Chereads / CINTA PERTAMA YANG TAK TERBALAS / Chapter 6 - Vespa Biru

Chapter 6 - Vespa Biru

Hari ini adalah hari pertama seorang Vierra masuk sekolah. Dia sekarang berada didepan rumah Hasta menunggunya keluar untuk berangkat sekolah bersama. Dengan semangat juang yang tinggi, dia menolak sang Ayah yang ingin menghantarkannya ke sekolah.

Pagi pagi ia masih menunggu sambil duduk dikursi taman perkarangan Hasta. Sekian lama dia menunggu akhirnya pemuda itu mulai keluar dari rumah coklat itu. Badannya seketika menegap berdiri, berjalan dengan sangat antusias dan mencoba melambaikan tangan memanggil Hasta.

"Pagi Ta?!" Sapa Vierra sumringah.

Sapaan gadis itu membuat Hasta menoleh terhadapnya yang berada didepannya melambaikan telapak tangan ria. Ia mendelik meihat sosok gadis itu, dia tersadar dengan yang ia lihat. Hasta langsung berlalu kedalam garasi untuk mengambil motor vespanya. Disisi lain, melihat Hasta yang lagi-lagi mencuekinya hanya memasang senyum maklum. Dia tahu kalau Hasta sedang mengambil kendaraannya. Ia berharap akan Hasta memberinya tumpangan kepada nya. Tetapi 00,01 persen pikirnya ia akan diterima apabila ia bisa memberi alasan telak.

Hasta keluar dengan motornya vespa biru dengan helm biru yang sangat cocok dengannya. Dia mulai melajukan motornya perlahan tanpa menghiraukan keberadaan Vierra. Saat motor Hasta berjalan didepannya, ia langsung memegang lengan Hasta membuat sang empu langsung memberhentikan lajuannya.

"Lo apa-apaan, si!?" Kesalnya marah terhadap gadis itu.

"Aku mau ikut, boleh kan?" Pintanya berharap dengan sunggingan senyum diwajahnya membuat Hasta memutar bola mata malas kedepan.

Hasta mencoba melajukan motornya dan tidak mau membiarkan gadis itu ikut dengannya. tapi, sentuhan ditangan lagi-lagi membuat Hasta menarik remnya. Dia melengoskan pandangan datarnya kepada Vierra yang masih menatapnya penuh harap.

"Nggak bisa!.." Tolaknya datar.

"Loh, kenapa gak bisa?, kan dibelakang sini gak ada yang duduk!" Ucapnya menepuk jok dibelakang Hasta.

"Ara yang akan duduk!!". Tegasnya lagi-lagi datar.

"Kan aku Ara, berarti aku bisa duduk dong?" Ucapnya sumringah.

"Farah!, bukan lo!..." ucapnya tegas yang membuat Vierra hanya ber"oh" ria.

"Tapi… tap.."

"Vierra, Hasta? Kenapa masih disitu? Dan Vierra, kamu sekolah juga?" Tanya pak Putra datang tiba-tiba dari balik pintu rumahnya.

"Iya om, ini hari pertama Ara sekolah disekolahnya Hasta. jadi, Ara kesini minta tolong sama Hasta buat nebeng, tapi kayaknya Hasta gak bisa deh om. Jadi Ara pulang dulu ya Om" Pamitnya beralasan.

Hasta yang mendengar alasan Vierra membuatnya mendesah kasar dengan masih memasang wajah datarnya. Dia tahu kalau alasan wanita itu akan membuat Ayahnya menuntut dia untuk menerima keinginan wanita gila itu. Kebersamaanya dengan Farah akan berjarak dengan kedatangan gadis gila itu. Ia tak bisa menjemput Farah sekarang.

"Hasta, biarkan Vierra berangkat sama kamu ya!.." titah papanya hanya dibalas anggukan malas oleh anaknya tanpa menoleh.

"Naik!" suruh Hasta datar. Vierra mengambil tempat di jok belakang Hasta. Selipan tangan Vierra dipinggang Hasta membuat pemuda itu hanya mendengus lemah.

Laju vespa Hasta melaju sedang. Vierra yang menatap jalanan masih tersenyum lebar karna harapannya berkendara bersama Hasta bisa diwujudkan, membuat perasaannya senang tanpa nyeri kepala menghampiri.

Di sisi lain fikiran Hasta, dia sedang memikirkan Farah yang tidak ia jemput tanpa pemberitahuan. Ia merasa khawatir dan bersalah. Walaupun dia mengetahui kalau gadis manis itu akan memaafkannya. Tapi tetap saja dia merasa bersalah karna tidak menjemputnya. Hasta menilik kebawah dadanya, disana masih melekat tangan wanita itu pada pinggangnya. Dia lagi-lagi menghela nafasnya dalam dan kembali fokus kearah jalan.

"Ta!! Kamu seneng gak?!" Teriaknya mengalahkan suara ramai kendaraan.

"Ta, jawab dong! Dosa lo gak jawab!" Ujarnya yang tidak direspon dengan perkataan sebelumnya.

"Seneng kenapa?" Ucapnya malas yang tidak didengar oleh Vierra.

"Kamu bilang apa Ta!, teriak yang kenceng Ta supaya aku denger!.." Teriaknya mengatur Hasta.

Hasta menggeratkan wajahnya, dia tidak suka bicara kalau tidak terlalu penting, fikirnya itu akan membuang waktu. Dan sekarang seorang Hasta disuruh teriak, kewibawaanya bisa ilang. Tetapi dia harus melakukannya supaya gadis gila ini berhenti bertanya.

"Senang kenapa!?" Teriaknya pertama kali membuat Vierra merekahkan senyumnya.

"Wah... suara kamu kalo teriak lebih legit ya?!" Pujinya nyengir.

Mendengar pujian dari Vierra membuatnya bingung sekaligus keheranan dengan perkataan gadis itu. Apa hubungan nya legit dengan suara beratnya?. Dia berfikir untuk menanggapinya apatis.

"Aku seneng Ta dibonceng sama kamu!!, aku harap setiap hari!" ungkapnya masih dengan teriakan.

Vierra orang yang tidak bisa menyembunyikan perasaannya pada seseorang tapi dia paling bisa menutup kesedihannya dengan topeng senyum diwajahnya. Hari ini dia merasa sangat senang dan kebahagiaan itu tidak bisa pungkiri saat ini.

"Cuma hari ini!!" jawab hasta teriak mendengar ucapan terakhir Vierra. Vierra hanya terkekeh.

"Kalau gitu, setiap hari aku kerumah kamu!" Ucapannya yang tidak lagi direspon oleh Hasta.

Mereka sudah sampai digerbang sekolah, Hasta menghentikan kendaraan didepan gerbang sebelum masuk. Hasta tidak ingin semua siswa melihatnya masuk dengan gadis gila itu.

"Ta… kenapa berhenti? Kenapa gak masuk langsung?" Ucapnya bingung.

"Turun disini!.." Ucapnya lirih.

"Tapi Ta…" Motor vespa itu berlalu masuk tanpa mengidahkan panggilan gadis itu.

Vierra berjalan masuk sendiri. Dia harus merasa terbiasa dengan sikap Hasta sampai pemuda itu terbiasa dengannya. akar keyakinan kalau cinta ada karna terbiasa itu iya percayai setelah bertemu dengan Hasta.

Dia melangkah dengan penuh percaya diri seperti biasa dirinya, para siswa dan siswi meniliknya kagum dan sebagian datar. Banyak yang membicarakannya, tapi samar-samar ia mendengar dan tidak ingin perduli. Dia berjalan masuk dari lorong kelorong sekolah sampai menemukan kelas 12 A yang dia yakini ada dihadapannya sekarang.

Dia tidak melihat Hasta sedari tadi dia menyusuri koridor sekolah. Bel masuk pun berbunyi, dia sedang menunggu guru yang akan membawanya masuk dikelas itu. Dia mengambil tempat duduk disisi kiri kursi didepan kelas itu. Sambil menunggu, dia menatap sekeliling jauh matanya memandang. Tidak begitu lama, guru piket pun datang dan langsung menghampiri untuk menyuruhnya masuk kelas, seolah guru itu sudah mengetahui kalau Vierra adalah murid baru disekolah ini.

"Vierra Valerie Husein?" Tebak guru wanita itu dengan buku yang masih didekapnya.

"Emm.. iya bu saya Vierra, murid baru kelas ini." Jawabnya dengan senyuman.

"Kalau begitu, mari kita masuk. Saya akan perkenalkan kamu pada siswa lainnya" Ujar guru wanita itu mengajak Vierra masuk.

Terlihat suasana kelas yang akan menjadi kelas Vierra: rapi, colorfull, dan terlihat siswa dan siswi disini sedikit serius tanpa ekspresi kecuali senyum manis wanita didepannya, tepat ditengah.

"Sekarang perkenalkan dirimu!" Ujar guru itu yang bernama Bu Wika sang mata pelajaran Bahasa Indonesia.

"Hay semuanya," Sapanya melambaikan tangan sesaat.

"Nama saya 'Vierra Valerie Husein' saya baru di Surabaya, pindahan dari Jakarta, saya harap kita bisa menjadi teman. Terima kasih" Ucapnya seraya memperkenalkan diri.

Dia merasa senang dikelas ini karna terlihat siswanya sangat tenang. Bersyukurlah kelas ini akan menjadi tempat ia menimba ilmu. Tetapi jauh dalam dasar hatinya, ia ingin bisa satu kelas bersama Hasta, tapi titik tengah membuatnya berjarak.

"Sekarang kamu ambil disebelahnya Farah ya. Dan Jeno, kamu duduk dibelakang Farah, ya." Ujar guru itu menunjuk kursi didepannya untuk ia singgahi.

"Baik, Bu" Turutnya. Vierra langsung mengambil tempat duduk yang dititah oleh Bu Wika.