Chapter 15 - Kesal

Tiba-tiba...

Suara larian panjang anak laki-laki dengan memakai seragam SMA sepertinya mendatangi Vierra dengan nafas yang tidak beratur. Seragamnya terlihat awut-awutan dan sedikit lebam diwajahnya. Dia menundukkan punggung dengan menopang kedua tangan di lutut dan mulai terdengar jelas nafasnya yang terengah. Vierra yang melihat laki-laki didepannya hanya mengkerutkan keningnya heran.

"Lo... lo mau manjat?" Tanya laki-laki itu menunjuk tebok didepannya dengan nafasnya yang masih belum teratur.

"Iya! Terus lo?" tanya Vierra masih dengan raut keheranan.

"Gu.. gue juga mau manjat, gue telat," Ujarnya sedikit menetralkan nafasnya. Ia menegakkan tubuhnya dan mencoba memandang jelas wanita didepannya.

"Lo kenapa larian gitu, dan dijidat lo? kenapa berdarah?" Ujarnya menilik lekat kening laki-laki itu.

Laki-laki itu langsung menyentuh jidatnya dan langsung meng "aduh" kesakitan karena titik luka pada keningnya ia sentuh kasar. Vierra lalu merogoh tasnya mencari sesuatu, dan ketika ketemu ia lalu memberikannya pada laki-laki itu, sebuah hansaplast. Laki-laki itu melihat mata wanita itu lekat dan sedikit menyembulkan senyum tipisnya.

"Nih, lo pake biar gk jelas kalo lo udah tawuran" Ucap Vierra.

"Kok lo tau kalau gue tawuran?" Tanyanya sedikit heran meminta penjelasan. Dia mengambil benda yang disodorkan Vierra kepadanya. Kerutan dikening vierra semakin membuatnya jengkel dengan pertanyaan bodoh laki-laki ini. pemuda itu mulai membuka plester pada hansaplast itu lalu menempelakannya pada kening yang sakit.

"Semua orang juga tau kalau seragam lo awut-awutan dan muka lo banyak lebam kayak gini pasti disimpulkan karna udah kelahi atau lo kejedot selokan" Ujarnya menjelaskan dengan nada ngotot.

"Pinter juga lu." Ucapnya dengan anggukan paham sekaligus cengiran bodohnya membuat Vierra hanya berdelik.

"Lo nya aja yang bodoh!" Ungkapnya ketus dan lirih.

"Apa lo bilang?" Sergah laki-laki itu sedikit terperanjat.

"Gk, gk. Kapan naiknya kalo ngobrol gini, kita udah telat banget." Elahnya sedikit cemas. Laki-laki itu kembali melihat tembok datar itu dan sembari mencari akal untuk membantunya naik. Seketika dia melihat kearah Vierra dari atas kepala sampai ujung sepatu, Vierra merasa heran dengan kelakuan mata laki-laki itu yang terlihat mesum kepadanya.

"Eh eh..., mata lo kenapa mandang gue gitu?" Sarkasnya tidak terima.

"Emmm... gimana kalau lo naik ke punggung gue, dan setelah lo berhasil masuk. Terus lo cariin gue tangga kecil yang dideket wc belakang. Gimana?" Penuturan laki-laki tersebut tentang idenya hanya dibalas picingan mata dan Vierra terlihat berfikir mengenai ide itu.

"Udah, jangan mikir, keburu bel istirahat," teguran laki-laki itu hanya dibalas satu helaan nafas kasar oleh Vierra.

"Yaudah deh, tapi awas aja lo! jangan modus !" ingatnya pada pemuda itu, laki-laki itu langsung menungging , mencondongkan tubuhnya serta mendatarkan punggungnya supaya gadis itu bisa menaikinya.

Vierra mencoba naik dengan pijakan pada sepatunya dipunggung pemuda itu, dengan pertahanan perut yang dilakukan oleh pemuda itu membantunya menahan berat tubuh gadis itu yang membuatnya sedikit kewalahan.

"Lo.. lo kenapa berat banget?" Ucap pemuda itu dengan nafas yang sedikit tercekat.

"Ya karna gue makan lah!, diem lo. tinggal bentar nih," Jawab Vierra jengkel. dia mulai berusaha menaiki tembok itu yang sedikit sulit untuknya.

"Awas jangan ngintip lo!" ujar Vierra mengingatkan dari atas.

"Berisik lo!, naik aja cepetan!" Mendengar itu Vierra berusaha lebih cepat menaiki atas tembok itu, dengan sedikit menelan waktu akhirnya Vierra berhasil menaiki tembok itu dan langsung melompat turun.

"Cepat cari tangganya!" Ucap pemuda itu teriak pada Vierra yang ada dibalik tembok dalam sekolah.

"Tunggu, gue cari dulu!" Jawabnya teriak.

Vierra mengikuti kata pemuda itu dengan mencari tangga kecil dibelakang WC dan akhirnya ia mendapatkannya. Vierra mengambil tangga kecil itu dan langsung kembali pada dinding tembok tempat pemuda itu akan naik.

"Tangganya ada nih!"

"Bagus! Sekarang lo lempar tangga itu!"

"Ya udah, tapi lo munduran!"

Pemuda itu langsung memundurkan langkahnya menjauh dari tempat itu agar tangga yang dilemparkan gadis itu tidak mengenainya. Lemparan tangga itu bisa dilihat langsung oleh pemuda itu dan langsung mengeluarkan suara dentuman cukup keras. dia mengambil tangga itu dan langsung mempersiapkan dirinya untuk naik dan langsung lompat turun. Vierra melihat pemuda itu lompat akhirnya lega karna tidak ada yang melihat perbuatan mereka yang berhasil masuk.

"Thanks ya, yaudah gue masuk dulu!" Ucap Vierra dan langsung berlari setelah pemuda itu berhasil melompat masuk.

"Nama lo siapa?!" teriak pemuda itu pada Vierra yang masih berlari.

"Vierra!" Jawab Vierra teriak langsung melanjutkan lariannya yang sudah terhenti.

Pemuda itu hanya menyembulkan senyum tipis menanggapi hari ini yang membuatnya sedikit beruntung. Beruntung akan perkenalan dengan gadis itu walaupun tidak dengan waktu dan tempat yang bagus. Pemuda itu berjalan menuju area koridor sekolah dengan mengendap.

Setelah kedatangannya didepan pintu kelas diberengi dengan larian, suara bel menandakan istirahat akhirnya membuatnya mendecit berhenti.

Vierra menghela nafasnya kasar karna keterlambatan yang ia ciptakan. Dia memejamkan matanya dalam dan berbalik arah untuk menutupi rasa malunya dan tidak ingin terlihat oleh guru yang sedang keluar diikuti para siswa lainnya. Tapi, tepukan dari belakang pada bahunya ia rasakan dan sedikit membuatnya tersentak. Perlahan dia membalikkan tubuhnya dan melihat siapa pelaku yang menepuk bahunya. Dan ternyata seorang guru perempuan yang sudah selesai mengajar dikelasnya. Vierra berdelik melihat wajah guru didepannya yang datar dengan tatapan menajam yang terlihat akan marah. "ya sudahah, apa boleh buat" Fikirnya kesah.

"Kamu telat," Tanya sang guru yang berdelik tajam. Vierra hanya tersenyum nyengir seakan dia sudah tertangkap basah dan merelakan dirinya untuk dihukum. Tanpa basa-basi, gurunya langsung menyuruhnya berjemur ditengah lapangan sampai jam pelajaran masuk.

"Karna kamu sudah telat, kamu boleh ambil sikap hormat ditengah lapangan." Perintah sang guru datar dan langsung diangguki Vierra lemas.

Vierra berbalik menuju lapangan dengan langkah gontai tanpa semangat. Seketika dia berdecak melihat terik matahari yang bisa menyengat kulitnya. Dia sedikit tidak percaya apa yang dilihat sekarang, ia akan berjemur selama 15 menit dan keadaan ini menuntutnya mendapatkan malu dari teman-temannya. Ia hanya kesal telah berharap besar dengan tawaran sederhana seperti itu, tapi akhirnya dikecewakan.

Vierra mengambil tempat ditengah lapangan setelah berasumsi panjang mengenai keadaannya setelah hukuman selesai. Dia tidak menyadari tentang penyakitnya yang akan membuatnya semakin drop. Tetapi, apa yang bisa dia keluhkan kalau sudah terjadi. Tanpa bantahan apapun, ia berdiri dengan rematan ditangan serta kepala menunduk menyembunyikan wajahnya dari sinar matahari.

Ditengah koridor terlihat Hasta yang melirik gadis yang sedang berjemur ditengah lapangan, dengan lekat ia melihat gadis itu dan ternyata dugaanya benar kalau dia adalah Vierra.