Gadis cantik itu berlalu keruang makan menemui ayah dan ibu serta abangnya untuk sarapan pagi. Menimbang rasa yang ia rasakan tadi malam, ia lupakan. Fikirnya mencoba berhenti tapi hatinya menolak, jadi berusaha dengan tantangan membuat harinya terasa lebih bergairah. Vierra mengambil tempat makan disebelah abangnya Sena.
"Ra, kamu ketemu Hasta sampai larut malam, kamu ngapain?" Tanya abangnya memulai pembicaran membuat Vierra yang mendengar hanya merengut.
"Kepo lo ah. Jangan ganggu gue makan. Nanti gue keselek!" Jawabnya sarkas.
"Ye... ditanya juga! Atau jangan-jangan kamu...!?" Ucapnya yang masih bergantung membuat wajah adiknya mendelik tajam.
"Jangan berfikiran macem-macem deh." Sergah Vierra tajam membuat Sena tertawa melihat raut wajah adiknya itu.
"Yaudah, aku berangkat dulu Ma, Pa." Pamitnya berlalu.
"Habisin makanan kamu dulu Ra!" Ujar ibunya mengingatkan.
"Udah kenyang Ma. Males juga makan ma bang Sena! Takut keselek!" Seru Vierra berlalu. Sena hanya menyembulkan tawa nyengir melihat adik satu-satunya yang mudah terbawa emosi.
Satu helaan dari ibu Nona ia berikan pada anak sulungnya itu, membuatnya sedikit jengkel dengan tingkah Sena pada Vierra. Tetapi ia abaikan dengan helaan nafas dalam yang terorganisir. Mereka kembali menyantap makanan mereka dengan lahap.
***
Vierra sudah berada dirumah Hasta, dia celingukan melihat sekitarnya dan berlalu kedepan pintu rumah putih itu. Dia mengetuk pintu dengan 3 ketukan, tetapi tetap tidak ada yang menyahut atau membukakannya. Lalu, beberapa saat terdengar suara klakson motor dibelakangnya.
Tit....tit...
Bunyi klakson tersebut membuat Vierra memalingkan wajahnya serta badannya melihat sipelaku. Semburat senyum ditampilkan oleh wajahnya dan langsung menghampiri Hasta yang sedang memegang stang motor.
Tatapan kedepan wajah Hasta yang datar hanya bisa ia suguhi pada wanita itu. Hatinya mendorong dia untuk mengatakan rasa bersalahnya dan permintaan maaf pada wanita gila itu, tapi otaknya melarang dan bibirnya terasa kelu untuk mengatakan. Tetapi, hal apapun yang dipendam akan membuat seseorang tidak tenang, hal itu pun terjadi pada pemuda itu kini. "Tapi sudahlah" batinnya mengalah.
Vierra telah menaiki motor Hasta tanpa mengatakan apapun, dia memegang pinggang kanan Hasta untuk direngkuhnya sebelah. Senyuman tipis masih ia tunjukkan tanpa memikirkan apapun. Setelah dirasa wanita itu naik dengan nyaman, barulah ia menjalankan motornya perlahan menyusuri komplek dan menuju jalan besar.
Sepanjang perjalanan Hasta masih memekikkan matanya tajam menyusuri jalan ramai. Otaknya sedang berkecamuk ingin berkata tapi tidak bisa. Melontarkan kata maaf pun ia tidak mampu saat ini. Apa yang sedang ia lakukan? Membuat hatinya tidak tenang? Rasanya ia ingin memebenturkan kepalanya sehingga membuatnya hilang ingatan, supaya tidak lagi memikirkan rasa bersalahnya.
Tiba-tiba, motornya berhenti mendadak akibat ketidak fokusannya melihat mobil melaju yang berada didepannya. decitan motor Hasta terdengar kaget. Vierra juga merespon dengan terlonjak kaget, ia langsung turun dari motor itu dan melihat kejadian yang dialaminya sekarang.
"Kalau lagi bawa kendaraan tu fokus mas! Hampir saja." Sarkas pengemudi mobil mengingatkan Hasta yang masih tidak percaya dengan apa yang dialaminya sekarang.
Keringat dingin terlihat disela-sela wajah pemuda itu, terlihat gemetar ditangannya dengan raut wajah penuh ketakutan. Vierra yang melihat Hasta seperti itu, langsung melirik kepada sipemilik mobil dan meminta maaf kepadanya.
"Maaf mas," Permintaan maaf Vierra hanya ditanggapi lengosan kesal oleh bapak itu. Vierra menundukan badannya sesekali dan menyatukan tangannya meminta maaf. Dengan raut yang kesal, Mobil itu lalu melaju meninggalkan Hasta dan Vierra.
Tersadar dengan wajah ketakutan Hasta, gadis itu lalu menuntunnya kepinggir jalan untuk menenangkan Hasta. Ia mengambil lengan Hasta untuk dibawanya ketempat yang nyaman. Vierra tidak tau kalau Hasta akan menunjukkan sisi ini kepadanya.
Hasta tidak mengelak dengan perlakuan Vierra kepadanya, sekarang fikirannya kalut tidak bisa berfiikr dan berkata. Semburat rasa cemas datang dari Vierra yang hanya menilik Hasta. Sekarang mereka duduk dikursi pinggir jalan.
Getaran tangan Hasta yang saling meremat membuktikan bahwa dia masih takut dengan kejadian yang hampir menyelekakan mereka berdua. Melihat tangan Hasta seperti itu, Vierra berinisiatif untuk menggenggamnya erat tapi otaknya memberontak kalau saja tangannya akan ditepis oleh sang empu.
Rasa khawatir terus membuncah didadanya sampai dia tidak peduli lagi dengan fikirannya. Dia mengambil tangan Hasta dan menaruhnya pada pahanya yang terlapis rok dengan tujuan ingin menyalurkan ketenangan kepadanya. Dia memegang tangan Hasta erat. Hasta yang mendapat perlakuan dari wanita itu sedikit menarik tangannya tetapi pertahanan Vierra semakin menguatkan genggamannya yang masih lekat dan tidak bisa ia lepaskan.
Hasta lalu memandang wajah wanita itu yang masih menggengam tangannya erat. Pandangan Hasta yang teduh dengan perlahan melirik wanita yang ada disampingnya yang masih setia menggenggam tangannya, ungkapan terima kasih terlihat dari matanya.
Merasakan lirikan dari seorang Hasta, Vierra lalu membawa matanya melihat laki-laki disampingnya. Mata coklat kehitaman itu menatapnya dengan intens membuatnya merasakan kehangatan dihatinya. Senyuman tipis terlihat lega Vierra tampilkan karna telah membuat Hasta menerimanya rengkuhan tangannya.
Lama-lama, getaran tangan Hasta sudah mereda. Tersadar dengan lirikan matanya pada wanita itu membuatnya memalingkan wajahnya seketika dan berdehem menetralkan suasana canggung. Melihat tingkah Hasta membuat Vierra langsung melebarkan senyumnya ingin tertawa. Tarikan tangan digenggaman Vierra dirasakan dan langsung melepaskan nya segera.
"O ya ta, kamu sepertinya gk fokus ya? Apa yang kamu fikirkan? Kamu ada masalah?" Tanya Vierra hati-hati saat dirasa suasana sedikit membaik.
Pertanyaan Vierra membuat Hasta mengambil nafas dalam dan mengeluarkannya perlahan. Dengan memicingkan mata dan masih menatap jalanan membuatnya merasa ini adalah waktu yang tepat baginya dengan permintaan maaf.
"Mmm.. sebenarnya kejadian kemarin malam, kata-kata gue sama lo semalam bikin gue merasa bersalah," Ungkapnya jelas dengan nada merasa bersalah. Sebanarnya, bukan itu saja yang membuat Hasta kehilangan fokus. Penolakan Farah kemarin malam ikut andil dalam fikirannya.
Vierra menyimak dengan picingan dimata menautkan rasa penasaran terhadap Hasta. Tetapi, setelah mendengar alasannya, Vierra hanya mengulas senyum tipis memaklumi. Dia tahu kalau laki-laki seperti Hasta juga bisa merasa bersalah dengan lontaran kata-kata pedasnya.
"Udah, gak usah dipikirin. Kata-katamu ada benernya juga, tapi aku hanya ingin ketemu sama kamu, udah itu aja, gk lebih" Jelasnya. Seketika Vierra seperti teringat sesuatu, tetapi dia melihat keadaan Hasta lalu meniliknya khawatir.
"Ta, kita pulang aja yuk," Tawar Vierra akhirnya memberanikan diri.
Hasta yang mendengar ajakan Vierra langsung berlalu memikirkannya. Dia berfikir sejenak lalu melirik Vierra sekilas. Getaran pada tangan Hasta masih terasa pada genggamannya. Vierra yang mendapati Hasta seperti orang yang masih cemas akan berkendara lagi dan takut hal itu akan terulang, makaVierra mencoba menawarkan dirinya untuk mengendarai motor vespa Hasta.
"Ta, gimana kalau aku yang bonceng kamu?" Tawarnya pasti.
"Ha!?" Tawaran Vierra membuatnya lansung mengeryitkan kening dan memicingkan mata mendengar hal itu.
"Ck! udah tenang, aku bisa kok. Dulu aku punya sahabat juga yang ngajarin aku naik motor, katanya biar gak nyusahin," katanya dengan nada meyakinkan Hasta.
Vierra juga takut kalau Hasta yang masih dalam keadaan cemas dan masih takut seperti ini, maka dengan dalih ingin 'selamat' jadi dialah yang harus mengambil peran sekarang.
Hasta masih berfikir dengan tawaran Vierra. Dia menengadahkan mata kirinya keatas mencari jalan keluar atau berfikir untuk menyetujui. Hasta akhirnya melirik gadis itu dengan melihatnya lekat meyakinkan dirinya kalau mata gadis itu bisa dipercaya.
Perlahan namun pasti Hasta mulai menganggukan kepalanya ragu, dan desahan lega Vierra terdengar dengan senyum sumringah langsung ia berikan pada Hasta mengingat ia sudah dipercaya.
Vierra lalu berdiri sigap dengan penuh semangat.
"Ayo!"
Mereka berjalan beriringan ke tepi jalan, mengambil motor untuk pulang.
"O ya Ta, kamu jadi kita langsung pulang?" Tanya Vierra sekali lagi untuk memastikan.
"Iya, gak mungkin kita kesekolah saat jam kayak gini, ini udah mau siang," Jawaban Hasta hanya diangguki oleh kepala Vierra dengan antusias.
"ok!"
Vierra mengambil tempat duduk di jok depan dengan mengambil dua belah stang motor untuk dikemudi.
"Ayo ta, naik!" Ajaknya antusias dengan senyuman lebar masih terpampang jelas diwajahnya.
Sebelum menaiki motor, perasaan Hasta sedikit ragu dan tidak enak dengan keadaan akward seperti ini. Ini kali pertama dia harus dibonceng oleh seorang wanita. Perasaannya sedang berkecamuk sekarang sampai dimenit tarakhir terpaksa dia membuang semua hal yang ada difikirannya dan langsung menaiki jok belakang motor.
Vierra tidak tahan lagi menahan cengirannya dengan cekikikan lirih. Hasta yang mendengar langsung menatap bawah dengan tundukan dikepala menutup mata dibarengi perasaan malunya.
"Pegangan Ta, nanti kamu jatuh. Aku mau ngebut nih" Ingatnya modus.
Hasta terhenyak dengan tawaran Vierra kepadanya. Dia melongo mendengar hal itu, dia melihat sekilas pinggang Vierra yang masih terpampang jelas didepan matanya. Apa yang dia harus perbuat sekarang? Sampai akhirnya perlahan tangannya bergerak untuk memegang sesuatu yang berada didepannya. Tangannya mendekati pinggang Vierra perlahan, ia ragu tetapi dengan sekejap dia lalu membawa tangannya sigap melekat di kedua bahu Vierra. Vierra yang menerima sentuhan itu hanya bisa mengulas senyum maklum.
"Berangkat!" seruVierra berlalu mengendarai motor vespa itu dengan perlahan menyusuri jalan indah kota Surabaya.