Hasta mulai berfikir kenapa gadis itu bisa terlambat. Sampai dipenghujung kebingungannya akhirnya dia mendapat jawaban. Tidak menepati janji membuatnya lagi-lagi merasa bersalah terhadap gadis itu. Dia ingin berjalan mendekati Vierra tapi langkah kakinya terhenti setelah melihat kedatangan Farah ketempat Vierra. Hasta mulai memundurkan langkahnya dan berbalik kedepan untuk mendapati tujuannya yang lain.
"Vierra?" Sapa farah mengambil tempat disisi samping kiri Vierra.
"Farah, kamu kenapa kesini. Ini panas tau" Ujarnya yang masih memicingkan matanya meihat Farah karna masih tidak terbiasa dengan sinar matahari.
"Gk apa, kamu sebagai murid baru kok telat. Kamu kenapa?" tanya Farah penasaran.
"Gak kok, Cuma bangun kesiangan," Jawabnya dengan cengiran.
"Kamu ini, mungkin kalau aku gak berangkat sama Hasta tadi, kayaknya aku juga bisa disini deh karna Faldo lagi sakit." Ujar wanita itu tiba-tiba.
Ucapan Farah membuat Vierra langsung melihat jelas wajah gadis itu. Sekarang! akhirnya dia mengetahui alasan itu.
"Yaudah Ra, aku mau kekantin beliin kamu minum ya, tunggu disini." Ujar Farah yang hanya dibalas anggukan cengo oleh Vierra yang masih tercengang dengan penuturan Farah tadi. Farah berlalu menuju kantin. Disisi lain, Vierra menatap sekeliling koridor tetapi dia tidak melihat Hasta dan hanya mendapati sekumpulan siswa siswi yang sibuk dengan urusan masing-masing.
Sedari tadi menunggu lama akhirnya, kepala Vierra akhirnya berdenyut nyeri dan pandangannya sedikit kabur. Dengan asumsi bahwa ia tidak ingin menghebohkan sekolah karna pingsan ditempat ini, akhirnya dia berlari dengan tenaga yang hampir habis. Larian Vierra sudah berada didepan toilet tetapi perlawanan akan pusing dikepalanya membuatnya kehilangan keseimbangan dan dalam sekejap badan gadis itu akhirnya tumbang.
***
Vierra mengerjapkan matanya menyesuaikan dengan sinar remang-remang didalam ruang UKS. Dia memegang kepalanya yang masih terasa nyeri. Wajahnya pucat pasi serta bibir merahnya tidak lagi merona. Pandangannya sudah netral kembali, ia mencoba melirik sekitarnya dan terdapat seorang pria yang memandangnya dengan mata teduh. Vierra tersadar melihat laki-laki itu adalah Hasta dan langsung mencoba membangunkan punggungnya perlahan.
"Hasta..?" ucapnya masih melirik siapa yang menunggunya.
"Kamu... kenapa bisa ada disini?" Tanya bingung dengan sedikit terheran karna keberadaan Hasta disampingnya.
Hasta menghela nafasnya lega dan berujar "Gue tadi liat lo pingsan didepan toilet, jadinya gue bawa lo kesini," Jawabnya biasa tetapi membuat gadis itu tenang.
"Tapi, kenapa kamu bisa ada ditoilet?" Tanya yang masih dengan raut penasaran sedikit tidak percaya.
"Pertanyaan bodoh, emangnya orang kalau ditoilet harus ngapain. Gue cuma liat lo sudah tersungkur didepan toilet laki-laki dan akhirnya gue bawa lo kesini".
"Toilet laki-laki?" Dia masih bingung dengan penuturan Hasta yang menatakan kalau dirinya pingsan ditoilet laki-laki.
"Udah jangan difikirin, Gimana keadaan lo?" Sergahnya yang sedikit jengah melihat Vierra yang sedari tadi berfikir keras.
"Mmm... udah gk apa kok," Jawabya dengan senyum lega. "Makasih ya Ta." Imbuh Vierra. Hasta hanya mengangguki dengan senyuman hangat diikuti dengan pandangan teduhnya.
"Ya udah, ayo kita masuk." Ujar Vierra dan mencoba turun dari sisi samping ranjang kecil itu. Tetapi disisi lain, Hasta mulai berfikir tentang janjinya yang sudah ia ingkari kepada gadis itu. Vierra sudah turun dari ranjang dan mengajak Hasta yang masih terlihat melamun.
"Ta... ayo kita masuk," Vierra kembali mengajak Hasta yang masih bergelut dengan fikirannya. "Ta..." imbuh Vierra lagi dengan tepukan dibahu pada Hasta. Hasta sedikit terperanjat membuat Vierra berdelik.
"Kamu kenapa?" Tanya Vierra.
"Ah, gk kok. Ayo masuk," Elah Hasta.
Hasta sudah berdiri dan perlahan melangkah dibelakang gadis itu, ia masih memikirkannya sampai akhirnya tanpa berdiskusi dengan otaknya, Hasta menarik lengan Vierra dari belakang.
"Ada pa Ta?" Tanya Vierra yang sudah berbalik dan memnadang heran diwajah cemas pemuda itu.
"Gue cuma mau minta maaf sama lo, karna gk jadi jemput lo," Ujarnya bersalah dengan menatap lekat wajah gadis itu tanpa ragu,
"Aku ngerti kok, kamu jemput Farah kan?" Hasta menarik tangannya dari gadis itu dan sedikit menelik mendengar Vierra yang sudah tahu alasan nya.
"Udah gk apa, walaupun sebenernya kesel juga, tapi Farah lebih butuh." Imbuh Vierra dengan senyuman tipis untuk menghilangkan rasa bersalah pada diri Hasta. Vierra berbalik dan mulai berjalan dan diikuti langkah ragu oleh Hasta.
***
"Halo Bang, lo bisa jemput gue?" Tanyanya pada Sena yang baru mengangkat panggilan dari Vierra.
"Iyah, abang jemput kok. Kamu tunggu aja disana,"
Vierra mematikan telepon genggamnya lalu ia masukkan disaku bajunya.
Vierra sekarang berada dipinggir jalan samping gerbang. Ia hanya berdiri menunggu abangnya yang akan datang menjemput. Sinar matahari mulai redup dan sedikit menyisakan sinar hangatnya, kepala gadis itu hanya ia tundukkan dengan toelan kerikil pada ujung sepatu hitam yang ia kenakan.
"Ra!" panggil Farah yang datang dengan diboncengi oleh Hasta. Sapaan itu membuat gadis yang sedari tadi menunggu hanya melihat Farah dengan terperangah.
"Farah?..."
"Kamu pulang sama siapa?"
"Aku lagi nungguin abang aku," Jawabnya tersenyum kearah Farah. Sesekali Vierra melirik Hasta sekilas, yang sama sekali tidak menatapnya dan hanya memandang kedepan. Terlihat jelas sisi tegas samping wajah Hasta.
"Yaudah, aku pulang duluan ya Ra. Maaf gak bisa bantuin nunggu."
"Gk apa Farah, kamu duluan aja."
Sekilas sebelum motor Hasta mulai melaju, laki-laki itu melirik Vierra sekilas tanpa menunjukkan raut apapun yang bisa Vierra baca. Lalu mereka berdua berlalu meninggalkan Vierra yang masih menunggu jemputan. Tiba-tiba suara klakson mobil dari arah barat sedikit membuat Vierra mendengus kesal karna keterkejutan. Vierra berjalan menuju pintu depan samping kemudi.
"Ra, dari tadi muka kamu datar terus! Tumben gak seseneng kemarin," Ujar Sena membuka obrolan dengan adiknya yang terlihat dari pagi menekuk wajahnya.
Perlahan akhirnya Vierra menatap kearah lawan bicaranya, picingan mata tajam dari Vierra hari itu bisa membunuh harimau sekalipun tanpa melawan. Sena yang melihat lirikan mematikan yang diberikan oleh adiknya hanya bergidik ngeri. Sena lalu lebih merapatkan bibirnya yang terkatup dan menatap fokus jalan ramai tanpa membual lagi dengan adiknya yang seperti orang kesetanan.