Perang besar-besaran telah terjadi di tempat perbatasan kerajaan Barat dan kerajaan Timur. Banyak mayat bersebaran di atas tanah dan bau amis darah yang menyengat memenuhi udara.
Tidak ada yang selamat dan tidak ada pemimpin yang hidup dari kedua pihak. Satu-satunya orang masih berdiri adalah sang jenderal emas yang kini berlutut di tepi jurang dengan sinar mata yang nyaris redup.
Dia sudah berada disana tiga hari tiga malam tanpa makan ataupun tidur. Di hatinya terdapat rasa bersalah yang sangat besar karena dia lalai dalam menjalankan tugasnya.
Kenapa? Kenapa semua pasukannya mati sementara dia masih hidup?
Sang raja dari kerajaannya telah mempercayakan puluhan ribu orang di tangannya untuk berperang dan memusnahkan lawan. Namun tidak ada satupun yang hidup kecuali dirinya.
Dia memang berhasil memusnahkan lawan dan membunuh jenderal emas lawan, tapi apa arti semuanya ini bila puluhan ribu prajurit dari kedua pihak mati semua?
Pada akhirnya, tidak ada yang menang ataupun kalah. Yang ada kedua kerajaan malah mengalami kerugian besar dan kehilangan banyak orang.
Seharusnya… seharusnya dia tidak membiarkan peperangan ini terjadi.
"Tuan Drake, Tuan Drake. Syukurlah, anda selamat!" seru salah seorang pelayan yang bekerja di tempat kediaman sang jenderal.
Pelayan ini mendapatkan kabar bahwa peperangan antara dua kerajaan telah berakhir semenjak tiga hari yang lalu. Namun tidak ada bendera kemenangan ataupun kabar kekalahan. Karena itu seluruh pelayan serta raja yang mengutusnya merasa khawatir.
Jenderal Emas yang memimpin perang di kerajaan lawan telah tiada, sementara Jenderal Emas Lord Drake masih hidup. Bukankah itu berarti kemenangan berada di tangan kerajaan Timur?
"Tuan Drake, Yang Mulia merasa khawatir dan ingin bertemu dengan anda. Mari kita kembali."
"Kembali?" suaranya terdengar serak dan kering karena telah tidak minum selama berhari-hari. "Apakah aku masih bisa kembali?"
"Tuan Drake, apa yang sedang anda bicarakan? Tentu saja anda bisa kembali. Kita akan merayakan kemenangan ini…"
"Kemenangan?!" Tuan Drake mendesis dengan kasar seraya memberikan lirikan tajam kearah pelayannya yang mana membuat si pelayan bergidik ketakutan. "Kemenangan macam apa ini? Dari lima puluh ribu orang yang ikut berperang, hanya aku yang tersisa disini! Apakah kau masih mengatakan ini kemenangan??"
Si pelayan jatuh bertekuk lutut seraya berbicara dengan suara bergetar. "Ta… tapi… jenderal emas lawan telah berhasil anda bunuh… ini… masih… merupakan kemenangan."
Rahang Tuan Drake mengeras mendengar ini.
Benar. Jenderal emas kerajaan Barat, Tuan Hawk telah mati di medan perang. Namun bukan dia yang membunuhnya, melainkan… adik perempuan jenderal itu sendiri.
Tuan Drake menutup matanya dengan sebelah tangannya untuk menyembunyikan air matanya yang mulai menetes.
Tidak hanya dia gagal mengurangi kerugian, namun dia telah gagal melindungi wanita yang paling ia cintai.
Kenapa? Kenapa dia dan wanita itu berasal dari dua kerajaan yang berbeda?
Kenapa dia memilih jalan kultivasi untuk menjadi seorang jenderal emas? Dengan bakat serta sumber energinya yang mencapai tingkat sepuluh, dia bisa saja menjadi seorang manusia abadi dan menjadi dewa.
Tapi bukannya melatih kultivasi menuju ke keabadian, dia malah memilih menjadi jenderal emas dan anjing setia Raja Timur.
Akankah semuanya berbeda bila dia memilih jalan lain?
Apapun itu… semuanya sudah terlambat dan dia tidak bisa mengubah hasil akhir tragis ini.
"Aku sudah tidak memiliki apa-apa di dunia ini." dia berjuang dan bersedia mengikuti pelatihan sebagai kandidat Jenderal Emas karena ingin menjadi seorang pahlawan.
Seiring berjalannya waktu, dia meningkatkan kemampuan rohnya dan menjadi Jenderal Emas terkuat sepanjang masa karena ingin melindungi wanita itu.
Tapi kini wanita itu telah tiada, untuk apa dia hidup? "Aku juga tidak memiliki muka untuk menghadap sang raja."
Bagaimana bisa dia memberikan laporan pada sang raja bahwa dari lima puluh ribu orang yang dikirim untuk berperang, hanya 1 orang yang selamat?
"Katakan pada Yang Mulia, kerajaan Barat tidak akan berani menyerang selama beberapa tahun ke depan." Tuan Drake merasa yakin karena raja Barat yang bodoh telah mengirimkan seluruh anggota pasukannya ke medan perang.
Kerajaan Timur hanya mengirim 50.000 dari 200.000 orang ke medan perang, tanpa mengetahui kerajaan Barat mengirim 100.000 dari 100.000 prajurit yang dimiliki mereka.
Ahli strategi istana mengira kerajaan Barat hanya akan mengirim setengah dari pasukannya, sehingga mereka hanya mengirim lima divisi perang dengan total 50.000 orang.
Siapa yang menyangka, kerajaan Barat mengepung mereka tanpa memberi mereka kesempatan melarikan diri atau meminta bantuan untuk mengirim pasukan lebih.
Itu sebabnya, semua 50.000 orang dari kerajaan Timur mati semua, dan kalau bukan karena kepintaran serta reaksi cepat dari sang jenderal emas, Tuan Drake tidak akan sanggup melenyapkan semua 100.000 pasukan dari kerajaan lawannya.
Itu semua berkat kelima cincin yang dianugerahkan oleh gurunya. Kalau saja dia tidak memakai cincin tersebut, dia sendiri akan kehilangan kepalanya dan kerajaan Barat akan menggunakan kesempatan ini untuk menyerang kerajaan Timur.
"Aku tidak pantas hidup lagi. Anggap saja ini adalah hukumanku."
"Tuan Drake?" sang pelayan memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya dan membelalak lebar saat melihat majikannya melompat ke jurang. "Tuanku!!!"
Namun terlambat. Sang pelayan tidak bisa meraih bahkan sejumput jubah keemasan tuannya. Jenderal emas yang paling dibangga-banggakan sang raja serta rakyat, mati begitu saja dengan menerjunkan diri.
Ini adalah pilihan terbaik. Pikir Tuan Drake dalam kesadarannya yang tersisa.
Jika dia kembali ke istana dan menghadap sang raja, tidak diragukan lagi, sang raja pasti akan mengirimnya beserta pasukan lain untuk menguasai kerajaan Barat.
Dia sudah merasa lelah dan tidak ingin berperang. Yang paling terutama, dia tidak ingin menghancurkan tempat kelahiran wanita yang ia cintai.
Dia setuju mengikuti perang ini karena untuk melindungi kerajaannya sendiri dari serangan musuh, bukannya untuk menguasai… apalagi menindas yang lemah.
Kalau seandainya waktu bisa berputar ulang, dia akan memilih jalan yang berbeda. Dia akan mencari cara untuk mendamaikan kedua raja dan bisa bersatu untuk menghadapi musuh yang lebih kuat.
Tapi… akankah dia diberi kesempatan?
Tepat saat dia memejamkan matanya, sebuah suara lembut nan manis terdengar di telinganya.
"Paskha, bangun. Ayo, bangun, guru sedang memanggilmu."
Suara ini… suara yang sangat dikenalnya. Apakah dia sedang bermimpi? Atau inikah bayangan yang akan dilihatnya sebelum dia mati?
"PASKHA!!"
Dug!
Dalam sekejap Paskha membuka matanya sambil mengusap kepalanya yang terasa sakit. Dia merasa seperti seseorang telah memukul kepalanya dan bertanya-tanya siapa yang berani memukul kepala sang jenderal emas!
Namun apa yang dilihatnya saat ini sangatlah mencengangkan hingga dia tidak sanggup berkata apa-apa.
.
.
.
.
.
>>>>> From Author
Hai semuanya, salam kenal untuk pembaca baru. Ini pertama kalinya ikut wpc dengan tema kultivasi. Kalau kalian berkenan, silahkan masukkan novel ini ke library kalian ya dan kasih komen sebanyak-banyaknya.
Kritikan dan saran akan saya terima dengan baik aslkan membangun jalannya cerita. Semoga kalian suka ya.
Kovernya yang saya pakai sementara pakai punya karya saya yang diglobal, tapi ceritanya tidak saling berhubungan.
Happy reading!! XD