"Vierra…!" panggil seseorang membuat langkahnya terhenti lagi. Vierra kembali berbalik melihat si pemanggil. Lamat-lamat ia menilik seseorang itu dan ternyata itu adalah Hasta. Cukup mengejutkan dirinya akibat kedatangan Hasta yang tiba-tiba.
"Ta?" ucap Vierra lirih dan memicingkan mata melihat seseorang yang ia kesalkan sedari tadi. Hasta mendekati gadis itu.
"Kalau lo dah punya cowok jangan pernah mencoba sama gue," ucap Hasta tiba-tiba dengan nada kesal. Vierra berdelik memandang bingung Hasta.
"Ta, maksud kamu apa?" kata Vierra sedikit menautkan kebingungan.
"Itu tadi cowok lo kan?" Tanya Hasta. Vierra semakin bingung dengan tuduhan laki-laki didepannya.
"Dia? Dia adalah orang yang gak aku kenal Ta"
"Gak kenal? Tadi dibonceng itu namanya apa"
"Ta kamu kenapa sih?" kata Vierra masih terlihat bingung.
"Kamu cemburu ya?" Terka Vierra dengan memasang muka mesem diwajahnya. Hasta berdelik menautkan kening.
"Ha?"
"Udahlah Ta, kamu cemburu ya?" Ucap Vierra masih dengan cengiran dan mesem diwajahnya.
"Nggak, si…siapa yang cemburu?" ujarnya beralasan seperti orang yang tertangkap basah. "Gue tadi liat lo jalan ditrotoar dan kenapa lo belum pulang?" ujarnya yang sudah menormalkan dirinya.
"Mmm… cuman pengen cari angin aja," jawabnya santai.
"Dan balik sama Angga?" Ucap Hasta. Vierra memicingkan matanya mendengar nama Angga keluar dari mulut Hasta.
"Kamu tau dia Ta?" Tanya Vierra mendelik.
"Dia temen kelas gue, kenapa? mau gue salamin sama dia?" kata Hasta masih lingkup sedikit kecewa.
"Kamu lucu tau gak Ta. Ternyata, kamu juga bisa cemburu kayak gini sama aku," ujar Vierra menilik lekat wajah Hasta.
Hasta langsung membuang wajah kearah lain. Vierra hanya terkekeh kecil, senang akan tingkah cemburu Hasta padanya.
"Oh iya, Farah udah kamu jemput?" Tanya Vierra teringat. Hasta hanya mengangguk, tidak ingin menatap.
"Ta, sini liat aku," pinta Vierra tetapi Hasta tidak bergeming dari tatapannya kearah lain, sampai kedua tangan Vierra membawanya kedalam tatapan penuh wanita itu.
Hasta tidak berkutik dengan perlakuan Vierra, dia hanya ikut menatap lekat wanita didepannya. Hasta merasa resah dengan dirinya, karena belakangan ini sering memikirkan wanita gila ini walaupun sering kali ia tepis.
"Denger aku Ta, selama aku bantu kamu mendapatkan Farah dan ikatan kamu sama dia belum terjalin. Aku janji Ta, aku janji akan tetap cinta sama kamu," ucapnya penuh dengan keyakinan menegaskan dirinya terhadap pemuda itu.
Hasta menilik mata wanita itu lekat, hatinya terasa resah akan penuturan wanita ini. tetapi disisi lain pernyataan itu membuatnya terlonjak senang sampai ia tidak menyadari jantungnya berdetak lebih menggema dari sebelumnya. Hasta mengambil kedua tangan Vierra disisi wajahnya lalu menurunkannya perlahan. Tangan itu ia lepas membuat Vierra seperti hilang kepercayaan diri. Ia menatap tangannya yang baru dilepas oleh Hasta lalu menatap lekat datar wajah Vierra.
"Jangan berjanji seperti itu kalau nantinya hati seseorang tidak ada bedanya seperti permainan," ungkapannya membuat diri Vierra semakin bingung dengan Hasta. "Sudahlah, lo masuk aja. Salam sama Om dan Tante." Imbuh Hasta tidak ingin terlarut dengan situasi seperti ini. Hasta sudah menaiki mobil hitam-nya dan berlalu menyusuri komplek untuk pulang.
Sebenarnya, Hasta sudah mencari wanita itu ditaman tempat mereka makan malam, tetapi tidak sekalipun ditemukan. Ia mulai berfikir bahwa wanita itu sudah menaiki taksi untuk pulang. Hasta mulai mengambil laju kendaraan untuk melihat Vierra dirumahnya sudah pulang atau tidak. Ketika sudah sampai, ia menemukan gadis itu dengan seorang laki-laki yang ternyata adalah teman kelasnya Angga.
Hasta tidak ingin langsung menemui, hanya menunggu mereka selesai. Perbincangan mereka samar-samar terdengar. Perasaan aneh itu datang lagi, tidak menentu namun mendominasi rasa kekesalan. Setelah dirasa Angga sudah pergi dari hadapan gadis itu dengan kendaraannya, akhirnya dia keluar dan memanggil Vierra.
***
"Vierra kamu sudah pulang? Hasta mana?" kata Ibu Nona menyambutnya yang melihat kedatangan anaknya yang ingin berlalu masuk ditangga.
"Udah pulang Ma, oya Ma Papa mana?" Tanya Vierra mmelirik sekitar mencari keberadaan sang ayah.
"Dia lagi dibalkon Ra, katanya gk bisa tidur," ujar Ibu Nona.
"Emang Papa kenapa Ma?" Tanya Vierra dengan raut penasaran serta cemas.
"Mama juga gk tau, kamu tanya aja sama dia. Yaudah, mama kekamar dulu ya. Dan jangan lupa suruh Papa kamu cepat tidur" kata Ibunya dan berlalu setelah menepuk hangat bahu Vierra.
Vierra melangkah menuju balkon, tempat dengan penuh kesunyian serta sendu yang sekiranya merasuk. Melihat sang Ayah duduk dikursi dengan memandang teduh kesunyian didepannya, tidak ada yang menemani, hanya gemercik air mancur terdengar merdu. Vierra mengambil kursi disisi samping ayahnya. Sang ayah tersadar, lalu tersenyum kecil. Vierra memandang kedepan dengan satu helaan nafas dan mulai berujar.
"Papa kenapa belum tidur?" Tanya Vierra.
"Papa belum ngantuk. Oya, gimana makan malam kamu dengan Hasta?"
"Lancar. Ini kerjaan papa kan?" \ Pak Husein terkekeh kecil mendengar pertanyaan Vierra.
"Yah, Papa rasa kamu senang dengan itu,"
"Papa tu orang yang teramat peka yang pernah ada, tau gk. Aku jadi gk bisa nyembunyiin apapun." kata Vierra.
"Makanya, jangan pernah tutupi apapun itu dari Papa. Karna Papa liat itu semua dari mata kamu Ra. Kamu tau, aura mata tidak pernah berbohong sekalipun kamu mengelabuinya."
Vierra melirik sang ayah, ia ingat akan rahasianya, tidak tahu harus melakukan apa. Tatapan gadis itu rapuh, seperti akan pergi besok. Bola matanya buram, air memenuhinya dipelupuk, ingin rasanya ia curahkan semuanya dan menangis sedu sedan menumpahkan segalanya. Tetapi ia masih bertahan dengan menguatkan kegetirannya.
"Pah, kalau sekiranya Papa ada yang difikirin, papa ngomong aja sama aku. Jangan jadiin beban Pah, nggak baik" ujar Vierra.
"Nggk ada, cuma pengen cari angin segar aja. Udaranya bikin tenang. Papah suka" ucap sang ayah teramat nyaman dengan suasannya sekarang.
"Yaudah, papa tidur sana, mama nungguin. Aku juga mau tidur, ngantuk," ujar Vierra yang telah menormalkan perasaannya. Pak Husein mengangguk dan berdiri.
"Selamat malam pah," ucap Vierra bersamaan dengan ayahnya sebelum berlalu kekamar masing-masing.
"Kamu juga." ujar sang ayah tersenyum.
Sebelum saling meninggalkan, Pak Husein memanggil Vierra.
"Vierra." Panggil ayahnya lembut.
Vierra berbalik menatap ayahnya.
"Papa selalu ada." Ucap Pak Husein dengan seulas senyum hangat lalu berbalik menuju kearah yang lain.
Vierra terdiam dengan sejuta jaringan hormone yang berkelabat diotaknya.
***
"Bang, cepetan. Nanti gue telat." ucap Vierra terburu dimeja makan.
"Iya Ra, bentar. Makanan Abang masih belum habis." Ucap Sena juga ikut terburu.
"Nanti aja lo makan dikantor, ayok ah"
"Entaran Ra, waktu masuk kamu masih banyak Ra, pelan aja!" sungut Sena.
"Vierra, kamu habisin makan dulu aja. Biarin abang kamu ngabisin makanannya," ujar Ibu Nona melerai.
"Tu!," tukas Sena, Setuju dengan ucapan sang ibu.
"Habisin makan kamu dulu Ra" suara Pak Husein terdengar, Vierra hanya mengangguk pasrah.
Vierra menatap sinis kearah Sena, menyemburatkan kekesalan. Sena menghela nafasnya kasar dan memutar bola matanya malas. Ia kembali meneguk air putih yang ada didepannya dan berdiri.
"Ayo Ra," Sena telah selelsai dengan sarapannya. Vierra menaikkan senyuman sumringah tetapi Sena jengah melihatnya.
"Ok bang! Ma, Pa aku berangkat dulu," Ujar Vierra.
"Hati-hati ya." ujar Mama Nona.