Hasta mengambil tempat duduk disalah satu meja pelanggan dengan meja kotak didepannya. Vierra masih mengikuti Hasta sampai ia mencoba duduk dikursi seberang depan Hasta. Vierra masih mencoba beradaptasi dengan sekitarnya, lirikan matanya tidak berhenti memandang sekeliling membuat Hasta yang melihat jengah sendiri.
"Bang!" panggil Hasta, "Baksonya ya, kalo lo vie?" tanya Hasta. Vierra yang mendengar panggilannya terhadap Hasta langsung menatap fokus mata Hasta. ia masih tidak percaya dengan panggilan itu.
"Lo mau makan apa?" tanya Hasta lagi yang membuyarkan lamunan Vierra. Gadis itu sedikit terlonjak dan berujar "Bakso juga mas," beritahunya melirik penjual bakso.
"Kamu sering makan disini Ta?" tanya Vierra.
"Ya," jawab seadanya. "Kamu sering kesini sama siapa aja?" katanya masih menyelidik Hasta. "Farah ya?" imbuhnya lagi.
Hasta tidak merespon, terlihat memandang mata Vierra sampai matanya saling manutkan pandangan. Hasta terlihat dengan semburat datar dan vierra justru dengan tatapan mata yang ingin mendapati jawaban.
"Gk, gue hanya ngajak lo," ungkapnya lugas. Vierra membulatkan mata tidak percaya. Hasta masih memandang raut vierra yang tidak percaya dengan ungkapannya.
"kamu bohongin aku ya?" selidik Vierra dengan cengiran.
"Terserah," kata Hasta melengoskan wajahnya kearah lain.
"Aku seneng banget tau Ta kalau aku orang pertama yang kamu ajak makan disini, yah walaupun aku bukan orang pertama yang ada dihati kamu. Tapi, itu udah cukup rasanya,"
"Tau gak Ta, kamu kadang bikin aku terbang kapan pun kamu mau, tapi disaat itu juga, kamu bisa jatuhin aku, gampang banget," ucapnya sendu namun tidak digubris oleh Hasta.
Vierra masih memandang Hasta dengan senyuman. Ia terpaku melihat wajah tegas yang ada dihadapannya saat ini sampai penjual bakso datang membawa pesanan mereka. Bakso sudah tersuguhi didepan mereka untuk disantap.
Hasta sudah mulai mengambil sendok dan garpu untuk membantunya menyantap makanan, Vierra juga turut melakukannya. Vierra mulai memasukkan bola daging itu kedalam mulutnya.
"Ta, enak yah." ujarnya melirik Hasta dengan semburat rasa tidak percaya dengan kenikmatan bakso itu. Vierra melirik wanita itu dan terlihat sedikit mengulas senyum kecil tapi sangat bermakna bagi wanita itu.
Vierra semakin melebarkan senyumannya dengan pelolotan tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Pemuda itu tersenyum padanya. Hatinya mulai berdegup dua kali lipat seperti biasanya. Seketika senyuman itu sudah hilang dan pemuda itu mulai melihat bakso yang ada didepannya dan melahapnya
"Ta, apa kamu masih ingat dengan permintaan aku?" ujar Vierra hati-hati yang telah diselimuti keraguan sedari tadi. Hasta sekejap memberhentikan suapannya dan beralih menatap gadis lancang yang membuatnya memberhentikan makannya.
Vierra bingung dengan tatapan pemuda itu, hanya datar yang dia suguhkan.
"Anggap saja kita memulainya malam ini," kata Hasta santai dengan menatap dalam mata Vierra. gadis itu mengernyitkan kening, bingung dengan ungkapan Hasta.
"Maksud kamu?"
Vierra termangu mendengar penuturan Hasta karna jawaban yang sedari tadi membuatnya terheran penasaran. Pemuda itu mengatakan "Mari kita mencoba." Satu kalimat itu membuatnya hatinya terlonjak kaget seperti sekarang ini. Pemuda itu menatapnya yakin serta mendalam walaupun terlihat datar. Dia tidak mengerti dengan kicauan hatinya yang berterbangan. Ia mulai mengulas senyum lebar tidak percaya menyetabilkan raut yang kian mengejutkan dirinya.
Mata Vierra mulai memajukan wajahnya menilik lekat wajah datar Hasta, mencari seribu makna dalam kedataran wajah itu melalui mata teduhya. Keyakinan dan kejujuran, itulah yang ia rasakan sekarang. Hasta tidak mengelak dari tatapan penuh selidik mata gadis itu. Ia merasa tidak marah gadis gila ini menatapnya telanjang seperti itu.
Tanpa pemberitahuan, Hasta dengan perlahan menutup kedua mata Vierra dengan satu telapak tangan kanan miliknya. Tidak perduli dengan suara-suara riuh pejalan kaki dan lontaran perbincangan dari pelanggan.
Vierra bergeming, tidak tau harus melakukan apa.
Dia hanya terdiam memberikan cela untuk pemuda itu melakukan apapun. Hasta tersenyum kecil melihat gadis didepannya yang ia tutupi matanya, gadis ini tidak memberontak. Fikirnya gadis ini benar-benar mencintainya. Dengan tidak ragu, Hasta mulai memajukan wajahnya dan berlalu kebagian sisi telinga kanan milik Vierra. Tidak ada anting dan hanya terlihat uraian beberapa rambut hitam miliknya menutupi bagian indra pendengaran.
"Apa lo ingin egois?" Vierra tersentak mendengar itu, lalu dia memundurkan wajahnya seperti semula. Heran bercampur bingung gadis itu suguhkan pada Hasta. Hasta juga sudah memunndurkan wajahnya dan tetap menatap Vierra dengan seringaian.
"Maksud kamu apa Ta?" tanya Vierra tidak nyaman.
"Lo tau permintaan lo itu egois? Membantu tetapi menginginkan, tidakkah itu egois namanya?" jawabnya santai itu terdengar mencekik.
Dada Vierra langsung tertusuk mendengar itu, ia menggeratkan gigi dan wajahnya. Kedua tangannya saling meremat dipangkuannya, ingin menguatkan diri. Matanya sedikit berkaca, tetapi tidak ingin memberi celah untuk menceloskan air mata yang ingin keluar. Dengan lirih namun nada bicaranya sedikit tertahan dan mulai berujar.
"Egois? Yah, kamu benar. Aku adalah perempuan egois untuk saat ini. Kamu tau, aku sudah sangat senang mendengar kata mencoba dari kamu tapi kamu langsung membalikkannya menjadi kata egois Ta. kamu berlebihan."
Hasta tertawa lirih mendengar penuturan Vierra, lalu menatap gadis itu dengan seringaian.
"Berlebihan? gue rasa tidak. Tapi gue hanya ingin menghargai permintaan lo saja, karna telah membantu gue. Apa yang pertama kali gue ucapin untuk mencoba dengan lo itu adalah benar adanya. Tapi, gue hanya menegaskan kalau resiko yang lo ambil hanya akan menyakiti diri lo saja, atau mungkin gue atau Farah, Bukankah itu egois?" kata Hasta lugas.
Vierra mulai menstabilkan perasaanya dan mulai mengulas senyum sendu.
"Baik, kamu bisa hargai aku sesuka kamu. Tapi, aku berharap sama kamu coba liat aku sebagai orang yang mencintai kamu, dan kalaupun itu sia-sia, aku akan benar-benar berhenti disaat kamu menjalin hubungan dengan Farah." Ujarnya dengan percaya diri.
Tidakkah perbincangan mereka hanya menimbulkan luka. Terlihat gadis itu sudah tidak mengenal situasi malam ini. Nampaknya, malam ini suram dengan suasana tanpa rasa seperti mereka berdua.
Hasta merusak suasana hatinya.
"Ta, mari kita mencobanya," ucap Vierra mantap menatap hangat Hasta. Hasta menoleh dan menyembulkan senyum sekenanya dan mengangguk.
Tiba-tiba, suara deringan serta getaran menyadarkan mereka berdua. Dengan cepat, Hasta mengambil telepon pintarnya karna sudah tidak nyaman berada dikantongnya. Ia lalu melihat layar ponselnya dan tertera nama Farah disana. Hasta sedikit canggung, ia melihat gadis didepanya yang ternyata mengamatinya.
"Siapa?" gerak bibir Vierra tanpa suara.
"Farah," ucap hasta menjawab lirih.
"Yaudah angkat." kata Vierra. Hasta mengangguk. Sebenarnya, ia sungkan dengan Vierra yang bersamanya karna ingin menjaga perasaan wanita itu. Mereka berdua ingin mencoba dan akhirnya mereka harus menjaga hati disaat mereka bersama.
Dengan sedikit ragu hasta mulai menjawab telepo dari Farah.
"Halo Ra," ujar Hasta memulai.
"Ta, kamu mau nggak jemput aku sekarang?kita baru aja selesai rapatnya, tapi semua udah pulang Ta, aku nggak tau harus sama siapa dan Faldo juga masih sakit. Kamu mau kan?"
"Yaudah kamu tunggu disana, jangan keman-mana ya. Aku segera dateng." Hasta berujar tanpa basi-basi. Ia khawatir dengan Farah yang sendirian disekolah yang gelap malam ini.
"Makasih ya Ta, aku tunggu. Hati-hati ya."