Chereads / Reinkarnasi Sang Dewa / Chapter 8 - Sekte Gunung Surgawi

Chapter 8 - Sekte Gunung Surgawi

Kota Danau Biru.

Kota Danau Biru termasuk ke dalam salah satu kota besar yang terdapat di Kekaisaran Song. Kota Danau Biru dikenal sebagai kota yang mempunyai pemandangan alam indah.

Saking banyaknya tempat-tempat indah di kota ini, sampai-sampai para wisawatan dari berbagai penjuru muka bumi memberikan julukan Kota Seribu Keindahan.

Selain daripada itu, Kota Danau Biru juga termasuk salah satu kota yang jaraknya berdekatan dengan Kotaraja. Kalau ingin ke Kotaraja, waktu yang diperlukan kira-kira hanya tiga hari perjalanan darat.

Di Kota Danau Biru ini, terdapat beberapa sekte yang namanya cukup terkenal. Salah satunya adalah Sekte Gunung Surgawi. Meskipun bukan termasuk ke dalam jajaran sekte kelas atas, tapi ketenaran Sekte Gunung Surgawi dikabarkan mampu menyamai ketenaran sekte-sekte besar yang terdapat di sana.

Jumlah anggota murid Sekte Gunung Surgawi hanya mencapai sekitar lima ratus orang saja, dengan dipimpin oleh satu orang Kepala Tetua, satu orang Wakil Tetua, dan lima orang Tetua.

###

Saat ini siang hari. Panas matahari terasa sangat menyengat kulit. Angin musim kemarau berhembus. Menerbangkan debu-debu hingga mengepul ke langit.

Di ujung sebuah jalan berpasir, terlihat sehelai daun kering dan sekuntum bunga plum terbang terbawa angin. Daun dan bunga yang bernasib malang itu terus berputar-putar ke sana kemari mengikuti hembusan angin.

Jika dilihat lebih mendalam, daun kering dan bunga plum itu seolah-olah mirip dengan kehidupan manusia di muka bumi.

Bukankah manusia juga demikian? Selalu berputar-putar dan hanya bisa mengikuti hembusan angin kehidupan tanpa punya daya untuk melawannya?

Lebih jauh di depan sana, berdiri sebuah bangunan yang cukup besar dan megah. Jika dilihat dari jarak jauh, bangunan tersebut sangat mirip dengan istana.

Di belakang bangunan tersebut, terdapat pula sebuah gunung yang tinggi kokoh. Di kedua sisinya ada beberapa bukit kecil yang membuat keindahannya tampak semakin sempurna.

Jika dilihat sekilas, gunung itu memang tampak sama seperti gunung-gunung lainnya. Namun kalau diperhatikan lebih teliti, maka perbedaannya pasti akan segera terlihat.

Gunung itu bukan berwarna hijau ataupun berwarna cokela seperti pada umumnya. Melainkan berwarna biru. Biru terang. Seperti birunya langit saat ini.

Karena perbedaan warna tersebut, maka orang-orang di sana menyebutnya dengan sebutan Gunung Biru.

Sementara itu, bangunan megah dan besar yang dimaksud tadi bukan lain adalah Sekte Gunung Surgawi yang diceritakan sebelumnya.

Di dalam Sekte Gunung Surgawi, suasana tampak begitu sepi sunyi. Biasanya, saat siang hari begini, selalu terlihat ratusan murid sekte yang sedang beristirahat. Tapi sekarang lain. Jangankan ratusan murid, bahkan puluhan murid pun tidak ada sama sekali. Dilihat lebih teliti, beberapa bangunan pun tampak porak-poranda.

Ke mana mereka? Kenapa suasana di sekte itu, tidak seperti biasanya?

Ternyata, murid-murid Sekte Gunung Surgawi, saat ini sedang berada di halaman belakang yang sangat luas. Luas halaman belakang di sekte tersebut, tidak kalah dengan luasnya halaman yang ada depan.

Di tengah halaman belakang, terlihat ratusan murid sedang duduk bersemedi. Suasana di sana sangat tenang. Tidak ada satu pun murid yang membuka suara.

Sedangkan di bagian dalamnya, di sebuah kamar pengobatan, tampak berbaring seorang bocah kecil berusia sepuluh tahun. Bocah itu sebenarnya mempunyai wajah tampan. Sayang sekali, ketampanan itu seolah lenyap karena seluruh tubuhnya pucat pasi. Bahkan sedikit bersemu hijau pula.

Bocah kecil itu tidak bergerak sama sekali. Matanya tetap tertutup dengan rapat. Seperti juga mulutnya. Bukan cuma itu saja, bahkan dia pun tidak terlihat bernafas.

Apa yang sebenarnya telah terjadi? Apakah bocah itu sudah mati?

Jawabannya adalah, ya. Bocah tersebut memang sudah mati. Mati dalam sebuah pertempuran.

Lalu, kenapa bocah tampan itu bisa mati?

Sebenarnya, semua ini berawal dari sebuah rumor yang sudah terjadi semenjak beberapa waktu lalu. Rumor tersebut mengatakan bahwa Sekte Gunung Surgawi telah melakukan sebuah tindakan yang sangat memalukan.

Di mana menurut rumor tersebut, Sekte Gunung Surgawi telah berani mengadakan hubungan erat dengan beberapa sekte aliran hitam yang terdapat di Kekaisaran Song. Tujuannya adalah untuk melakukan pemberontakan terhadap Kekaisaran.

Entah siapa yang pertama kali menyebarkan rumor itu. Namun yang jelas, hanya dalam waktu singkat saja, rumor tersebut sudah menyebar luas hingga ke pelosok penjuru.

Akibat dari hal itu, keamanan di Sekte Gunung Surgawi mulai terancam. Nama baiknya juga mulai tercoreng. Setiap hari, pasti ada saja sekte-sekte aliran putih yang sengaja datang ke sana untuk memastikan apakah rumor yang beredar tersebut benar atau tidaknya.

Sebenarnya, terkait pertanyaan-pertanyaan tersebut, Kepala Tetua Sekte Gunung Surgawi yang bernama Suma Bing dan berjuluk Pedang Pembelah Mega, sudah menjawab semuanya dengan jujur.

Tapi sungguh sangat disayangkan, walaupun dia sudah menjawab apa adanya, ternyata tidak satu pun orang atau sekte yang mau percaya dengan semua ucapannya.

Mereka menganggap bahwa apa yang telah diucapkannya hanyalah kebohongan belaka.

Malah beberapa hari sebelumnya, seorang Tetua dari sebuah sekte yang lokasinya berdekatan dengan Sekte Gunung Surgawi, pernah mengucapkan kata-kata kasar dan tidak pantas.

Walaupun kata-katanya sangat menusuk hati, tetapi pihak Sekte Gunung Surgawi, terutama sekali Kepala Tetua Suma Bing, berusaha untuk tetap sabar. Tapi siapa sangka, buah dari kesabaran itu ternyata bukan kegembiraan, melainkan kehancuran.

Tepat dua hari setelah perwakilan Tetua itu berkata kasar, Sekte Gunung Surgawi telah dilanda sebuah musibah.

Beberapa sekte yang diam-diam membentuk aliansi, secara tiba-tiba telah menyerangnya dengan brutal dan membabi buta. Mereka membunuh anak murid Sekte Gunung Surgawi. Baik itu remaja, ataupun dewasa. Semuanya tidak terkecuali.

Untunglah, para tokoh di sekte itu mampu bergerak dengan cepat dan tangkas sehingga penyerangan tersebut dapat dihentikan dengan segera. Jadi walaupun cukup banyak anak muridnya yang terbunuh, rasanya hal itu masih jauh lebih baik daripada sebuah kehancuran.

Namun di sisi lain, penyerangan itu juga telah menyebabkan cucu semata wayang Kepala Tetua Suma Bing tewas.

Cucu yang dimaksud bukan lain adalah bocah yang terbaring tadi. Namanya Lin Feng.

"Feng'er, bangun, nak. Jangan tinggalkan Kakekmu seorang diri. Ayo, nak, bangun," kata Kepala Tetua Suma Bing dengan nada sedih.

Sejak tadi, dia terus meratapi nasib cucunya tersebut. Hatinya benar-benar hancur ketika mengetahui bahwa nyawa Lin Feng tidak mampu diselamatkan lagi.

Dua orang Tetua yang ada di sisi kanan dan kirinya tidak ada yang bicara. Sejak tadi, mereka pun hanya diam sambil terus memendam kesedihan karena musibah yang menimpa sektenya.

"Manusia-manusia itu benar-benar biadab. Aku sungguh tidak terima dengan semua ini!" ujarnya sambil mengepalkan kedua tangan.

Penyerangan yang dilakukan oleh aliansi tersebut, baginya sangat kejam. Bagiamana tidak? Tanpa alasan yang kuat, mereka telah berani menyerang bahkan melakukan pembunuhan secara brutal.

Sebagai pihak yang menjadi korban, tentu saja dirinya tidak terima. Apalagi menurut Kepala Tetua Suma Bing, urusan ini pastinya bakal panjang dan tidak akan selesai begitu saja.