"Vierra? bagaimana hari pertama sekolah disana?" Pertanyaan permulaan dari sang ayah membuatnya memasang senyum tipis diwajahnya.
"Baik, semuanya baik!" Jawabnya santai.
"Bagaimana dengan Hasta?" Imbuh ayahnya, membuat gadis itu memicingkan mata menatap ayahnya tidak percaya.
"Papa benar mau jodohin Hasta sama aku?" Jawab Vierra dengan pertanyaan lain.
"kan ayah sudah bilang, kalau kamu suka kenapa nggak!"
"Tu dengerin Papa, satu untuk bahan kepastian! Itukan yang sering kamu bilang sama abang!" Seru Abangnya tiba-tiba menyerang Vierra membuat gadis itu mendengus sebal dengan lirikan acuh pada Sena.
"Udah Sena!" Lerai ibunya dengan tatapan mengingatkan.
Vierra dengan hati sudah terorganisir dengan fikiran segarnya hanya menatap ayahnya dengan senyum hangat. Dan berujar.
"Sepertinya, jangan dulu deh Pa, soalnya Ara mau fokus dengan sesuatu. Tapi, Ara akan coba dekat dengan Hasta" Ucapnya lugas meyakinkan ayahnya tanpa melukainya.
"Berarti kamu suka sama Hasta?" Lirik ayahnya.
"Kenapa Papa bicara seperti itu?" Tanya Vierra.
"Yah.. papa tahu karna kamu gak pernah bilang 'gk suka sama dia'" Ungkapnya lagi membuat gadis itu lebih mengkerutkan keningnya bingung.
"Ck! Kan papa sudah bilang, kalau kamu gk suka sama dia, kamu bisa langsung bilang 'gk suka'. Papa tahu kamu Ra. Kalau kamu gak suka seseorang, pasti kamu akan bilang gk suka tanpa membohongi perasaan kamu. Benarkan?"
Penuturan ayahnya membuatnya berdecak kagum pada ayahnya itu, pasalnnya semua yang ada dalam hati Vierra bisa diketahui oleh ayahnya. Ayahnya sangat mengenalnya sampai dia tersadar akan sesuatu yang membuatnya takut. Vierra hanya menyembulkan senyum haru pada ayahnya. Vierra dengan perlahan membawa tubuhnya masuk dalam rengkuhan sang ayah dengan usapan lembut pada surai hitamnya dari telapak tangan sang ayah.
"Drama!" Celetuk Sena melihat adegan mellow dari ayah dan adiknya.
"Ck! sirik lo!" Decaknya melirik tajam sang kakak, membuat sena menyembulkan wajah mengejek.
Melihat kebahagiaan didepannya, membuat ibu Nona sangat bahagia dengan kehadiran kedua anaknya. Keluarga adalah sesuatu hal yang paling membahagiakan baginya dengan anak-anak yang saling menjaga dan ibu serta ayah yang tetap melindungi. Senyuman hangat terlihat dari wajah seorang ibu, mambuat alam semesata pun ikut merayakan kebahagian.
"Pah, Ara izin kerumah Om Putra ya?" Izinnya tiba-tiba ingat.
"Kamu mau ngapain kesana?" Tanya ayahnya bingung yang mendengar izin dari putrinya.
"Pasti mau ketemu Hasta itu!" Sambar Sena.
"Ck! Coba ni ya bang!, lo pergi hura-hura sama kecengan lo sana!" Kesal Vierra.
"Yah... tapi sayang, akunya gk mau! wekk" Ejeknya membuat sang adik menggeram kesal.
"Dasar!! Babingepet!" Ujarnya sarkas. Picingan mata dari ena langsung timbul mendengar ejekan Vierra yang dirasa kurang jelas terdengar.
"Apa kamu bilang?" Ujarnya penasaran sambil mencondongkan area pendengarannya.
"Ba-bi-nge-pet. Wekkk!!" Gelak tawa keluar dari mulut Vierra dan langsung berlari keatas kamarnya cepat takut akan disentil oleh kakaknya.
"Ara!... kesini!!" Umpatan dari Vierra membuat Sena membulatkan bola matanya lebar. Melihat larian adiknya membuatnya mengambil langkah untuk berdiri, tapi lagi-lagi sang ibu hanya melerai dengan tarikan lengan membuat Sena terhenti.
"Udah... duduk! makanya jangan ejek adik kamu terus. Jadi, hasilnya gini kan?!" Peringat ibunya membuat Sena duduk kembali dengan menetralkan panas dikepalanya.
16:00
Vierra sudah bersiap dengan dirinya, berpakaian rapi dengan sedikit lipten merah dibibir. Dia berjalan mengarah pada tangga, menuruni setiap anakan tangga sampai kebawah dengan papan terkhir. Lirikan matanya menyapu seluruh sudut ruangan mencari keberadaan keluarganya. tetapi nihil, dia tidak melihat seseorang pun.
Ia keluar dengan tarikan nafas dalam mengambil beberapa oksigen menenangkan fikirannya. Vierra berfikir untuk langsung pergi tanpa berpamitan dahulu, dia melaju ke ruang garasi mengambil kendaraan kecil tanpa bahan bakar itu.
Dia mengambil sepeda hitamnya dengan berkendara ria melaju dijalan komplek tersebut. Rumahnya tidak terlalu jauh, sekitar 15 meter Sampai akhirnya dia sudah berada diperkarangan rumah Hasta dan memakirkan sepedanya dihalaman samping rumah Hasta. Dia mendorong langkahnya kearah pintu Hasta, dengan meminimkan degupan jantungnya dia mengetuk pintu dengan tiga ketukan sampai Pak Putra yang membukanya.
"Vierra?" Ungkapnya setelah melihat gadis cantik itu didepannya.
"Halo Om" Sapa Vierra dengan senyum kikuk.
"Masuk dulu" ajakan Pak Putra langsung membawa dirinya masuk dan berjalan menuju area ruang tamu sambil menilik rumah seorang Hasta.
Rumah Hasta sangat rapi, penuh dengan bingkai foto keluarga dan hiasan pajangan. Seketika mata Vierra tertuju dengan bingkai foto besar yang menjadi pusat fokusnya sekarang. Terlihat senyum sumringah dari seorang Hasta yang tidak pernah ia ketahui. Sangat menawan dengan senyum leber yang ia miliki. Tarikan sudut bibir membuatnya tersenyum hangat melihat kemesraannya dibalik bingkai itu.
"Oh ya Vierra? Kamu kesini mau ketemu Hasta?" Pertanyaan dari ayah Hasta membuatnya terkesiap seketika.
"Ah ya.. Om, saya ingin bertemu Hasta. Kalau boleh tahu, Hasta dimana om?" tanya Vierra.
"Emmm... sepertinya, Hasta katanya mau kerumah Farah. Baru saja dia berangkat" Ujar Pak Putra menjelaskan.
"Oooo.. kalau begitu Vierra tunggu diluar aja Om," Ujarnya menawarkan diri.
"Tidak mau tunggu Hasta didalam aja nak Vierra? Diluar sangat dingin" Tuturnya
"Ara rasa, diluar saja Om. Sambil melihat perkarangan disekitaran komplek ini," ucapnya meyakinkan.
"Ya sudah, tapi kalau nak vierra kedinginan. Kamu bisa masuk saja." Anggukan Vierra tanda mengerti dengan ucapan Pak Putra.
***
Ditaman belakang, seorang wanita dan laki-laki sedang menikamati bolu keju ditengah candaan malam hari pekat kelabu. Tetapi, malam menyinsing membuat mereka semakin larut dengan aura keseriusan yang dimulai oleh pengakuan laki-laki itu. Suasana tempat mereka terlihat sederhana, namun terasa menenangkan. Hembusan angin sepoi juga terasa begitu menyegarkan.
"Ra, aku mau ngomong sesuatu sama kamu." Ungkap Hasta dengan mimik hati-hati dan serius diwajahnya.
"Kenapa ta?" Tanya Farah yang melihat wajah tegas hasta.
"Mmm... bisakah kamu tidak menganggapku sebagai sahabat Ra. Aku rasa, aku sudah tidak bisa menjadi bagian itu. Aku ingin menjadi seseorang yang bisa kamu cintai Ra tanpa ada jarak sahabat ditengah kita," Tuturnya menjelaskan isi hatinya membuat yang mendengar menautkan senyum lirih mendengar pernyataan sahabatnya itu. Ia menghela nafasnya lemah dan bertutur kepadanya.
"Hasta, apa yang kamu takutkan? Hm?," Pertanyaan Farah membuat hati Hasta berdelik dan menatap bingung wajah wanita didepannya. Farah seketika menggenggam punggung tangan Hasta dengan lembut menghantarkan ketenangan kepadanya.
"Ta, menjadi sahabat bukan jarak untuk kita saling mencintai, tapi aku hanya tidak bisa kehilangan kamu Ta. Dan kamu pasti tau kalau aku sayang sama kamu lebih dari apa yang kamu duga. Tapi, untuk sebuah hubungan lebih dari itu, aku rasa, aku tidak bisa Ta. Aku ingin kamu ngerti." Jelasnya lemah.