Ledakan itu terdengar sangat keras sekali. Sampai-sampai alam semesta bergetar begitu hebat. Tiga Dunia yang terdapat di alam semesta pasti dapat merasakan guncangan tersebut.
Ledakan kecil terus terdengar seakan tak pernah selesai.
Kedua belah pihak yang terlibat ikut terlempar ke belakang. Sepuluh Dewa Senjata mengalami luka yang sangat parah. Sedangkan Dua Iblis Penguasa, meskipun keduanya juga ikut terlempar, namun luka yang mereka derita tidak separah luka Sepuluh Dewa Senjata.
Dua Iblis Penguasa itu kembali berdiri. Tapi mereka tidak langsung menyerang. Keduanya lebih dulu menyerap tenaga sejati yang terdapat di sekelilingnya. Hal itu dilakukan guna menyembuhkan luka-luka yang mereka derita.
Setelah proses penyerapan tenaga sejati selesai, barulah Dua Iblis Penguasa itu terbang melayang ke arah Sepuluh Dewa Senjata.
Saat itu, para Dewa masih belum biss melakukan apa-apa. Jangankan untuk berdiri, untuk menggerakkan ujung jari saja, rasanya mereka sudah tidak sanggup lagi.
Akibat dari benturan jurus barusan benar-benar membuat Sepuluh Dewa Senjata mengalami luka yang sulit dilukiskan.
Sepertinya harapan untuk hidup sudah tidak ada lagi. Mereka terus batuk darah. Darah segar telah membasahi seluruh pakaian mewahnya. Wajah Sepuluh Dewa Senjata yang tadinya berseri dan selalu memancarkan aura keagungan, sekarang semua hal itu sudah tidak terlihat lagi.
Wajah mereka pucat pasi. Persis seperti mayat.
Kalau ada orang yang menyaksikan kejadian tersebut, niscaya mereka tidak akan sanggup menyaksikannya terlalu lama. Sebah kondisi Sepuluh Dewa Senjata sungguh sangat memilukan.
"Kita pasti mati," ujar Dewa Cambuk Penghakiman sambil tersenyum getir.
"Bukankah kematian jauh lebih baik?" sahut Dewa Ruyung Bambu.
"Benar. Dengan demikian, setidaknya kita masih bisa mempertahankan harga diri," kata Dewa Tujuh Pisau ikut bicara.
"Di kehidupan nanti, kalau aku ditakdirkan menjadi Dewa kembali, maka aku bersumpah demi langit dan bumi akan membalaskan dendam ini. Rasa sakit ini, penghinaan ini, pasti akan aku balas berlipat ganda," teriak Dewa Pedang Api.
Duarr!!!
Petir tiba-tiba menyambar ketika Dewa Pedang Api menyelesaikan sumpahnya tersebut.
Langit tiba-tiba gelap. Gelap pekat dan mencekam. Udara terasa sedingin es. Angin mendadak berhembus kencang.
Melihat kejadian tersebut, Dua Iblis Penguasa saling pandang sesaat. Tapi tidak ada yang bicara di antara mereka.
"Kita habis mereka sekarang," kata Raja Iblis Hitam.
"Setuju. Lebih cepat, lebih baik," jawab Iblis Naga Neraka.
Wutt!!!
Raja Iblis Hitam mengibaskan tangan kanan. Dari udara kosong mendadak muncul sebuah senjata berwarna hitam pekat. Senjata itu berupa tombak bermata golok. Terlihat sangat tajam dan mengerikan. Apalagi seluruh batang senjata tersebut selalu diselimuti oleh aura kegelapan.
Di sisinya, Iblis Naga Neraka juga melakukan hal yang serupa. Begitu tangannya dikibaskan, tiba-tiba muncul sebilah pedang sepanjang lima meter dari udara kosong.
Pedang itu berwarna merah pekat. Seluruh batang pedang dihiasi oleh ukuran sepasang naga yang sedang membuka mulutnya. Seluruh batang pedang juga diselimuti oleh aura berwarna merah terang.
Kedua iblis itu berjalan perlahan ke arah Sepuluh Dewa Senjata.
"Bagaimana? Apakah sekarang, kalian baru menyesal dengan keputusan yang diambil?" tanya Raja Iblis Hitam sambil tersenyum mengejek.
"Sudah berapa kali kami katakan, bahwa kami tidak akan pernah merasakan penyesalan," jawan Dewa Pedang Api.
Walaupun saat itu kondisinya sudah sangat memprihatinkan, tapi kewibawaannya tetap bisa terlihat dengan jelas. Meskipun wajahnya tampak pucat pasi, tapi jelas Dewa itu masih bersikap dengan tenang dan santai.
Melihat hal tersebut, mau tak mau Dua Iblis Penguasa itu kagum juga. Sebenarnya, mereka merasa menyesal karena terpaksa harus membunuh Sepuluh Dewa Senjata.
Tapi mau bagaimana lagi? Daripada suatu saat nanti akan mendatangkan bencana, bukankah lebih baik dibunuh saja?
Karena itulah, sekarang kedua iblis itu sudah mengayunkan senjatanya masing-masing.
Wushh!!! Wutt!!!
Cahaya kegelapan menyelimuti angkasa raya. Suara deruan angin terdengar sangat jelas.
Sepuluh Dewa Senjata tidak memejamkan mata. Mereka tetap membuak matanya sambil terus menatap ke arah dua senjata pusaka musuh yang sedang melesat ke arahnya tersebut.
Crashh!!! Crashh!!!
Tebasan dan tusukan dilayangkan secara bersamaan. Darah segar menyembur dengan deras. Membasahi rumput sekitar, membasahi pula alas kaki yang digunakan oleh Dua Iblis Penguasa.
Darah sudah mengalir. Kematian sudah datang menjemput.
Tapi tidak terdengar teriakan kesakitan. Tidak terdengar pula erangan kematian.
Para Dewa mati dengan tenang. Bahkan mereka mati sambil tersenyum.
Dua Iblis Penguasa terus melakukan pembunuhan tanpa kenal belas kasihan.
Sembilan dari Sepuluh Dewa Senjata telah tewas mengenaskan. Yang tersisa sekarang hanyalah Dewa Pedang Api seorang.
"Untuk membunuh dia, kita lakukan berdua saja," ujar Raja Iblis Hitam.
"Setuju. Aku pun ingin membunuhnya dengan pedangku ini," kata Iblis Naga Neraka sambil tertawa seram.
Wutt!!!
Dua senjata tingkat istimewa melayang di tengah udara. Dewa Perang Api tetap tenang. Mulutnya mengulum senyuman. Dia tidak takut mati. Baginya, kematian bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Melainkan sesuatu yang harus dihadapi.
Crashh!!!
Serangan tombak bermata golok dan pedang itu akhirnya berhasil. Tapi anehnya, kenapa tidak ada darah?
Setelah keduanya membuka mata, betapa terkejutnya Dua Iblis Penguasa itu saat menyaksikan bahwa yang mereka bunuh bukanlah Dewa Pedang Api.
Melainkan hanya sebuah gumpalan tanah!
Ke mana perginya Dewa itu? Apakah dia bisa bangkit kembali?
Tidak, hal itu rasanya sangat mustahil. Apalagi mereka tahu bahwa kondisinya sudah tidak memungkinkan untuk hidup lebih lanjut lagi.
"Lihat itu!" kata Iblis Naga Neraka sambil menunjuk ke arah barat.
Raja Iblis Hitam mengikuti arah yang dimaksud oleh rekannya.
Di sebelah barat sana, mereka menyaksikan ada sebuah portal berwarna ungu pekat yang tiba-tiba muncul di tengah udara.
Keduanya ingin mengejar ke sana, sayangnya usaha itu sia-sia. Sebab sebelum Dua Iblis Penguasa mewujudkan niatnya, portal tersebut sudah menghilang dari pandangan mata.
Iblis Naga Hitam langsung bedecak kesal. Dia bahkan sempat membanting kakinya.
"Portal apa itu?" tanyanya kepada Raa Iblis Hitam.
"Aku tidak tahu,"
"Apakah Dewa Pedang Api masuk ke dalam sana?"
"Hemm, entahlah. Tetapi, rasanya tidak mungkin," jawab Raja Iblis Hitam menyangkal.
"Kenapa tidak mungkin?"
"Luka yang diderita oleh Dewa Pedang Api sudah sangat parah. Sedemikian parahnya sampai untuk menggerakkan satu jari saja dia tidak sanggup lagi. Jadi, bagaimana mungkin dia masuk ke dalam portal itu?"
"Hemm, masuk akal juga,"
Kata Iblis Naga Neraka seraya mengangguk-anggukkan kepalanya. Apa yang diucapkan oleh rekannya itu memang sangat masuk akal. Apalagi, dia juga menyaksikannya sendiri.
"Sudahlah, kita tidak perlu memikirkan apa-apa lagi. Yang jelas, sekarang kita telah menjadi penguasa di di Dunia Para Dewa dan Dunia Para Siluman," ujar Raja Iblis Hitam sambil menepuk pundak rekannya.
Dua Iblis Penguasa itu kemudian tertawa. Tawa mereka sangat lantang dan menyeramkan.