"Sampai kapan pun Papa gak akan izinkan kamu dinikahi pria miskin seperti dia!"
Dezing!
Perkataan Doni sukses membuat air mata Anggi kian mengalir. Dadanya seolah dirajam oleh belati. Anggi menyayangkan sikap Papanya yang terlampau kejam.
"Mama juga gak bakal merestui hubungan kalian," timpal Dida.
Kepala Anggi semakin mendenyut dihadapkan dengan peristiwa ini. Sementara itu, seorang pria bertubuh tinggi berusaha untuk menenangkannya.
"Sabar, Sayang. Jangan terbawa emosi," ujarnya halus.
Panggil saja Anggi. Wanita 22 tahun yang hidup dengan kemewahan. Karena itulah Dodi dan Dida selaku orang tua Anggi tidak mengizinkan ia untuk menikah dengan kekasihnya. Bagi mereka, tak pantas langit bersua dengan bumi.
Namun anggapan seperti itu tidak berlaku bagi Anggi. Selagi pasangannya bertanggung jawab dan memiliki cinta kasih, maka harta tidaklah menjadi ukuran. Bertahun-tahun Anggi berusaha mempertahankan hubungan. Hingga pada malam hari ini, keduanya meminta izin untuk menikah. Sayangnya permintaan Anggi dan kekasihnya malah ditolak mentah-mentah.
"Jaka! Lebih baik kamu pergi dari sini," cercah Dodi pada pria berusia 26 tahun tersebut.
Persis seperti Anggi, Jaka juga mati-matian memperjuangkan cinta mereka agar diridhoi. Jaka memang bukan laki-laki yang berasal dari keturunan bangsawan, tapi Jaka memiliki kasih sayang yang besar untuk Anggi. Pria itu siap mengorbankan jiwa raga untuk tajuk hatinya.
"Aku mohon restuilah kami, Om." Jaya menangkupkan sepasang tangannya.
Melihat kegigihan dua anak manusia itu untuk mempertahankan hubungan semakin mengundang bara di dada Dodi. Akhirnya dia memutuskan untuk mendorong tubuh Jaka hingga ia keluar dari rumah dengan terpaksa.
"Jangan pernah temui putriku lagi!"
BRAK!!!
Suara pintu dibanting terdengar nyaring.
Anggi yang melihat kekasihnya diusir, lantas saja semakin menjadi-jadi. Ia berlari ke ambang pintu, tapi di pertengahan jalan tubuhnya malah direngkuh oleh Dodi. Laki-laki itu menyeret putrinya untuk memasuki kamar.
"Lepas, Pa! Jangan sakiti Sanjaya," pinta Anggi memelas.
"Anggi. Sadar, Nak! Jaka itu laki-laki miskin. Kamu bisa mati hidup dengan dia," cercah Dida. Sejujurnya ia sangat kesal dengan sikap egois putrinya sendiri.
"Gak ada pria lain yang kucintai selain Jaka, Ma," tegas Anggi. Air matanya berlinang.
"Gak usah gila cinta kamu, Anggi! Masih banyak laki-laki lain. Nanti Papa bakal kenalin kamu sama mereka. Udah, masuk sana!"
Dodi membukakan pintu untuk Anggi dan memaksa anaknya untuk segera masuk ke kamar. Makan malam Dodi jadi terusik karena kehadiran Jaka tadi.
"Biarkan Anggi di dalam sana," ujarnya pada sang istri.
Tiga tahun sudah hubungan Anggi dan Jaka. Maka, selama itu pulalah Dodi dan Dida enggan memberi restu. Berulang kali orang tua Anggi mengenalkannya dengan pria tampan nan kaya, tapi selalu ditolak. Yang ada di benak Anggi hanyalah Sanjaya seorang.
Sedangkan Jaka yang tak kunjung dibukakan pintu meskipun sudah memekik keras, memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Tidak tahu lagi harus dengan cara apa supaya orang tua Anggi luluh hatinya. Padahal selama tiga tahun berhubungan, tak pernah barang sedikit pun Jaka melukai perasaan Anggi.
***
"Kenapa Anggi gak keluar-keluar dari kamar, sih?" batin Dida. Sudah jam sebelas siang, tapi Anggi tak kunjung menampakkan diri.
Dida pun memutuskan untuk mengetuk pintu kamar putri sematawayangnya. Bukannya dibuka, Dida malah tidak mendapat sahutan sama sekali.
Tok tok tok…
"Anggi. Buka, Nak!" teriak Dida dari luar.
"Anggi, kamu belum ada makan loh," titahnya lagi saat belum memeroleh respon.
Karena jengah, akhirnya Dida meninggalkan bilik Anggi guna menemui sang suami. Mungkin dengan ketegasan, maka Anggi akan keluar ruangan.
"Mas." Dida melihat Dodi sedang menonton televisi. "Anggi tidak mau keluar kamar dari tadi. Coba Mas yang ambil sikap," sambungnya.
"Ck!"
Dodi berdecak kesal. Dasar, Anggi keras kepala. Dodi sangat kesal situasi di mana Anggi mogok makan hanya karena hubungannya tidak direstui. Anggi sudah berulang kali melakukan ini.
"Buka pintunya, Anggi!"
Dor! Dor! Dor!
Benda berbahan kayu itu digedor oleh Dodi.
"Gak usah ngambek-ngambek kamu," timpalnya lagi.
Dodi dan Dida menunggu selama beberapa menit di depan sana, tapi Anggi tak kunjung buka suara. Dodi mulai jengah hingga ia memutuskan untuk mendobrak pintu tersebut.
"Jangan salahkan Papa kalau pintu kamar kamu rusak,"
Satu dua…
Dodi menghitung dalam hati.
Kriit…
Dodi nyaris terpelanting ke depan, karena saat itu juga Anggi membuka pintunya.
"Restui hubunganku dengan Jaka atau aku akan pergi selamanya,"
Alangkah terkejutnya Dodi dan Dida saat menyaksikan wajah pucat putri mereka. Bibir Anggi bewarna biru dan kantung matanya ikut membesar. Parahnya lagi, Anggi memegang sebuah gunting yang ia hadapkan ke dada. Anggi memberi ancaman pada orang tuanya melalui benda tajam itu.
"Anggi. Mau apa kamu, Nak?" Dida panik.
Detik berikutnya mata Anggi kembali memproduksi rintik-rintik air. Semalaman ini Anggi memikirkan bagaimana caranya agar hubungannya direstui. Anggi pun menemukan ide. Sebuah tindakan yang belum pernah ia lakukan selama ini, yakni bunuh diri. Anggi berharap jika Dodi dan Dida akan mengizinkan ia menikah dengan Jaka melalui ancaman yang dilakukannya sekarang.
"Lebih baik aku mati daripada kehilangan Jaka," tukasnya enteng.
Dodi dan Dida dibuat kalang kabut. Rupanya Anggi jauh lebih nekat daripada sebelumnya.
"Jauhkan gunting itu, Anggi!" pinta Dodi. Ia mencoba merampas gunting dari tangan Anggi.
Anggi mundur beberapa langkah. Ia menyorot Dodi tajam. Selama ini pria itulah yang membuat Jaka sering terluka. Dodi tidak pernah memadang kebaikan yang telah Jaka berikan untuk Anggi.
"DIAM!" Anggi membentak orang tuanya. "Kalian tidak merestui hubungan kami, kan? Biarkan aku mati,"
"Bukan begitu, Nak. Kau mau makan apa kalau hidup dengan Jaka?" Dodi berusaha memberi pertimbangan.
"Selama ini kamu diberkahi kemewahan, Anggi. Kamu bakal kaget kalau tiba-tiba jatuh miskin," tambah Dida tak mau kalah.
Anggi semakin dibuat kesal oleh orang tuanya. Bahkan di saat Anggi berusaha bunuh diri sekalipun, mereka tetap saja mempertahankan ego. Haruskah Anggi benar-benar mati supaya Dodi dan Dida menyesal?
Tiba-tiba pikiran buruk menyerang. Anggi tak mampu melihat Jaka hidup bersama wanita lain di kemudian hari. Daripada hal itu terjadi, lebih baik ia mati saja. Dengan begitu, Anggi tak akan mendengar bagaimana cerita Jaka setelah berpisah dari dirinya. Toh, Anggi juga tetap tak mendapat restu dari orang tuanya.
Anggi pun kembali memundurkan langkah agar terbebas dari jangkauan Dodi dan Dida. Bersamaan dengan itu, Anggi mengangkat gunting tersebut dan menjatuhkannya tepat di atas dada.
Dodi yang menangkap pemandangan itu spontan mengambil sikap. Sebelum benda tajam itu menancap ke dada Anggi, ia melompat dan lebih dulu menangkisnya dengan telapak tangan. Gunting pun terjatuh ke lantai.
"Baik! Papa restui hubungan kamu dengan Jaka." Dodi mengucapkan sebuah kalimat terlarang.
***
Bersambung