langit yang cerah nampak di Ibukota, dua sahabat nampak sudah bersiap untuk bertemu sesuai perjanjian yang sudah diatur oleh keduanya.
Kring kring kring, dering suara dari Handphone Resty.
"Hallo Yan, baru saja aku mau telepon kamu," ucap Resty.
"Iya Res, aku mau ngabarin kalau aku sudah buat janji sama Fara pagi ini," balas Yana.
"Oke Yan, kebetulan aku juga sudah siap_siap. Aku ajak Nara sekalian atau gimana?" ucap Resty.
"Jangan dulu Res, kita belum tau dia bisa diajak kerjasama atau enggak," kata Yana.
"Iya juga sih Yan, aku bearti sendiri aja nih dari rumah?" tanya Resty.
"Iya Res, aku jemput sekarang ya," ucap Yana.
Yana segera memutuskan panggilannya, ia nampak sudah bersiap berada di dalam mobilnya. Ia segera mengemudikan mobilnya menuju kediaman sahabatnya.
Di rumah Resty, ia juga terlihat sudah rapi dengan balutan dress bewarna cream. Dari wajahnya nampak kebingungan dan kegundahan yang tak bisa di sembunyikan. Nara yang melihat majikan nya dalam keadaan dilema pun menyapanya.
"Pagi Bu, Ibu kenapa kok sepertinya sedang bingung?" tanya Nara.
"Nggak apa_apa Nar, saya cuma gugup nunggu teman saya mau jemput soalnya teman lama dan baru ketemu lagi," kilah Resty.
"Oh yang kata Ibu kemarin itu?" tanya Nara lagi.
"Iya Nar, kami ikut saya kapan_kapan saja ya," ucap Resty.
Tak berselang lama, nampak mobil Yana sudah terparkir di depan pagar rumah keluarga Farhan.
"Res, ayoo," teriak Yana.
"iya," teriak Resty.
Ia pun segera beranjak menuju mobil Yana, keduanya segera meninggalkan area rumah Farhan menuju rumah sakit tempat dokter Fara praktik.
Sesampainya di rumah sakit yang dituju, keduanya segera menuju meja receptionis.
"Mbak dokter Fara sudah di tempat?" tanya Yana.
"Sudah Bu, Ibu sudah buat janji?" tanya Mita receptionis yang bertugas pagi itu.
"Sudah Mbak," jawab Yana.
"Baik, kalau begitu silahkan ke ruangan dokter Fera ya Bu," ucap Mita.
"Oke," jawab Yana.
Kedua wanita itu melangkahkan kaki menuju ruangan dokter Fera dengan langkah terburu-buru.
Tok tok tok, Yana mengetuk pintu ruangan Fera.
"Masuk," teriak Fera.
'Pagi Fer, sorry nih pagi_pagi udah mau ngrepotin kamu," kata Yana.
"Silahkan duduk, ada yang bisa aku bantu Yan?" tanya Fera.
Keduanya duduk di kursi pasien berhadapan dengan dokter Fera.
"Jadi begini Fer, Resty mau menyusul suaminya ke Paris. Dia mau minta surat keterangan kalau keadaannya memungkinkan untuk melakukan perjalanan kesana," ucap Yana menjelaskan.
"Soal itu aku pikir-pikir lagi Yan, soalnya kalau sampai ketahuan ijin praktik aku bisa di cabut," kata Fera.
Mendengar penjelasan dokter Fera, Resty segera memelas dan memohon kepada dokter tersebut.
"Aku mohon Fer, bantu aku ini demi rumah tanggaku," pinta Resty berlinang air mata.
"Maaf Res, bukannya aku nggak mau bantu. Tapi ini semua sudah mempertaruhkan karir dan reputasiku sebagai dokter," tegas Fera.
Yana dan Resty tak menyangka kalau ternyata untuk memperoleh surat keterangan itu tak semudah yang mereka bayangkan.
"Iya Fer, kami mohon. Aku berani jamin semuanya akan baik_baik saja, aku sama Resty yang akan bertanggung jawab misalkan ada apa_apa," ucap Yana mencoba meyakinkan dokter tersebut.
"Tapi aku masih belum bisa memberikan keputusan," jawab dokter Fera.
Mendengar ucapan dokter Fera, Resty mendadak lemas dan terkulai tak berdaya.
Sang dokter dan sahabatnya pun panik, ia segera mengambil tindakan untuk Resty.
"Ya ampun Rest," teriak Yana.
"Bantu aku angkat dia ke kasur Yan," ucap Fera.
Yana pun membantu Fera memngangkat tubuh mungil Resty dan Fera segera memeriksanya
"Darahnya rendah Yan, dan mungkin dia juga stress," ucap Fera.
"Iya Fer, dia stress mikir rumah tangganya. Ayolah Ger bantu kami," pinta Yana.
Fera terdiam, ia duduk di kursinya dengan memegang dahinya menandakan kalau ia sedang bingung.
Ia bingung apa yang harus ia lakukan menghadapi situasi seperti ini.
Yana dengan segala kelihaiannya pun tak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Wanita licik itu terus merayu dokter Fera sahabat nya dengan memanfaatkan kondisi Resty yang lemah.
"Fer, aku mohon tolong Resty. Bayangkan jika kita berada di posisinya Resty. Dia butuh orang buat support keadaannya," ucap Yana dengan nada memelas.
Sang dokter masih nampak bingung dan tak bisa berucap apa_apa. Ia hanya melamun dengqn memegang dahinya, sesekali ia memandang wajah Resty yang penuh dengan kepiluan.
"Yaudah Yan, nanti kamu minta ke receptionis ya. Nanti aku yang bilang ke Mita, kamu tinggal ambil. Aku tinggal dulu ya soalnya mau ada operasi Caesar. Resty biar disini dulu sampai sadar, nanti aku panggilkan perawat," kata Fera.
Ia pun segera keluar dari ruangan nya dan meninggalkan Resty dan Yana untuk menjalankan tugasnya.
"Oke Fer, thank you ya," ucap Yana.
Dokter kandungan tersebut hanya mengangguk dan tersenyum.
Lima menit kemudian Resty terlihat sudah siuman, dan nampak seorang perawat memasuki ruang dokter Fera
"Pagi Bu," sapa perwat tersebut.
"Pagi Sus," sapa balik Yana.
"Kata dokter Fera saya di suruh menangani pasien beliau yang sedang pingsang," kata perawat itu.
"Sudah sadar Sus," kata Yana tersenyum.
"Oh sudah sadar, ya sudah kalau begitu saya pamit ya," kata perawat itu.
Resty bingung dengan keadaan dan posisinya yang tiba-tiba berada diatas kasur pasien.
"Aku kenapa Yan?" tanya Resty.
"Kamu tadi pingsan, tapi karena kamu pingsan Fera jadi mau ngasih surat keterangan itu," bisik Yana tersenyum bahagia.
"Serius Yan," teriak Resty kaget.
Resty yang tadinya terkulai lemahpun seketika berdiri tegak mendengar hal itu.
"Mana suratnya Yan?" tanya Resty gembira.
"Belum aku ambil, masih di receptionis," kata Yana.
"Ayo ambil sekarang, biar aku bisa cepet nyusul Farhan," ucap Resty penuh semangat.
Keduanya segera meninggalkan ruangan itu dan menuju ke arah receptionis untuk mengambil surat keterangan yang sudah di janjikan dokter Fera.
"Mbak, saya pasien dokter Fera. Mau ambil surat keterangan," kata Resty sumringah.
"Baik Bu, saya siapkan sebentar ya," ucap Mita tersenyum.
Sang receptionis segera menyiapkan surat yang di maksud dan memasukkannya ke dalam amplop berkop rumah sakit tersebut.
"Ini Bu suratnya," kata Mita mengulurkan sebuah amplop
"Terima kasih Mbak," ucap Resty menerima amplop tersebut.
Setelah mendapatkan surat keterangan itu, keduanya segera beranjak dari rumah sakit dengan wajah bahagia.
"Akhirnya kita dapat suratnya ya Yan," ucap Resty riang.
"Iya Res, aku udah lega banget. Sekarang tinggal kita atur Nara dan kita pesan tiket buat ke Paris," kata Yana.
"Iya Yan makasih banget ya kamu udah mau bantuin aku," ucap Resty.
"Sama_sama Res, sore ini kamu aja Nara ya. Kita atur rencana selanjutnya," ucap Yana.
"Oke Yan, tadi kamu bilang kita pesan tiket kan?" tegas Resty.
"Iya Res, kita," ucap Yana.
"Kita? Bearti kamu mau nemenin aku ke Paris?" tegas Resty.
"Iya kalau kamu nggak keberatan," jawab Yana santai.
"Ya ampun makasih banget ya Yan, aku nggak keberatan sama sekali aku malah senang. Tapi suami kamu ngasih izin nggak?" kata Resty menatap Yana.
"Kamu tenang saja, semua sudah aku atur. Suamiku pasti ngizinin," jawab Yana.
Resty pun memeluk sahabat nya itu dan tak henti_hentinya berterimakasih kepada Yana. Karena menurutnya sahabatnya itu telah banyak membantunya sejauh ini. Memang dalam hal ini Yana begitu bersemangat membantu Resty untuk menguak kebenaran didalam rumah tangga sahabatnya tersebut. Entah apa yang dilakukan Yana ini merupakan arti dari sebuah ketulusan dalam persahabatan atau ada motif lain di balik persahabatan mereka.