Chereads / CINTA PERTAMA YANG TAK TERBALAS / Chapter 4 - Kerumah Hasta

Chapter 4 - Kerumah Hasta

Sekarang Vierra sedang berada didepan rumah seorang Hasta, dia mengetahui alamat Hasta dari sang ayah. Hawa sejuk dipagi hari menaikkan senyuman manisnya. "Saat dia ditanya kenapa pagi-pagi sekali dia datang kerumah Hasta, dia akan menjawab kalau dia hanya sekedar lari pagi. Alasan klise bukan tapi baginya mencari alasan lain hanya akan terlihat jelas baginya untuk mendekati laki-laki tersebut".

Seketika seorang pemuda dengan pakaian seragam putih abu keluar dari dalam rumah coklat putih itu. Sesaat melihatnya, Vierra menatap lurus pandangan yang ada didepannya. Sekonyong-konyong, ia mengangkat kanan tangannya dengan lambaian menyapa, melihat seorang Hasta cukup menaikkan senyum nya dipagi hari yang secerah cerry blossom.

Hembusan nafas angin menghantarkan mata Hasta menilik aura yang dihadapannya sekarang. Pemuda itu hanya bisa memicingkan matanya tajam memfokuskan arah penglihatannya kepada gadis berjaket parasut serta bersepatu abu itu.

Hasta mengambil nafas dalam dan menghembuskannya kasar. dia merasa jengah dengan aura gadis itu. Disisi lain, tatapan aneh muncul dari seringaian Vierra. Dia tau kedatangannya membuat pemuda itu terusik, tapi apa yang bisa dibuatnya kalau hatinya memaksanya bertemu. Dengan santai Vierra berjalan mendekat ke tempat Hasta. Tiba-tiba Hasta menaikkan tangannya menyapa dan tersenyum.

Senyuman pemuda itu membuatnya terkejut, indah sekali. Bibir Vierra semakin melengkung lebar keatas.

"Ra?!..." seru Hasta menyapa nama Ara dengan secerca senyum hangat membuat Vierra memperlihatkan gigi ratanya akibat senyum merekahnya yang tidak bisa ia sembunyikan.

Sapaan Hasta serta memulai langkahnya dengan pandangan mata kedepan. Vierra dan Hasta semakin mendekat sampai akhirnya Hasta masih tetap berjalan dengan Vierra yang langkahnya sudah terhenti.

Seketika Vierra menurunkan senyumnya dan lagi-lagi mengerutkan keningnya jelas terlipat. Sampai akhirnya, Vierra memutar balik badannya 90 derajat dan terlihat Hasta menghampiri seorang wanita berambut hitam bergelombang dengan tinggi sekitar 166 cm. Tanpa sadar wajah gadis itu berubah seketika dengan tarikan alis kiri mencuat keatas dan mulut sedikit termangap.

"Ara?!... kamu kok kesini. Seharusnya aku jemput kamu dirumah" Ucap Hasta pada gadis itu diseberang jalan. Samar-samar Vierra menilik mereka berdua. Vierra tidak jelas melihat wajah wanita yang bersama Hasta karena ditutupi oleh badan tegap pemuda itu.

"Gk usah, ayo deh kita berangkat biar gak telat," Kata gadis itu dengan senyuman manis.

"Yaudah, aku ambil motor dulu. tunggu bentar," Hasta langsung berlalu untuk mengambil motor digarasi.

Percakapan kecil yang sedari tadi terjadi tidak sekalipun membuat Vierra bergeming dari tempatnya saat ini. dia meratapi nasibnya dengan decakan kecewanya disetiap rongga hatinya.

Hasta melirik sekilas kepada Vierra yang masih tidak pergi dari rumahnya. Mata Vierra masih siaga mengikuti bayangan Hasta yang sedang menuju garasi. Dia sudah menetralkan dirinya dengan wajah datarnya. Tiba-tiba seseorang membuka pintu dari dalam dan terlihat ayah Hasta yang membukanya. Tanpa sadar Vierra masih tetap mengikuti pergerakan Hasta dengan tatapan datarnya. Sampai akhirnya panggilan mengalihkan gadis itu seketika sadar.

"Vierra..?!" Panggil Pak Putra dari sisi pintu membuat Vierra sedikit terlonjak dan menilik sang pemanggil. Perlahan Vierra dengan kikuk melanngkah untuk menyapa ayah Hasta.

" Ah… ha.. halo om…." katanya dibarengi senyum tipisnya gelagapan.

"Kamu kok pagi-pagi kesini?.. ada apa?" Tanya pak putra penasaran.

"Nggak kok Om, cuman lewat aja pas lari" jawabnya.

"Yah!!… aku beragkat dulu bareng Ara !" Pamit Hasta pada pak Putra dengan mengendarai motor vespanya. Vierra dan ayah Hasta langsung melihat kearah sumber suara dan hanya dibalas anggukan oleh sang ayah.

Diseberang jalan terlihat wanita yang bersama Hasta menaiki motor dan duduk menyamping di jok belakang vespa itu. Setelah wanita itu berhasil naik, Hasta mulai melajukan motor kecilnya. Vierra yang masih menilik kearah Hasta hanya bisa berfikir keras karna penasaran hubungan Hasta dengan wanita itu. Sampai akhirnya panggilan lagi membuatnya terbangun.

"Vierra,…?" Panggil Pak Putra dengan lembut.

"Ah ya Om, saya balik dulu," ungkapnya pamit.

"Baiklah, kapan-kapan kamu mampir, ya. Nanti Hasta akan mengajak kamu jalan-jalan dikota ini." ucap Pak Putra pada perempuan yang sedang dilanda kegundahan itu. Vierra mengangguk mengerti lalu Vierra membalik badanya dan berlari dengan fikirannya yang masih aktif untuk bekerja, sampai tibanya denyutan nyeri dikepala membuat lariannya terhenti seketika.

"Aduh..." sakitnya nyeri pada kepala. Matanya sesekali mengerjap untuk menormalkan diri, namun denyutan pada kepalanya semakin terasa nyeri.

Vierra mencoba mengurangi kadar permasalahan yang ada diotak membuatnya mengurangi fikiran kerasnya. Dia berjalan sedikit gontai sambil memegangi kepalanya yang nyeri. Saat dia sampai didepan rumahnya, dia terburu masuk kedalam kamarnya untuk mengambil obat penahan sakit. Dengan kasar membuka laci kecil mencari sesuatu. Dia mengambil beberapa obat pil dan langsung dilahapnya sebelum meminum air.

Vierra lalu menjatuhkan bokongnya pada area sisi ranjang. Perlahan tapi pasti nyeri pada kepalanya akhirnya tidak dirasakan sakit lagi membuatnya langsung merobohkan badanya ke kasur menenggelamkan diri dengan fikiran-fikiran kesal yang membuatnya nyeri hati dan kepala. Helaan nafas dalam membuatnya terlihat lemah saat ini.

Vierra berfikir saat ini ia harus menyegarkan dirinya dengan berendam ria di bathub selama beberapa menit. Dia mulai menegakkan tubuhnya dan melemaskan semua otot yang masih mengeras rasanya. Saat dia merasa lebih baik, dia mulai memasuki kamar mandi tanpa diikuti fikiran keras.

***

Vierra menuruni setiap anak tangga dengan tujuan menghilangkan kepenatan dihatinya. Rasanya baru memulai tapi terlihat sudah tidak bersemangat. Tapi perasaan terdalam Vierra kembali mengusik gadis itu untuk tidak menghilangkan fikiran nya mengenai Hasta dari dalam akal Vierra.

Di area ruang tamu terlihat ibu dan abangnya Sena sedang asyik menonton tv sampai akhirnya Vierra mengambil tempat ditengah-tengah mereka.

"Kalian nonton apa? Seru banget keliatan nya".

"Kamu gk liat kita lagi nonton berita, mana ada serunya!" Jelas Sena datar.

"Ye… kan cuma basa basi.. !"

Melihat perkelahian kecil antar kaka adek ini, membuat sang ibu hanya menggelengkan kepalanya heran.

"Oh ya, Ra, kamu subuh subuh lari pagi emangnya ada apa? Kenapa gk ajak abang kamu?" Ucap Ibu Nona bertanya membuat gadis itu terkesiap.

"Ah itu, Ara cuma ingin lari sendiri biar fokus gitu tanpa ada bang Sena. Masalahnya kalau kita lari pagi bareng, dia berisik! Selalu nyinyir Ma" Ungkapnya sambil mengejek abangnya yang sekarang masih fokus menonton tv. Tetapi mendengar penuturan Vierra membuat Sena seketika melengoskan wajah kesalnya kearah adiknya.

"Ck! apa kamu bilang? Nyinyir?... kamu aja tu yang nyinyir kayak ibu ibu gak kebagian sembako!" Decaknya mengejek Vierra.

"Yeee… itu fakta! wekkk..." Ejek Vierra semakin menjadi-jadi. Ibu Nona yang melihat tingkah kekanakan mereka hanya bisa melerai pertengkaran tak berujung tersebut.

"Sudah sudah, kenapa pada rebut, sih?" Lerai sang Ibu meninggikan oktav suaranya.

"Dia tu mah yang duluan, paling dia cuma mau liat setan dipohon beringin kemarin kan?" Jelas Sena membuat wajah Vierra seketika mengkerut bingung.

"Wah ngaco lu, mana mungkin gue liat setan disana. Orang setannya disini kok!."

"Ha!... setan apa maksud kamu!" tanya Sena hampir meledak.

"Lah kan lo yang tau, atau mungkin lo kali bang!" seloroh Vierra membuat Sena tidak bisa menahan amarah dimatanya. Melihat wajah abangnya yang kian menyala, seketika membuat Vierra langsung berlari masuk kearah tangga menuju kamarnya.

"Kesini kamu Ara!!..." Teriak sena bangun ingin mengejar sang adik. Tetapi tarikan tangan membuatnya berhenti.

"Udah, adik kamu hanya bercanda. Jangan ditanggepin. Udah… kamu duduk aja" Suruh ibunya menenangkan dan menyuruh sena duduk kembali. Mendengar itu Sena hanya menarik nafasnya panjang dan menghembuskannya kasar. setelah menetralkan dirinya, Sena kembali duduk untuk menonton bersama ibunya.