Suasana hati Resty tampak semakin membaik meskipun sang suami telah berkhianat. Ia lebih nampak semakin tenang dalam menghadapi setiap masalah yang menghampirinya.
Hatinya makin kuat menghadapi kenyataan hidup yang tak sesuai dengan harapannya.
"Nara," teriaknya dari dalam kamar.
Sepertinya sang perawat tak mendengar panggilannya. Ia pun menghampiri Nara ke kamarnya.
"Nara," panggilnya lagi.
"Iya Bu," ucap Nara kaget.
"Nar, kamu siap-siap ikut saya belanja," kata Resty.
Nara yang kembali dibuat tercengang melihat penampilan Resty yang kembali mengenakan jeans ketat dan keadaan perut yang nampak datar.
"Baik Bu," ucap Nara.
Dalam hati Nara semakin yakin kalau ada yang tak beres dengan kehamilan Resty. Tapi inilah tipu muslihat Resty yang sudah ia susun semalaman. Ia sengaja membuat Nara mencurigainya, supaya dia tau apakah Nara bisa diajak bekerjasama atau sebaliknya.
"Hallo Yan," sapa Resty saat menelepon Yana.
"Hallo Res, ada apa?" tanya Yana.
"Jadi begini Yan, aku sengaja mau ngetes Nara. Aku sengaja buat dia curiga dengan keadaanku, kalau sampai Farhan dan yang lain tau keadaanku yang sebenarnya otomatis itu dari Nara. Dari situ kita bisa tahu Nara bisa diajak kerjasama atau tidak," ucap Resty menjelaskan panjang lebar.
"Ide kamu bagus juga sih Res, tapi misal nanti dia beneran lapor ke Farhan gimana?" tanya Yana.
"Kan Farhan tau sendiri aku hamil saat nemenin periksa kandungan di dokter Fera. Jadi kalau Nara ngadu ke Farhan aku gampang ngelesnya," ucap Resty.
"Oke Res, bagus deh kalau gitu," ucap Yana.
Keduanya menyudahi obrolan via telepon tersebut. Yana mulai gusar, ternyata Resty tak sepolos dan selugu seperti yang ia pikirkan.
"Bu, saya sudah siap," teriak Nara.
"Iya Nar, tunggu sebentar," kata Resty sambil keluar kamar.
Resty dan perawat pribadinya segera menuju garasi mobil, dan bergegas menuju pusat perbelanjaan terdekat. Sesampainya di tempat tujuan, Resty sengaja membuat Nara kembali penasaran dengan kehamilannya.
"Nar, jeans ini bagus ya warnanya. Aku mau coba dulu ya," ucap Resty menuju kamar pass.
Tak lama kemudian nampak Resty keluar dari kamar pass, ia segera menghampiri salah satu karyawan di store tersebut.
"Mbak saya mau yang ini ya," ucap Resty kepada karyawan itu.
"Baik Bu, barangnya bisa di ambil di kasir ya Bu," ucap karyawan tersebut.
"Iya Mbak terima kasih," kata Resty.
Ia segera kembali menghampiri Nara yang dari tadi menunggunya di sofa yang tersedia.
"Nara, kamu kalau mau beli baju ambil saja nanti saya yang bayar," ucap Resty.
"Iya Bu, terima kasih," ucap Nara.
Namun Nara nampaknya tak tertarik dengan tawaran majikan sementaranya tersebut. Sebisa mungkin ia bersikap seperti tidak ada apa-apa meskipun akhir-akhir ini Resty berusaha membuatnya curiga.
"Oh iya Nar, saya mau cari heels dulu ya," ucap Resty.
"Baik Bu, tapi Ibu kan lagi hamil nggak apa-pa pakai heels?" tegas Nara.
"Nggak apa-apa," jawab Resty tersenyum.
Dalam hati Resty puas dengan pertanyaan Nara, karena menurutnya pertanyaan tersebut semakin menguatkan rasa penasaran Nara.
Tak terasa hampir tiga jam mereka berada di pusat perbelanjaan tersebut.
"Ibu, ini sudah saatnya Ibu makan siang," tegur Nara.
"Sebentar ya Nar, saya mau pilih baju dulu," kata Resty.
"Tapi Bu, saya takut kalau kandungan ibu kenapa-kenapa saya yang di marahin Pak Farhan," tegas Resty lagi.
"Kan selama ini saya nggak pernah ngadu sama suami saya, kalau saya kenapa-kenapa dia nggak bakal tahu. Atau jangan-jangan kamu sering laporin keadaan sayabke suami saya?" kata Resty tersenyum tipis.
"Bukan begitu Bu," ucap Nara.
"Sudah kamu tenang saja," potong Resty.
Muka Nara seketika berubah pucat pasi mendengar jawaban dari Resty yang tak mengenakan hatinya itu. Nara juga berfikir kalau ia harus berhati-hati kala mengadu kepada Sania.
"Saya sudah selesai milih dan nggak ada yang cocok, ayo ke kasir setelah itu kita ke food court," ajak Resty.
"Baik Bu," ucap Nara mengikuti langkah Resty dari belakang.
Keduanya berjalan pelan menuju kasir untuk membayar barang belanjaan.
"Totalnya sembilan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah Bu," ucap sang kasir.
Resty segera mengeluarkan sejumlah uang untuk di berikan kepada kasir tersebut.
"Uangnya delapan ratus ribu rupiah ya Bu, kembalinya dua puluh lima ribu rupiah silahkan di terima," ucap kasir itu lagi.
"Iya Mbak terima kasih, ucap Resty meraih sejumlah uang kembalian dari tangan kasir tersebut.
"Ayo Nar kita ke food court," ajak Resty.
"Baik Bu, saya bawakan barang belanjaan Ibu ya," ucap Nara.
"iya boleh," sahut Resty.
Keduanya beranjak dari store dan menuju area food court yang terletak di lantai tiga menggunakan tangga eskalator.
Setibanya di area food court, Resty langsung menuju ke salah satu meja.
"Nar, kamu pilih makanan dulu ya gantian sama saya. Nanti saya duduk di meja nomor lima puluh tiga" ucap Resty menunjuk meja tersebut.
Resty duduk di kursi yang ia pilih, sementara Nara terlihat berjalan menuju salah satu stand makanan dan memesan hidangan yang ia inginkan.
"Saya sudah selesai memesan makanan Bu," ucap Nara menghampiri Resty.
"Oke, kamu duduk disini ya. Saya mau pilih makanan dulu," ucap Resty.
"Saya yang pesankan saja gimana Bu?" tanya Nara menawarkan bantuan.
"Enggak usah Nar, saya lagi pengen makan yang super pedas," tolak Resty.
Ia pun segera memilih makanan, ia mulai berjalan dari stand paling ujung. Terlihat ia berhenti di salah satu stand yang terletak di tengah-tengah food court tersebut, kemudian ia kembali ke meja menyusul Nara.
"Lho makanan kamu sudah datang Nar, kok cepet?" tanya Resty kala melihat pesanan Nara sudah tersaji di meja mereka
"Iya Bu, mungkin stand nya sedang tidak terlalu ramai," ucap Nara.
"Bisa jadi sih," ucap Resty.
Tak berapa lama makanan pesanan Resty pun datang.
"Silahkan Bu, ini kecap sama sambalnya," ucap pramusaji yang mengantar makanan Resty.
"Oke terima kasih," ucap Resty
Ternyata Resty memesan semangkuk soto daging favoritnya. Ia nampak membubuhkan beberapa sendok sambal ke mangkuk soto nya. Nara sesekali hanya memperhatikan tak mau menegur wanita yang sedang berpura-pura hamil di depannya itu.
"Oh iya Nar, kamu sering komunikasi sama suami saya nggak?" tanya Resty.
"Tidak Bu, bahkan selama Pak Farhan ke Paris saya belum pernah komunikasi sama Bapak," jawab Nara.
"Terus kamu Lapor keadaan saya gimana?" tanya Resty lagi.
"Kata Pak Farhan, saya bisa hubungi beliau kalau misal kandungan Ibu bermasalah, tapi saya perhatikan selama saya merawat Ibu kandungan Ibu baik-baik saja. Jadi tidak ada alasan untuk saya menghubungi Pak Farhan," tegas Nara.
Benar Nara tak pernah mengadukan hal aneh tentang Resty ke Farhan, karena selama ini ia mengadukan segala sesuatunya pada Sania.
Mendengar jawaban Nara sepertinya ia sedikit bisa bernafas lega, karena menurutnya Nara tak begitu dekat dengan suaminya. Dalam hatinya peluang untuk mengajak Nara bekerjasama sangat besar.