Setibanya di Jakarta, Ibunda Farhan dan Sania sengaja tidak langsung menuju kediamannya. Mereka menginap di sebuah hotel untuk mempersiapkan jawaban dan menyusun rencana saat bertemu Resty. Hal tersebut sengaja Sania lakukan supaya sang mertua tidak salah memberi jawaban saat di tanya orang rumah.
"Mah kita malam ini pulang ke rumah ya. Takut paspor Resty keburu selesai di perpanjang dan keburu dia nyusul Farhan ke Paris," ucap Sania.
"Iya sayang," ucap sang Mertua.
"Ingat ya Mah, nanti kalau di tanya jangan bilang kita dari Paris. Bilang saja dari London gitu," pinta Sania.
"Baik San, tapi kalau di tanya mana foto-foto kita di London bagaimana? Masa nggak ada dokumentasi sama sekali" tanya Mertuanya.
"Iya juga ya Mah," jawab Sania berfikir sejenak.
"Kita siap-siap matiin handphone saja Mah, kalau sampai rumah. Jadi misal di tanya mana foto kita selama di London, bilang aja ada di handphone dan sedang lowbat," saran sang menantu.
"Baik lah," ucap sang mertua mengangguk.
Terlihat Sania tampak sibuk mondar mandir dengan ponsel yang ia genggam. Wajahnya penuh kegalauan seperti sedang menunggu sebuah jawaban. Benar saja ia sedang menunggu balasan dari Nara, perawat sekaligus orang kepercayaannya yang saat ini sedang memantau sang ipar.
"Kamu seperti orang bingung kenapa sayang?" tanya mertuanya.
"Sania lagi nunggu balasan dari Nara Mah, biasanya dia cepat balasnya," jawab Sania.
"Aduh kira-kira kenapa ya si Nara lama balasnya?" tanya mertuanya lagi.
"Nah itu Mah yang Sania bingung," jawab Sania.
Hatinya sempat bertanya apa yang menyebabkan orang suruhannya tidak segera merespon chat yang ia kirim. Tak berselang lama terdengar dering dari handphone nya.
"Ini Nara balas chat aku Mah, sebentar ya aku telpon Nara," izin Sania.
"Iya sayang," ucap sang mertua.
Sania yang sudah tampak sedikit lega pun segera menghubungi Nara dan mengaktifkan loud speaker pada panggilannya supaya sang mertua dapat mendengar info dari perawat suruhannya tersebut.
"Halo Nara, kamu baik-baik saja kan?" tanya Sania dengan nada khawatir.
"Saya baik-baik saja Bu," jawab Nara.
"Syukurlah, saya sudah panik dari tadi. Saya chat kamu tumben-tumbenan lama balasnya, pikiran saya sudah kacau takut kamu ketahuan," ucap Sania.
"Maaf sudah membuat Ibu panik, saya tadi fokus sama ipar ibu. Dia bawa pembalut ke kamar mandi, jadi diam-diam saya buntuti dan benar saja Bu Resty membuang bungkus pembalut di tempat sampah," ucap Nara.
"Kamu yakin Nara?" tegas Sania.
"Yakin sekali Bu, bahkan saya sempat merekam beliau saat menuju kamar mandi dan menggenggam pembalut yang ada di tangannya," jawab Nara.
"Ya sudah, kamu coba kirim videonya ya," pinta Sania.
"Baik Bu segera saya kirim," ucap Nara.
Perawat sewaan itu pun segera mematuhi perintah Sania untuk mengirimkan video yang di minta.
Di hotel tempat Sania dan mertuanya menginap, keduanya tampak penasaran dan sudah tidak sabar menunggu video yang dikirim Nara. Sang mertua tampak gugup dalam hatinya berkata apakah menantu polosnya kini sudah menjadi pembohong, sedangkan Sania ingin membuktikan kalau kecurigaannya bahwa Resty tak hamil itu benar.
"Ini Mah videonya sudah terkirim, tapi jaringannya jelek banget sih," ucap Sania kesal.
"Sabar San," ucap mertuanya menepuk bahu Sania dan mencoba menenangkan sang menantu.
Sania hanya diam dan mencoba mengikuti saran sang mertua untuk bersabar. Beberapa menit kemudian video yang dikirim Nara sudah bisa di putar, dalam video yang berdurasi sekitar dua menit tersebut tampak jelas sekali kebenaran yang terucap dari bibir sang perawat.
"Mah videonya sudah bisa di putar," ucap Sania memberitahu sang mertua.
Keduanya pun memperhatikan video tersebut dengan seksama.
"San, apa karena Cinta Resty ke Farhan terlalu besar ya sampai dia menghalalkan berbagai cara?" tanya sang mertua menanggapi video tersebut.
"Yang benar ia menghalalkan segara cara untuk menuruti ego dan ambisinya Mah," ucap Sania.
"Maksudnya San?" tanya sang mertua.
"Kalau dia cinta sama Farhan kenapa dia tega bohongi Farhan dan masih berhubungan dengan pria lain," ucap Sania refleks.
"Pria lain?" ucap sang mertua kaget.
"Bukan begitu Mah, maksud Sania dia tega bohongi Farhan. Kalau Farhan tau dia hamil pura-pura suaminya pasti kan kecewa," kelit Sania sedikit gugup.
"Kamu jawab jujur San, Mama tahu kamu mencoba menutupi sesuatu. Mama paham sama bahasa tubuh kamu," ucap sang mertua memelas.
Sania tak sengaja mengutarakan keburukan Resty di depan mertuanya, ia sengaja menutupi hal tersebut untuk menjaga perasaan mertuanya dan keluarga besar mereka. Namun melihat wajah mertuanya yang memelas, terpaksa ia pun harus jujur.
"Tapi Mama jangan kepikiran dan jangan sedih ya, ini masih dugaan saja. Jadi Sania sempat memergoki Resty komunikasi dengan pria lain dan menurut aku Resty pun memberi tanggapan sedikit mesra. Menurut Sania hal tersebut tidak pantas dilakukan seorang wanita yang berstatus sebagai istri meskipun sekedar komunikasi melalui handphone," jawab Sania.
"Apa ini salah satu yang menyebabkan kamu tak menyukai Resty? Apa kamu pernah memergoki dia bertemu dengan pria tersebut?" tanya sang mertua.
"Iya Mah dan ada hal lain lagi yang membuat Sania makin tidak simpati sama dia. Pernah sekali Sania membuntuti Resty, kala itu ia bertemu dengan seorang pria yang nggak Sania kenal. Saat itu Sania nggak mau berburuk sangka, tapi setelah aku dia sering menerima telpon mesra Sania jadi mulai risih," terang Sania panjang lebar.
Mendengar jawaban dari Sania, mendadak air mata sang mertua pecah. Hatinya tak karuan kala mengetahui tingkah menantu polosnya yang di luar dugaan. Melihat air mata yang berlinang dan membasahi wajah mertuanya, Sania berusaha menenangkan.
"Mama jangan mikir yang aneh-aneh dulu, bisa saja pria yang Resty temui itu saudaranya atau kerabat dekatnya mungkin," ucap Sania.
"Iya San, semoga saja begitu," jawab sang mertua.
"Ya sudah Mama istirahat dulu ya," pinta Sania memeluk ibu mertuanya.
"Mama nggak bisa tidur San," tolak sang mertua.
"Apa Farhan tau akan hal ini?" sambung mertuanya.
"Nggak Mah, hanya aku dan Mas Fahri yang tau. Dan sekarang kita bertiga yang tahu," jawab Sania.
"Kenapa kamu tidak memberitahu kami akan hal ini?" tanya sang mertua.
"Sania sengaja menutupi ini semua buat jaga perasaan kalian dan menurut aku biar Farhan tau dengan mata kepalanya sendiri. Cepat atau lambat semua yang Resty sembunyikan akan terkuak dan rasanya memalukan sekali menurut aku Mah, kalau perselingkuhan di mulai dari pihak wanita. Kesannya Farhan gagal mendidik Resty, apa kata orang nanti? Sania cuma mikir luka yang nantinya terjadi kalau sampai Farhan ribut karena ulah istrinya," cecar Sania.
Sang mertua mulai memahami sifat bijak dan ketulusan hati Sania untuk keluarganya. Menantu yang selama ini ia anggap kaku ternyata sangat baik hatinya, dan menantu yang menurutnya polos ternyata bertingkah di belakang nya. Rasa simpati untuk Resty pun perlahan menghilang, dan rasa sayang kepada Sania sang menantu kesayangannya itu pun semakin bertambah. Ia pun memeluk Sania dengan erat dan berlinang air mata.
"Memang kata hati seorang ibu itu kuat ya San, dulu Mama sempat menentang pernikahan Farhan dan Resty tanpa tahu sebabnya. Entah kenapa hati Mama menolak," ungkap sang mertua.
"Iya Mah. Tapi dulu Sania sempat mengira kalau Mama nolak dia karena berbeda kasta sama kita haha," canda Sania berusaha menghibur sang mertua.
"Ih kamu San ada-ada saja," ucap sang mertua tertawa sambil mencubit perut Sania.
"Aduh Mama sakit tau, lemak aku pada luntur nih abis dicubit sama Mama," ucap Sania tertawa.
Ia senang akhirnya celetukannya berhasil menghibur sang mertua yang dilanda kesedihan.