Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

CINTA PERTAMA YANG TAK TERBALAS

🇮🇩DaoistAzDA1y
--
chs / week
--
NOT RATINGS
21.5k
Views
Synopsis
Vierra baru saja pulang dari Jerman setelah menyelesaikan studi satu tahun disana. Kepulangannya juga di karenakan kanker otak, tapi dia tidak ingin memberitahu keluarganya. Disatu sisi ia dijodohkan dengan Hasta yang sebelumnya membuatnya jatuh cinta untuk pertama kali. Ia berusaha mendapatkan cinta Hasta namun Hasta tidak menyukai Vierra karena mencintai wanita lain. Disaat penyakitnya terus menyerang Vierra yang semakin lemah tidak memiliki tujuan lain kecuali dekat dengan Hasta. Namun pria bernama Angga selalu menjaga dan memberinya cinta. Hal itu membuat Hasta yang keras kepala dan dingin lama-lama menjadi luluh. Lalu bagaimana jadinya Hasta mencintai dua wanita sekaligus? Apakah ia akan memilih Farah atau Vierra?
VIEW MORE

Chapter 1 - Pulang

Hembusan angin beserta sinar mentari siang yang begitu hangat tanpa sengatan panas yang bisa membakar setiap lapis kulit luar. Seorang wanita dengan surai hitam sepunggung, mengenakan jeans biru dengan memakai jersey hitam menarik langkahnya berjalan menuju perkarangan rumah putih yang dipenuhi pohon cemara lilin dan beberapa pohon palem disisi tembok pagar pembatas.

Dengan langkah yang begitu menggebu membawa koper yang sedang ditariknya sampai langkahnya terhenti didepan 2 belah pasang pintu kayu yang selebar dua hasta. Ia lalu membawa dirinya pada bel yang terpasang didinding sebelah pintu, ia menekan bel putih tersebut untuk mengabarkan keluarganya akan kedatangan seseorang. Dua kali tekan ia lakukan, sekejap akhirnya pintu seketika terbuka pelan dan menunjukkan seorang laki-laki tua yang sekiranya sudah menginjak umur 50-an tahun dengan seluruh helaian rambut berwarna putih mengkilat.

Mata laki-laki tua melotot kejut melihat wanita cantik didepannya. Sejenak mata mereka saling menatap mengungkapkan kerinduan dalam iris dua bola matanya. Tanpa menahan kembali, laki-laki tua itu langsung membawa wanita cantik itu kedalam pelukannya dan tersenyum hangat.

Vierra Valerie Husein. Wanita itu baru pulang dari negara Jerman, negara yang terkenal dengan sebutan negeri nazi dengan kota yang indah, bertempat sekolah disana untuk satu tahun. Umurnya sudah menginjak 17 tahun dan rasanya dia ingin berpetualang mengejar hasrat terpendamnya yaitu sebuah kejadian yang belum pernah dirasakan. Dan kini ia belum pun belum menemukannya, apakah ada rahasia dibaliknya?

"Pah... aku kangen banget," ucap Vierra dalam rengkuhan sang ayah.

"Papa juga sangat merindukan mu, nak." Ungkapnya tidak tahan dengan sembulan emosi rindu.

Situasi haru tengah mereka rasakan. Kembali bertemu adalah emosi natural dari sebuah perasaan kerinduan yang mendalam. Mereka melepaskan pelukan satu sama lain, gadis itu langsung melirik kesekitar sudut ruangan sambil melangkah masuk kedalam, mata belonya masih mencari keberadaan seseorang.

"Mama sama Bang Sena dimana, Pa?" Tanya gadis itu menilik setiap sudut ruangan.

"Ah... Mama kamu lagi masak didapur dan Abang kamu, yahh biasalah kamu pasti tahu," Jawab sang ayah yang membuatnya sedikit bingung, namun tidak lama seperti mengerti dengan jawaban kata kode dari sang ayah.

"Aah... Ara tahu! dia pasti lagi kecengan sama pacar-pacarnya, kan? ketebaklah. Ayo Pah!!".

Mereka memasuki rumah mewah tersebut, besar sekaligus luas. Langkah mereka tertuju pada area ruang makan. Vierra sangat merindukan sosok ibunya apalagi dengan masakan rumahan yang ia dapatkan setiap hari dulu, itu sangat terindukan baginya. Tiba-tiba muncul sosok wanita tua yang masih terlihat cantik dengan nampan berisi makanan.

"Araaa.... !" Teriak sang Ibu dari seberang dapur dan langsung menaruh wadah makanan tersebut, seketika ia langsung berhambur kepelukan Vierra.

"Anak nakal! Kenapa tidak bilang akan pulang, hem...?!" sebal Mama Nona sambil mencium pipi Vierra. Vierra hanya terkekeh mendengar omelan kecil ibunya. Dia tahu bahwa dia telah mengejutkan ayah serta ibunya atas kepulangannya yang tiba-tiba.

"This is a surprise, Ma, ayolah jangan merengek seperti itu. Aku nggak kuat! Hehe" ujarnya mengelak dari kesalahan.

"Kamu ini," Sebal Mama Nona dibarengi dengan cubitan kecil dilengan vierra.

"Aw!.... Ma!" Pekiknya kesakitan.

"Sudahlah, Ara, Mah, ayo kita makan," Lerai Ayah Vierra yang hanya senyum melihat keributan kecil yang ada didepannya tadi.

"Ah ayo, Pa, Mama gak tahu nih kalau aku kangen banget sama masakannya,... emmm baunya..." Ucapnya dengan menarik indera penciumannya untuk menghirup dalam bau masakan sang ibu. Terlihat beberapa makanan sudah tersaji didepan mata dan beberapa buah-buahan segar sebagai cuci mulut.

"Udah jangan dihirup lagi, nanti wangi masakannya ilang karna kamu." celetuk Ibu Nona kepada Vierra yang sedari tadi masih menghirup bau masakan tanpa melepaskan.

"Yeeeee, dikirain idung aku vacum cleaner apa!," decaknya sebal dengan cebikan dibibir.

"Yah.. baru nyadar! Hahahaha" Ejek Ibu Nona lagi dengan kekehan.

Mereka hanya tertawa dengan candaan sederhana yang dibuat. Vierra dan sang Ayah kembali fokus pada masakan didepannya dan membalik piring putih lancip untuk menaruh nasi. Tiba-tiba Mama Vierra seakan teringat sesuatu menghentikan makanan yang sudah akan dilahap oleh anak dan suaminya.

"Ettt... tunggu dulu," Ucapnya menghentikan suapan anak dan suaminya dengan kedua telapak tangan terbuka mengisyaratkan untuk berhenti.

"Sena abang kamu kan belum pulang, Ra, tunggu dulu, ya. Mama tadi udah telpon dia untuk makan dirumah. Dan dia bilang iya. Tunggu bentaran, ya." Imbuh Ibu Nona yang hanya dijawab helaan segan nafas oleh vierra.

"Palingan dia lagi pacaran, Ma, kenapa harus ditunggu, sih. Aku laper banget tau!" ucap Vierra kesal dengan penuturan itu. Dia menghela nafasnya lengah dan langsung membenamkan wajah dengan tumpuan pada keningnya diatas meja makan.

Kelakuan Vierra hanya ditanggapi senyum oleh kedua orang tuanya. Vierra yang terlihat kesal membuat mereka teringat bahwasanya putrinya telah kembali dan tidak berubah sama sekali. Pasalnya mereka harus makan dengan bersama-sama. Itu seperti kebiasaan mereka untuk sedikit mendisiplinkan anak-anaknya.

Tiba-tiba suara ketukan sepasang sepatu datang dari arah pintu depan, Vierra perlahan membangkitkan wajahnya dan langsung memutar kepalanya melihat akan kedatangan seseorang. Dia adalah Basena Satya Husein. Kakak kandung Vierra. Saudara atau sebagai anak tertua dari keluarga Husein.

Auranya berwibawa dengan badan tegap atletis dengan rahang yang tegas. Tetapi ia seorang playboy, namun itu hanya sebagai hiburan semata. Ia sangat peduli pada adiknya Vierra walaupun mereka sering saling menjahili. Kedatangan santainya langsung disemprot oleh adiknya Vierra.

"Lotu ya, Bang, lama banget!" ucapnya sebal. Mendengar ucapan ketus Vierra, Sena langsung memfokuskan pandangan kepada adiknya yang membuat dirinya sedikit terkejut dengan kehadiran Vierra.

"Astaga!," seru Sena dengan tatapan penuh keterkejutan dengan senyum ditarik lebar keatas. "Vierra?" tilik Sena, "Wah... ini kamu? Abang kirain mantan abang yang kesini minta pertanggungjawaban"... pulang juga kamu!" Mendengar hal itu, Vierra hanya memutar bola matanya malas.

"Ihhh… Lo ya, kalau mau kencan tu liat waktu dong, kalau saatnya pulang makan ya pulang, jangan ngebucin teross!" sarkas Vierra memperingatkan dengan tatapan tajamnya.

"Ye.... kamunya aja yang nggak sabaran, orang kita biasa makan siang jam segini," kata sang kakak yang hanya di jawab lengosan oleh Vierra.

Melihat pertengkaran kedua anaknya yang sekira tidak berujung, Mama Nona cepat-cepat melerai pertengkaran mereka.

"Sudah-sudah, baru saja bertemu sudah saling memakan seperti ini". Lerai sang Mama.

"Makanlah yang banyak Ra, dan Sena jangan mengganggu adikmu." Lanjutnya lembut. Pak Sena hanya diam dengan sembulan senyum hangatnya yang sangat senang dengan keributan kecil kedua anaknya. Tidak terasa perasaan ini kembali.

Mereka memulai melahap makanan dengan khidmat. Kemudian terdengar suara Sena membuka percakapan ditengah makan.

"Oya, Ra, kamu pulang tiba-tiba kerumah kenapa? Ini, kan, belum setahun." Vierra yang mendengar langsung tersedak membuat Mamanya segera memberikan anaknya segelas air. Vierra yang menerima air tersebut langsung diteguk olehnya. Vierra menghela nafasnya perlahan untuk menstabilkan emosinya.

Ukh... Ukh...

"Emmmm.... ah ya! Gue, gue pulang karna udah nyelesein kegiatan studi gue disana dengan cepat. Ini kan satu tahun lebih cepat dari perkiraan." Sebuah alasan yang dirasa bisa meyakinkan keluarganya.

"Terus, kenapa Gio gak ikut pulang sama kamu?" Tanya Papa Vierra tiba-tiba yang membuat Ara terkesiap lagi dengan tatapan lebar sekaligus kebingungan. Ia memulai memutar otaknya untuk mencari jawaban.

"Gio? Emmm… dia masih tinggal 3 bulan disana, Pah. Katanya ada yang harus dikerjakan baru pulang kesini," ungkapnya dengan alasan, jelas kebohongan yang terbingkai diceruk matanya. Jawaban itu hanya dibalas anggukan oleh sang Papa.

Helaan nafas dalam yang tidak terdengar hanya membuatnya memberikan cela untuk dadanya kembali bernafas normal. Sungguh ia teramat bingung dengan setiap lontaran pertanyaan yang teramat membuatnya linglung.

Mata belo Vierra hanya menatap takut setiap anggota keluarganya satu persatu. Lirikannya begitu dalam, takut akan sesuatu yang akan terjadi disaat mereka tahu.

***

Gadis itu benar-benar tahu, rahasia yang beberapa bulan ini dia simpan mambuatnya gelisah dan bingung. Sebuah rahasia yang sekarang melekat dalam dirinya, tubuhnya, otaknya nyeri memikirkan. Satu penyakit yang memojokkan dirinya untuk menahan diri.

Sadar dengan kasih sayang keluarga serta temannya, ia sendiri kalut dengan kebimbangan, takut membuat mereka menangis dan berfikir kesah. Penyakit itu datang dan baru diketahuinya beberapa bulan saat ia masih berada di Jerman. Penyebab itulah, Rasanya dia harus menyimpan bangkai dengan bau yang sudah diperbarui dengan kebohongan yang dirasa bisa membantunya, tetapi juga membuatnya menderita sendiri. Untuk saat ini dia hanya ingin berjalan kedepan sebelum kehadiran maut yang akan membawanya pergi kesurga.

Setelah fikirannya bergelut dan membuat kepalanya merasakan nyeri barulah dia menghentikan fikiran kesahnya. Dia menenangkan dirinya dengan menutup kelopak matanya, berharap tertidur pulas.