Terdengar lagi teriakan-teriakan kesakitan dari bawah tanah mansion utama Gutierrez di kota Los Angeles. Malam yang sunyi itu menjadi saksi penyiksaan Henry yang dilakukan oleh Allan.
"Bagaimana rasanya. Sayangnya aku tidak merasakan apa-apa!" lirih seorang pria yang kembali mencambuk tubuh telanjang pria asing hingga darah segar menetes lebih banyak dari punggungnya.
"Butuh waktu lama untuk menemukanmu, Dude. Selanjutnya adalah menemukan gadis mata biru itu, ohh ... di mana ya dia, sekarang?"
"Allan, aku punya alasan untuk membunuhnya. Dia itu bukan wanita baik-baik. Aku sudah jamin itu. Aaarrgghh!" Terdengar lagi suara cambukan yang mengerikan.
"Siapa peduli, kau tidak perlu ikut campur. Tapi, ya sudahlah ... wanita itu juga sudah mati. Sekarang, aku akan mencari wanita iblis yang telah berani membunuh istriku!" seringai Allan. Ia pun kembali mengayunkan cambuknya.
"Tidak, tidak, kau tidak perlu-- ... AAAHHHKKK!"
Cambukan kilat mengenai wajah pria asing itu hingga berdarah. Sudah tak terhitung lagi berapa ratus cambuk yang sudah mengenai dirinya.
"Diam saja kau, kakakku tercinta!" desisnya. "Menurutku dia gadis yang sangat menarik. Warna mata birunya yang sedingin es dan tatapannya sangat seksi!" lanjut Allan.
CETASSS.
"Jika aku bisa menemukannya lagi, mungkin akan sangat menarik. Sepertinya menyiksa gadis muda akan lebih menyenangkan!"
Guratan senyum mengerikan tercetak jelas di wajah Allan. Kebencian bercampur dengan kesedihan yang mendalam membuat pria itu menjadi gila.
Perasaannya terasa hampa hingga sekarang. Wanita yang paling dia cintai itu terlalu cepat pergi meninggalkannya. Tentu saja dia sangat terguncang.
Pria yang bersimbah darah itu menggelengkan kepala khawatir dengan orang suruhan yang pernah ia perintahkan untuk membunuh istri dari adiknya.
"Sedang di mana kau, Nona Sapphire. Ku harap kau tidak di LA!" gumamnya lirih.
Menatap wajah Allan yang seperti orang kesetanan membuatnya merasa bersalah. Namun, jika dibiarkan begitu saja akan semakin membahayakan keluarga.
Gege bukanlah wanita biasa, akan tetapi dia adalah wanita ular yang dengan mudah bisa menguras habis dompet setiap pria yang menjalin hubungan dengannya.
Mantan Gege juga bukan orang sembarangan. Pasti jajaran mantannya adalah orang penting. Wanita panggilan itu memberikan tubuhnya dengan harga yang sangat tinggi.
Karena itulah dia tidak bisa menerima Gege masuk ke dalam lingkup keluarga Gutierrez. Dia sangat berbahaya untuk keluarga dengan kekayaan yang banyak seperti Gutierrez.
***
Keluar dari rumah sakit, Alyssa berjalan sendiri di tengah keramaian kota LA. Hal itu membuatnya merasa sangat kesepian. Perasaan bersalah pada Liv terus menghantuinya pikirannya.
Apalagi, mendengar kabar bahwa wanita itu masih di rumah sakit dalam keadaan kritis. Dirinya kehilangan banyak darah yang membuatnya hampir sekarat.
'Ku dengar, Nona Liv masih koma.'
Ucapan terakhir dari mulut teman pelayannya membuat hati Alyssa semakin meronta marah dan putus asa.
"Apa yang harus kulakukan. Kenapa aku malah terus memikirkannya?" batin Alyssa. Ia cukup khawatir karena sudah
Satu jam kemudian...
Alyssa menunggu bus di halte yang terletak tak jauh dari rumah sakit. Dia ingin pergi dari tempat ini sejenak untuk melepaskan emosi tertekannya.
Namun, alangkah sialnya saat dia tak sengaja disenggol oleh seseorang yang sedang dikejar-kejar oleh beberapa orang. "Nona, tolong aku!" ucapnya lirih.
Alyssa melotot tajam melihat seorang laki-laki yang terlihat seumuran dengannya berlindung di belakangnya. "APA MAKSUDNYA INI!" bentak Alyssa.
"Ohhh ... akhirnya ketemu juga, sini kau!" sebuah tarikan kasar hampir membuat Alyssa dan laki-laki itu terjatuh.
Tunggu, tunggu sebentar. Apakah kali ini Alyssa akan mendapatkan masalah baru. Karena berada di antara para berandalan. Tidak, ini tidak boleh terjadi. Bukankah dia sudah berjanji untuk tidak berkelahi.
"Kalian siapa?" tanya Alyssa memegang lengan laki-laki itu cukup keras.
"Tidak udah ikut campur, dia urusanku. Kau sendiri siapa, kau pacarnya?" tanya laki-laki itu.
"Tolong aku!" cicit laki-laki penakut yang ada di belakang Alyssa.
Alyssa menoleh ke arah laki-laki penakut itu. "Ada urusan apa?" tanyanya bernada datar.
"Dia berhutang padaku $100!"
"BOHONG, BUKANKAH AKU SUDAH MEMBAYARNYA KEMARIN!" pekik laki-laki penakut itu mencoba memberanikan diri.
"Oh, begitukah. Aku tidak pernah merasa menerimanya, loh!"
"Ini!"
Tiba-tiba Alyssa menyodorkan uang senilai $100 pada laki-laki berandalan itu. "Pergilah, jangan ganggu dia!"
"Tapi/tapi!" ucap mereka bersamaan.
"Kenapa kau memberinya uang?" tanya laki-laki penakut itu, kesal.
"Aku tidak punya waktu untuk meladeni mereka. Kau, pergi dari sini. Dan kau juga, jangan ganggu aku!"
Laki-laki sombong itu pun merasa tersinggung. Dia melipat uang itu dan menaruhnya ke saku, lalu menarik kerah Alyssa. "Kau siapa menyuruhku, cewek sombong!"
Laki-laki penakut itu menjadi panik dan bingung. Ia pun menarik Alyssa pergi. Mereka akhirnya berlarian menuju tempat yang lebih aman.
"Hah hah hah ... aahh, lelah sekali!" keluh laki-laki itu.
"Apa kau bodoh, kenapa malah lari. Sial!" bentak Alyssa pada laki-laki itu.
"Aku tidak bodoh, namaku Crish. Kau siapa?" Ia menyodorkan tangannya.
Keadaan jalan di tempat mereka istirahat sudah semakin sepi. Mereka bersandar di dinding toko yang sudah tutup.
Alyssa tidak membalas jabat tangan itu. "Alyssa!"
"Alyssa, kenapa kau malah menolongku?" tanya Crish masih ngos-ngosan.
"Kau yang minta, gimana sih!" kesal Alyssa, ia pun hanya bisa memijit pelipisnya karena pusing merasakan pertemuan anehnya dengan Crish.
"Aku akan pulang, kau pergilah!"
"Alyssa ...," gumam Crish.
"Hm!"
"Terima kasih untuk bantuannya!"
DEG.
'Terima kasih ... kenapa rasanya sangat asing dengan dua kata itu. Kenapa dia berterima kasih pada orang sepertiku?' batin Alyssa.
Puk.
Crish secara tiba-tiba menepuk kepala Alyssa, pelan. Menyadarkannya dari lamunan. "Jaga dirimu baik-baik, ya. Semoga kita bertemu lagi." Laki-laki itu pun tersenyum hangat. Lalu berjalan pergi dan menghilang dari kegelapan.
"Kenapa sensasinya sangat berbeda, kenapa rasanya sangat menenangkan. Ini bahkan lebih memuaskan dibandingkan dengan membunuh seratus musuh!" gumamnya pelan.
Alyssa kembali mengingat semua masa lalunya. Saat dirinya berhasil menjadi pembunuh bayaran di umur 12 tahun dari hasil didikan seorang mantan narapidana yang saat ini telah meninggal.
Lalu, dirinya ditangkap oleh sekelompok orang yang hampir memperkosanya di umur yang sekecil itu dan untungnya diselamatkan oleh seorang pria asing.
'Terima kasih, kau tidak menyerah dan tetap hidup!' Kata terakhir pria asing itu sebelum pergi.
Kemudian, dirinya dibawa ke rumah sakit dan tidak pernah bertemu pria itu lagi. Setelahnya, dia diadopsi oleh seorang ketua organisasi di dunia bawah.
Diberi pendidikan dan tempat tinggal yang layak. Namun, dianggap seperti sapi perah. Dirinya selalu dipaksa untuk latihan dan latihan membunuh manusia dan hewan.
Jiwa pemburunya seketika aktif di umur 15 tahun. Dan sekarang, dirinya sudah menjadi pembunuh bayaran yang paling ditakuti se-Los Angeles dengan julukan Sapphire atau lava biru.
Pikiran Alyssa kembali seperti semula. Ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya. 'Sudah cukup lama ternyata!' batinnya. Ia pun berjalan menuju halte untuk pulang ke rumah.
***
Ternyata masalah yang tadi sore itu belum usai. Alyssa dan Violet sedang dalam ketegangan yang memuncak setelah Violet memaksanya untuk pergi dari rumah.
"KAU TIDAK MELAKUKAN APA-APA DI RUMAH INI. SEMUA PEKERJAAN AKU YANG URUS DAN KAU ... KAU HANYA TIDUR-TIDURAN DAN MAKAN SEMUA MAKANANKU!" teriak Violet yang terdengar sampai rumah tetangga.
"Benarkah?" tanya Alyssa datar.
To be continued...