Chapter 21 - Sesal

Tit... tit...

Perkataannya terpotong karna suara klakson yang memekakkan indra pendengarannya. Gadis itu dan Hasta menoleh terhadap mobil sedan tersebut.

"Ayo Ra!," seru Gio yang telah membuka kaca mobil dan langsung menyondongkan kepalanya memanggil Vierra dari dalam kemudi.

Hasta mengambil pandang pada Vierra. gadis itu lalu melirik ke arah Hasta dan berujar walau pun sedikit terasa tidak enak hati.

"Ta, aku duluan ya," pamitnya tanpa basa-basi. Ia berlalu dari hadapan Hasta dan meninggalkannya.

Tatapan datar Hasta masih mengikuti bayangan Vierra. Vierra sudah memasuki mobil dan tidak lama mobil itu berjalan mengambil jalan besar. Satu helaan nafas mencelos dari Hasta dan mulai menjalankan motornya.

"Yo! Kenapa lu jemput gue sih?," ujar Vierra lemah tapi terdengar kesal. perkataannya bisa membuat Gio menautkan kening heran dengan mulut yang sedikit termangap.

"Lo gila ya! Kan ello yang minta supaya gue jemput!"

"Ya sih, tapi kan tadinya hampir aja gue pulang bareng sama Hasta. Ehhh... lo-nya dateng. Kan gk jadi namanya." katanya seperti sudah menyesal meminta dijemput oleh Gio.

"Makanya, kalo mau pulang bareng tu liat situasi," Gio hanya heran melihat sahabatnya yang dilanda cinta bertepuk sebelah tangan seperti ini. Vierra yang menyimak hanya mendesah lemas.

Sedari tadi tidak ada percakapan yang mengganggu atau gurauan, hanya saja Vierra masih dengan penyesalannya yang membuatnya mengantuk sampai ia tertidur pulas didalam mobil Gio.

Dia kelelahan dengan hati dan kegiatannya hari ini. Perasaan terkulai sakit dengan kejadian yang tidak direncanakan terjadi membuat fisiknya kian hari semakin melemah. Gio menatap Vierra yang tertidur pulas dengan tenang, terlihat nyaman dengan keberadaannya. Ulasan senyum dari Gio untuk Vierra. baru saja dia bertemu dengan sahabatnya, tetapi sudah menghadapi rasanya jatuh cinta seperti ini. Tidak seperti dulu yang ia ingat dari gadis itu. hidup tanpa beban cinta dan tanpa air mata untuk seorang laki-laki.

***

"Ra... Vierra... bangun. Kita udah sampai rumah kamu." ucap Gio membangunkan empu Vierra dengan tepukan pelan dibahunya.

Vierra melenguh, dia membawa tangannya untuk mengusapnya kasar matanya untuk menstabilkan penglihatan. Dia memandang luar dari jendela dalam mobil untuk melihat rumahnya.

"Ayo turun," kata Gio. Vierra mengangguk dengan menguap sekilas dari mulutnya.

Vierra dan Gio sudah turun dari mobil dan berlalu kedalam. Gio mengikuti langkah Vierra masuk kedalam.

"Yo, lo gak balik?" ucap Vierra saat sampai didepan pintu.

"Sekarang, tapi gue mau pamit sekalian sama orang tua lo. gue mau balik ke Jakarta"

"balik? emangnya tante Vina ngusir lo?"

"Ya nggk lah, masa gue diusir!" katanya tidak terima, Vierra terkekeh melihat raut waja Gio yang kesal "Gue Cuma mau balik ke Jakarta, 3 atau 4 hari setelahnya gue balik kesini ketemuin lo. soalnya gue juga harus ngurus kerjaan Mama disana." Vierra menggangguk mengerti menatap sahabatnya itu.

"Yaudah kita masuk," Vierra lalu membuka pintu besar itu dengan satu dorongan ditangan.

Ia memasuki rumahnya diikuti langkah Gio. Terlihat kedua orang tua Vierra sedang duduk dihalaman belakang sambil meminum kopi berdua dengan pemandangan asri terlihat. Ruang bebas dengan manfaat penghilang kepenatan. Nampak kolam persegi panjang dan bunga taman menghiasi indahnya halaman belakang miliknya. Vierra lalu mengajak Gio menemui mereka.

"Ma, Pa." sapa Vierra. Gio hanya memberikan senyum sapa.

"Vierra, Gio?" ujar pak Husein.

"Oya Pa, Ma. Ini Gio ada yang mau diomongin," kata Vierra sekaligus mempersilakan Gio tuk bicara.

"Apa itu Gio?" Ujar mama menilik kearah Gio.

"Oya, hari ini Gio mau kembali ke Jakarta. Rencana Gio kesini mau pamit sama Om dan Tante. 3 atau 4 hari lagi Gio kesini, soalnya Gio harus ngurusin pekerjaan Mama disana."

"Yaudah, hati-hati ya Yo. Jangan lupa balik kesini sering-sering. Dan salam sama Mama kamu ya," Ujar Ibu Nona dengan senyuman hangat.

"Baik-baik disana nak Gio, bantu mama kamu supaya lebih bangga sama kamu." ujar pak Husein dengan tepukan pada bahu Gio.

"Gio ngerti Om. Kalau begitu, Gio izin pamit ya Om, Tante, Ra," Gio mengambil rengkuhan dari mereka masing-masing. "Salam ma Bang Sena juga ya," mereka hanya mengangguk mengerti.

Gio dan Vierra berlalu keluar.

"Hati-hati Yo!," Jangan lupa bawain Tante Mita oleh-oleh wong Surobayo," Ujar Vierra nyengir.

Perkataan Vierra tidak ditanggapi oleh Gio, dia tidak ingin pergi mencubit lengan Vierra atau menjitak kepalanya yang dapat menimbulkan kegaduhan dengannya. Gio hanya tersenyum pergi dengan lambaian tangan. Vierra kembali mengulas senyum haru, sedikit kehilangan sahabatnya disitusi rentan dalam hatinya.

"Jangan kangen sama gue, tinggal bentar gue balik lagi!" seru Gio yang telah didipan pintu mobilnya.

"Yeee, lo kali yang kangen sama gue!" tukas Vierra lalu menju;urkan lidahya mengejek.

Gio tekekeh ringan lalu melambai cepat dan membuka pintu mobilnya.

Mobil sedan itu telah berlalu meninggalkan Vierra yang hanya mengulas senyum lega.

Ia berlalu masuk menuju tangga dan berhambur kekasur king size dengan meneggelamkan kepalanya. Ia membalikkan tubuh serta kepalanya melihat dinding atas. Suasana ceria dengan warna biru laut yang mendominasi warna kamarnya, beberapa piala dan plakat berjejer disetiap ruang lemari kaca itu dengan lemari buku asimetris yang berada dekat meja riasnya. Tetapi tidak dengan nuansa hatinya seperti ini, ruangan ini hanya sebagai penenang mata untuk hatinya.