Vierra sedang sarapan bersama keluarga, dia hanya menampilkan wajah datarnya dan kurang nafsu melihat makanan yang sudah tersedia didepannya. Dia sudah berpakaian seragam.
Ia masih kesal.
Kedua orang tuanya dan Sena saling memandang satu sama lain karena keheranan dengan raut wajah Vierra yang tertekuk. Pak Husein tahu betul mengenai anaknya yang kesal dengan ketidaktahuannya akan kedatangan Hasta yang akan menemaninya jalan-jalan.
"Selamat pagi semuanya," Sapa Gio dengan lambaian tangan dari belakang punggung Vierra.
Sapaan dari Gio membuat semua orang melemparkan pandangan sepenuhnya pada pemuda itu. Tetapi tidak dengan Vierra, gadis itu belum sadar akan kedatangan sahabatnya dipagi hari. sampai Vierra dikejutkan dengan tepukan bahu dari Gio membuat gadis itu tersadar.
"Gio!, ngagetin aja lu," ketusnya pada Gio yang membuatnya sedikit terkejut.
"Lo kenapa ngelamun gitu, sampai kedatangan gue gak dirasa."
"Gio, ayo duduk dulu, kita sarapan bareng," Ajak IbuNona pada Gio yang masih setia dibelakang Vierra.
"Baik, tan." Gio mengambil tempat duduk dikursi samping Vierra.
Gio sudah seperti keluarga bagi keluarga Vierra dan sebaliknya. Kedekatan sedari kecil membuat kedua orang itu saling bertautan dengan keluarga masing-masing.
Dulu mereka tinggal bersebelahan rumah, setiap hari selalu bersama. Tk bareng sampai studi dijerman pun bareng. Tetapi, karna suatu alasan akhirnya Vierra pindah bersama keluarga, tapi tidak sebagai perentang jarak untuk mereka. Mereka sudah saling memahami satu sama lain, tidak ada yang disembunyikan. Tetapi lain hal dengan situasi Vierra saat ini, kemungkinan memberi tahu orang terdekatnya bukanlah hal gamblang.
"Yo, lo udah selesai studi di Jerman?" Tanya Sena membuka kembali perbincangan.
"Iya bang," jawabnya cepat. "Malahan selesainya bereng sama Vierra." imbuhnya santai, tetapi membuat Sena berdelik.
"Tapi kok, kenapa waktu itu gk pulang bareng sama Ara?" Tanya nya lagi yang masih penasaran.
"Gk tau juga bang, soalnya aku gak tau kal-,"
"Gue berangkat! Ayo Yo, anter gue!" Ujarnya tiba-tiba.
Sedari tadi ia sudah tidak nyaman dengan pembicaraan Sena dan Gio yang menurutnya akan menuntutnya dipertanyakan segera. Jadi, untuk keamanan dan menghilangkan kekhawatiran, akhirnya dia mencoba memotong pembicaraan.
Semua orang memandang Vierra, dan Gio hanya mengangguk karna ajakan gadis itu. Gio menyudahkan sarapannya dan berlalu mengikuti Vierra keluar.
"Ya sudah Ma, Pa, bang Sena. Aku pamit dulu."
"Hati-hati, ya," kata Ibu Nona.
Mereka telah memasuki mobil dan mulai melaju dengan menyusuri komplek perumahan elit itu. Pada saat Vierra melewati rumah Hasta, dua mata saling terpaut untuk melihat.
Hasta masih dengan mempersiapkan motornya untuk kesekolah dan Vierra dengan Gio dalam satu mobil. Hasta kurang memahami situasi hatinya saat ini, dia merasa kesal dengan pemandangan itu. Disisi lain, Vierra hanya memikirkan Hasta yang segera menjemput Farah. Apakah Hasta bisa cemburu melihatnya dengan Gio? Harapannya terkekeh membuatnya tersenyum miris melirik Hasta.
"Ra, laki-laki yang kemarin kerumah kamu itu siapa?" Pertanyaan Gio yang masih berkendara dipertengahan jalan besar.
"Dia, dia orang gue suka Yo, tapi dia sulit." Jawabnya lemah. Mendengar hal itu, Gio terperanjat tidak percaya.
"Astaga! Demi apa lo, sekarang lo sedang jatuh cinta?! God, gue gk percaya!" serunya tidak percaya. "Gue kira lo nungguin gue nikahin lo, karna gue rasa lo gk selera sama laki-laki kecuali gue. Hahaha, cubit gue Ra. Kalau ini bukan mimpi!," Vierra sedikit kesal dengan ucapan Gio.
Vierra mencubit Gio sampai pemuda itu langsung berteriak kesakitan untuk menyudahi.
Arghhhhh….
"Aduhh… lo dendam ama gue, sakit tau!" Sarkasnya kesakitan.
"Ck! eh sengek! Lo yang minta dicubitin, ya gue turutin lah!" Elahnya juga tidak terima.
"Ok… kalau gue suruh lo cium gue, gimana?" kata Gio.
"Gue turutinlah!" Seketika wajah Gio mengulas senyum lebar "Pake bibir sepatu gue!, mau lo!" tandas gadis itu membuat Gio yang sudah menyodongkan bibirnya malah terkesiap bangun menutup bibirnya rapat dengan telapak tangan, takut akan asumsi Vierra.
Mereka kembali terdiam satu sama lain. Tapi, tidak lama Gio berujar lagi.
"Oya Ra, lo kenapa gk kasih tau gue kalau lo mau duluan pulang ke indo?"
"Gue... gue cuma kangen sama keluarga gue Yo. Maaf ya gue main kabur gitu aja," Jawaban Vierra hanya ber"oh" kan oleh Gio tanda ia mengerti.
"Seharusnya, lo kasih tau gue, jangan sendirian gitu aja. Gue sampai khawatir tau gak,"
"Maaf, tapi gue kan udah hubungin lo?"
"Iya, tapi gue tetep khawatir karna lo pulang sendiri tanpa kasih tau gue dulu,"
"Ck! Bukannya lo malah seneng, biar gue gk ganggu lo terus," Kata Vierra dengan senyum ejekan.
"Jangan mulai deh, gue Cuma sayang sama lo. Gue hanya akan nikah kalau itu lo atau wanita yang lo pilihin sama gue." Katanya yakin membuat gadis itu tersenyum hangat.
Vierra terdiam lalu menghela nafas lega.
"Baik nona, akhirnya kita sampai juga," Ungkap Gio senang dengan melihat Vierra karna sudah tiba disekolah.
"Thanks ya, gue masuk dulu," Gio memberikan anggukan serta senyuman kepada Vierra.
Vierra sudah turun dari mobil Gio. Vierra melambaikan tangan dari luar, tetapi tiba-tiba Gio membuka kaca mobilnya dan menyondongkan kepalanya melihat Vierra.
"Kenapa?" Tanya Vierra.
"Nanti gue jemput ya!,"
"Mmm, nanti gue hubungin kalo gk ada yang jemput." Gio tersenyum mendengar hal itu, "Ya udah, yang rajin!" Vierra menyembulkan kekehannya dan Gio yang sudah menutup pintu mobil dan berlalu.
Disisi lain, Hasta masih menatap seseorang yang berada didepan gerbang. Tanpa sadar, setelah Vierra berbalik dan melihat Hasta, gadis itu memandangnya lekat dengan senyuman kecil. Tetapi, Hasta langsung melajukan motornya kedalam area sekolah. Satu helaan nafas Vierra keluarkan dengan senyum lirih. Vierra berlalu kedalam sekolah dan langsung mengambil tempat dikelasnya.
"Hai Farah, " Sapa Vierra dengann senyuman.
"Hai Ra, " jawabnya dengan tolehan senyum jua.
"Oya Far," Kata Vierra teringat, dia membuka tasnya dan mengambil sebuah buku kecil. "Ini diary kamu kan? ini aku temuin disini, pasti jatuh dari tas kamu." Farah menatap bukunya senang karna sudah ditemukan. Vierra memberikan buku itu dan langsung diambil oleh Farah.
"Astaga, terima kasih ya, Ra, aku udah khawatir banget saat buku ini ilang. Aku cari kemana-mana tapi gk ada, untung ada dikamu. Makasih ya, Ra," Vierra mengangguk.
Farah memasukkan buku itu kedalam tasnya dan duduk disebelah Vierra. Saat ini hati Vierra ingin mengatakan sesuatu. Janjinya tidak boleh ia ingkari, walaupun sangat sulit untuknya.
Perlahan ia menatap Farah dengan ragu. Menurutnya, menunda adalah hal yang tidak baik, ia takut Hasta lebih menghindarinya dan mengatakannya seorang yang ingkar. Bukankah ia menawarkan janji karna ingin terlihat olehnya dengan permintaan sebagai imbalan?!. Dengan jelas diraut wajahnya beban yang ia ingin tumpahkan sampai kata-kata itu pun coba ia lontarkan.
"Far..?" ucap Vierra hati-hati.
"Iya Ra?" Farah melengoskan wajahnya kearah Vierra.
"Emmm, maaf kalau aku sudah lancang dengan membuka diary kamu. Aku, aku sedikit membaca tentang kamu dan Hasta," raut muka Farah sedikit memicing ingin mendengar penjelasan lebih dengan teliti.