kaki Violet membuat Alyssa tak gentar sedikitpun.
Sejak kecil dirinya dididik sangat keras. Suara keras, bentakan, teriakan, dan perlakuan kasar, telah ia terima dan anggap biasa.
Malamnya...
"Sayang, anakmu ini sangat jahat padaku!" rengek Violet di meja makan.
Jackson pun melirik ke arah Alyssa yang makan dengan tenang. Seperti tidak mendengar apapun. "Benarkah, kenapa?"
"Dia tidak mau ganti rugi. Padahal telah memecahkan vas bunga kesayanganku yang seharga $120."
Alyssa masih tak bergeming.
"Lihat, 'kan. Dia itu selalu begitu kalau salah, dia anak nakal, Sayang. Kenapa kau malah membawanya ke rumah kita?" rengeknya lagi dan lagi. Ia sampai meneteskan air mata agar Jackson percaya.
"Apa itu benar, Alyssa?" tanya Jackson bernada dingin.
Alyssa tetap diam.
"Alyssa!" bentak Jackson rendah.
Yang terpanggil menatapnya dengan tatapan malas. "Ck, kenapa aku harus berhubungan dengan orang-orang seperti kalian!" ucapnya cuek. Alyssa pun berjalan pergi menuju pintu utama.
"Kau mau kemana?" tanya Jackson agak keras.
Tidak ada jawaban.
"Sayang, lihatlah di--."
"Cukup!" bentak Jackson pada Violet. Ia tahu yang sebenarnya terjadi. Tidak mungkin seorang Alyssa melakukan kesalahan remeh seperti menjatuhkan vas.
Dia sangat tahu kepribadian Alyssa. Namun, dirinya selalu serba salah, terutama karena istrinya. "Tidak bisakah kau bersikap dewasa. Apa kau tidak malu berurusan dengan anak 19 tahun. Apalagi dia mantan pembunuh bayaran yang super profesional. Mana mungkin dia memecahkan vas bunga. Apa kau tidak bisa mencari alasan yang lebih realistis?"
"Kenapa kau malah marah padaku, jelas-jelas aku mengatakan hal yang sebenarnya. Kenapa kau malah jadi membelanya, hah!" kesal Violet. Ia pun menjauhkan wajahnya dari Jackson.
"Violet, tidakkah kau merasa malu menuduhnya tanpa bukti?"
"Tapi—."
"Dari dulu aku selalu tahu mana yang benar dan salah. Violet, ini sudah 2 tahun ... dan sifatmu tidak berubah sama sekali padahal anak itu tidak membuat kerusakan sedikitpun di rumah ini. Kenapa kau terus mencari masalah dengannya?"
"Oh, jadi begitu. Jadi kau lebih membelanya daripada aku. Baik, FINE. APA JANGAN-JANGAN KAU MULAI SUKA DENGAN GADIS ITU, YA KAN!"
PLAAKK.
"Jaga bicaramu, aku paling benci dengan orang yang menuduh tanpa bukti. Meskipun itu istriku sendiri!" gumam rendah Jackson, lalu pergi meninggalkan istrinya yang bungkam dengan seketika.
Kepala pria itu rasanya ingin pecah mendengar pertengkaran sepele mereka. Mungkin, kedatangan Alyssa di rumahnya akan terus membawa bencana. Ia pun sedang merencanakan sesuatu untuk Alyssa.
Sedangkan Violet, wanita itu tampaknya semakin membenci Alyssa. Wajahnya yang putih bersih itu menjadi kemerahan karena menahan kemarahan yang telah memuncak.
"Aku harus membuatnya keluar dari rumah ini, sebelum bajingan itu benar-benar menyukainya. Enak saja dia, mentang-mentang cantik ... bisa msnguasai rumah, cih!" ujarnya bermonolog.
Ia tak sengaja melihat sebuah mobil hitam melewati rumahnya. Lalu, terbelalak melihat siapa yang turun dari mobil. Ya, dia adalah Allan Frederick Gutierrez.
Orang-orang menyebutnya sebagai pangeran Gutierrez yang sangat tampan dan kaya raya. Pria dengan sejuta pesona itu, kenapa dia bisa di sini.
"Siapa yang dia cari?"
Violet pun semakin terkejut saat melihat Jackson sedang bercakap-cakap dengan Allan. 'Apakah dia punya bisnis rahasia, wah ... hebat sekali!'
Violet menunggu kedatangan suaminya. Dan benar saja, suaminya itu datang setelah pertemuannya dengan Allan. Baru masuk rumah, dia berkata, " Jika besok ada yang menanyakan soal Alyssa, bilang saja kau tahu dia di mana!" ucap Jackson dingin. Lalu berjalan pergi meninggalkan istrinya.
***
To be continued...