Perlahan-lahan, Dewa Pedang Api mulai menerima garis takdirnya tersebut. Karena semakin dia tenang, semakin dia sadar pula bahwa meskipun dirinya marah dan mencaci maki, semuanya tetap tidak akan bisa berubah kembali.
Dewa Pedang Api mulai mencari tahu siapakah sosok bocah kecil yang kini menjadi wadah roh-nya. Bagaimanapun juga, dia harus mengetahui akan hal tersebut. Sebab menurutnya, hal itu sangatlah penting.
Dia mulai memejamkan matanya. Mencoba menyelami masa lalu bocah tersebut.
Setelah berusaha selama setengah jam, akhirnya usaha tersebut tidak sia-sia juga. Dewa Pedang Api berhasil mendapatkan informasi siapakah bocah kecil itu.
"Lin Feng, ya, bocah ini bernama Lin Feng. Hemm, nama yang bagus. Lagi pula, bocah ini sangat berbakat. Struktur tulangnya kuat, otaknya juga terhitung cerdas. Dan lagi, sepertinya bocah ini akan mempunyai masa depan yang cemerlang," gumam Dewa Pedang Api sambil memandangi langit-langit di atasnya.
Dia mulai tersenyum-senyum seorang diri. Ternyata reinkarnasinya tidak terlalu mengeceawakan juga.
Selain daripada informasi tersebut, Dewa Pedang Api juga berhasil mengetahui tentang latar belakang Lin Feng.
Ternyata bocah itu adalah anak dari pasangan pendekar. Ayahnya bernama Lin Dan. Lin Dan adalah pendekar aliran putih yang sudah mempunyai nama besar. Dia bukan berasal dari keluarga bangsawan, bukan pula berasal dari sebuah sekte ternama.
Latar belakangnya sampai sekarang justru masih misterius. Tiada seorang pun yang mengetahui secara pasti dari manakah dia berasal. Bahkan tidak terkecuali dengan isterinya sendiri.
Oleh karena alasan tersebut, maka orang-orang persilatan memberikan julukan Pendekar Misterius kepadanya.
Latar belakang pasangan pendekar itu sangat bertolak belakang. Kalau Lin Dan sangat misterius, istrinya malah sebaliknya.
Istri dari Pendekar Misterius bernama Suma Jianying. Suma Jianying bukanlah wanita biasa. Dia pun mempunyai latar belakang istimewa. Setiap orang persilatan pasti menaruh hormat dan segan kepadanya.
Selain karena kemampuannya yang sudah sangat tinggi, alasan kenapa semua orang hormat kepadanya adalah karena dia merupakan anak tunggal dari Suma Bing, Kepala Tetua Sekte Gunung Surgawi.
Kemampuan Suma Jianying tidak berada jauh di bawah Lin Dan. Kalau Lin Dan merupakan Pendekar Mistik tahap dua, maka Suma Jianying ini merupakan Pendekar Mistik tahap satu.
Dalam dunia persilatan, Suma Jianying mempunyai julukan Sang Bidadari Putih.
Julukan itu sangat sesuai dengan dirinya. Sebab selain karena mempunyai wajah cantik dan menyukai warna putih, dirinya juga merupakan pendekar wanita yang berhati bersih.
Pasangan pendekar itu sangat terkenal. Bahkan di daerah-daerah sekitarnya, banyak orang yang merasa iri kepada mereka berdua.
Selain karena terkenal di dunia awam, keduanya juga terkenal di dunia persilatan.
Sayang sekali, justru karena terkenal itulah, kematian datang menghampirinya.
Mereka berdua tewas ketika berada dalam sebuah pertempuran yang melihat beberapa puluh orang pendekar. Keduanya mati mengenaskan. Tubuhnya dipenuhi oleh luka-luka sayatan maupun tusukan senjata tajam.
Orang-orang persilatan menganggap kalau kematian mereka adalah wajar dan disebabkan oleh musuh-musuhnya. Padahal siapa tahu, sebenarnya pasangan pendekar itu tewas karena dikhianati oleh rekannya sendiri.
Kenyataan ini tidak ada seorang pun yang tahu, kecuali hanya Kepala Tetua Suma Bing sendiri.
Sejak awal, dia sudah tahu musibah apa yang sebenarnya menimpa anak sekaligus menantunya tersebut. Sudah sejak lama Kepala Tetua Suma Bing ingin membalaskan kematian keduanya.
Namun sayang sekali, dia tidak mampu melakukan apa-apa. Selain karena dirinya sudah tua, alasan lainnya adalah karena para pelaku pembunuhan itu bukanlah orang biasa.
Mereka semua merupakan tokoh-tokoh terkenal. Bahkan sebagian dari mereka ada yang berasal dari sekte ternama yang terdapat di Kekaisaran Song.
Meskipun Kepala Tetua Suma Bing juga merupakan tokoh ternama dan menjabat sebagai Kepala Tetua, tetapi kalau dihadapan mereka, dia bisa apa?
Selain memendam perasaan dendam itu, memang apalagi yang mampu dia lakukan?
Oleh karena itulah, Kepala Tetua Suma Bing sangat berharap kalau Lin Feng akan tumbuh menjadi seorang pendekar terhebat dan terkenal.
Dia yakin, dengan bakat alami dan kelebihan cucunya tersebut, maka dirinya akan menjadi sosok yang sangat dikagumi di Kekaisaran Song ini.
Namun sayang sekali. Takdir telah berkata lain. Belum juga menginjak usia dewasa, ternyata cucu semata wayangnya itu telah tewas terbunuh ketika terjadinya penyerangan ke Sekte Gunung Surgawi.
Kini, Dewa Pedang Api sudah mengetahui secara keseluruhan informasi tentang Lin Feng, bocah yang kini menjadi wadah roh-nya. Selanjutnya, dia tinggal membiasakan diri dalam kondisi yang baru ini.
Dewa Pedang Api sempat melamun sebentar. Tiba-tiba, secercah sengyman tersungging di mulutnya.
"Dengan kondisi tubuh bocah ini, sepertinya aku bisa membalaskan dendam kepada Dua Iblis Penguasa. Hemm, ya, benar. Pasti ada harapan untuk menuju ke sana. Sekarang yang harus aku lakukan hanyalah memperkuat kemampuannya,"
Senyuman Dewa Pedang Api semakin melebar ketika mengetahui bahwa dirinya masih mempunyai harapan.
Sebenarnya, kemampuan Dewa Pedang Api yang asli pun masih ada setengahnya. Namun sayangnya, kemampuan itu tidak bisa dia gunakan, kecuali hanya sedikit. Sebab untuk sekarang, bocah yang menjadi wadahnya tidak akan kuat kalau harus menampung semua kekuatannya.
Apalagi kalau diingat kembali, dia adalah seorang Dewa kelas atas. Kemampuannya jelas tidak ada apa-apa kalau dibandingkan dengan manusia.
Atas alasan tersebut, maka untuk sementara waktu, terpaksa dia harus meningkatkan kultivasi bocah itu.
Tujuannya sekarang hanyalah satu.
Yaitu menjadi yang terkuat!
Sebenarnya Dewa Pedang Api masih ingin memikirkan hal-hal lain lagi. Tetapi tepat pada saat itu, tiba-tiba pintu ruangan pengobatan kembali terbuka. Disusul kemudian dengan masuknya satu sosok orang tua berjubah putih bersih.
Siapa lagi kalau bukan Kepala Tetua Suma Bing?
Sementara orang tua tersebut masuk, saat itu Lin Feng juga sedang membuka matanya. Bahkan secara tidak sengaja, dia pun memandang ke arahnya.
Langkah Kepala Tetua Suma Bing seketika berhenti. Dia langsung diam seperti sebuah patung. Wajahnya menggambarkan ekspresi terkejut setengah mati.
Untuk sesaat, Suma Bing tidak tahu apa yang harus dikatakan olehnya.
Keadaan di ruangan pengobatan semakin hening. Hening sekali. Seolah-olah tempat itu telah berubah menjadi tanah kuburan yang mencekam.
"Lin … Lin'er, kau … kaukah itu?" tanya Kepala Tetua Suma Bing setelah berhasil menguasai dirinya.
"Benar, Kek. Ini aku," jawabnya sambil melemparkan sebuah senyuman.
Kepala Tetua Suma Bing makin terkejut.
Apakah yang kini dialami olehnya adalah mimpi?
"Bukankah … bukankah …" orang tua tua itu tidak mampu melanjutkan perkataannya. Dia merasakan lidahnya kelu dan tenggorokannya tercekat.
"Kenapa, Kek?" tanya Lin Feng seolah tidak mengerti.
"Bukankah kau sudah mati?" tanyanya seperti orang bodoh.
"Aku masih hidup kek. Bagaimana mungkin dianggap mati?"
Kepala Tetua Suma Bing kembali termenung. Perasaannya saat ini berkecamuk. Antara kaget dan bahagia, semuanya bercampur menjadi satu.
Lewat sesaat kemudian, tanpa berkata apa-apa lagi, mendadak orang tua itu berleri ke arah Lin Feng lalu memeluknya dengan sangat erat.