19:30
Malam yang terasa sepi, setidaknya itu yang dirasa Maya saat ini, duduk sendiri diteras depan kamarnya, hal yang seharusnya sudah biasa dia kerjakan dan tanpa ada perasaaan apa – apa, tapi tidak dengan malam ini, matanya nanar menatap kosong deretan pagar tembok nun jauh didepan sana, tanpa ada sesuatu yang terlintas sedikitpun di pikirannya.
Kondisi kos sudah terasa lengang, minggu malam setelah seharian menghabiskan energi untuk mengisi hari libur, biasanya sebagian penghuni sudah akan bersiap menghadapi rutinitas esok dengan merebahkan lelah agar tenaga terisi ulang kembali untuk besok, akan jarang terlihat aktivitas mereka di luar kamar, kecuali sengaja untuk donasi pada nyamuk, atau mencari jajanan dari pedagang kaki lima yang lewat, seperti yang Maya lakukan saat ini, berdonasi pada nyamuk, sekalian menunggu seseorang, itu harapan semu yang ada di benaknya.
Maya seperti berada didunianya, dunia sepi tanpa suara. Padahal kendaraan dijalan gang dibalik tembok itu kadang terdengar lalu lalang melintas, bercampur dengan teriakan para pedagang kaki lima yang lewat menjajakan dagangannya.
Pesan ajakan makan malam yang ia kirimkan tadi, tak dibalas oleh Kendra, bahkan status pesannya juga tak di baca.
Dia duduk didepan terasnya bukan karena tanpa sebab, dia menunggu Kendra, melintas - Maya memanggilnya - ngobrol sebentar, kemuTika mereka keluar berboncengan dengan motor matic Kendra, untuk mencari makan.
Yang saat ini motor matik Kendra bagi Maya terasa lebih nyaman ketimbang motor sport milik Ijal.
"Malam Maya cantik," sebuah sapaan membuyarkan lamunannya, harapannya seperti terwujud, dia menoleh cepat, mengharapkan cowok yang ada dalam lamunannya berdiri di sana.
Tapi kemudian hatinya menjadi kecut, harapannya buyar saat dilihat ternyata Ijal yang berdiri beberapa meter darinya, menjura seperti seorang pangeran yang sedang bertemu dengan sang putri.
Cuih! Lebay, Maya malah merasa muak dengan sikap Ijal, terlalu berlebihan dilakukan untuk ukuran orang yang baru saling mengenal.
Entah baru sehari saja dia bersama Ijal tapi kesan yang dia tangkap tentang sosok lelaki berperawakan tegap dengan kulit hitam itu sudah tak menyenangkan, banyak hal palsu dan seolah dilebih-lebihkan olehnya, senyum yang dibuat se keren mungkin, gerak tubuh, gaya bicara, bahkan cara berdiri semua seperti dibuat-buat. Bau parfum menyeruak masuk kedalam rongga hidung Maya. Sampai - sampai bau parfum yang Ijal pakai pun membuat Maya benci.
"Malam," Maya tersenyum setengah, ternyata bukan cowok yang diharapkannya.
"Sendiri saja? ngga ada acara keluar nih?" Tanpa ada yang menyuruh, Ijal berjalan tegap, kemudian duduk di birai tepat didepan Maya.
Maya membenahi letak duduknya, dia turunkan kedua kaki yang tadi sempat dia tekuk keatas kursi, posisi duduknya yang semula meringkuk memeluk lutut, kini diarubah dengan duduk biasa, ada perasaan tak nyaman, melihat kehadiran Ijal yang tanpa seijinnya sudah langsung duduk dihadapannya, berjarak hanya beberapa meter darinya.
Kendra yang biarpun sudah lama mengenalnya dan sesekali bertegur sapa dengannya, butuh waktu lama untuk bisa duduk disana, meski Maya tau Kendra melakukan banyak upaya agar bisa duduk bisa di situ, tapi tanpa ada ijin dan ajakan darinya, Kendra akan langsung pergi membawa gelas berisi kopi panasnya tanpa berani tiba-tiba duduk dan berlagak sok akrab mengajaknya ngobrol.
Kenapa sekarang Maya begitu terobsesi dengan Kendra? Bukankah awalnya dia hanya mengharap pengakuan saja dari Bagas bahwa sangkaan dia atas Maya yang tak akan terjatuh dalam pesona Kendra salah.
"Lagi malas, wajahku panas seperti habis terbakar" keluh Maya, Ijal tertawa
"Baru sehari May, nanti lama-lama akan terbiasa," kata Ijal mengerling, hah? Maya bingung? Lama-lama? Siapa juga yang akan sering datang kesana lagi pikirnya.
Maya tak menjawab, kerling mata Ijal tak di tanggapinya, pikirannya sudah illfeel.
"Eh iya ada yang ingin aku tanyakan ke kamu?" Ijal menatap Maya serius, membuat Maya semakin menggidik ngeri, entah sejak kejadian sore tadi kehadiran Ijal saat ini seperti mengancam keselamatan dan kehormatannya.
"Apa?" Tanya Maya datar.
"Apa benar kamu menolak Kendra?" Seperti disambar petir, Maya tentu saja kaget, darimana Ijal tahu masalahnya dengan Kendra, malam itu hanya ada mereka berdua disini, apakah Kendra yang menyebarkan berita ini?
"Darimana kamu tahu soal itu?" Tanya Maya penuh selidik? Jika Kendra yang menyebarkan berita itu, sungguh itu diluar perkiraan Maya yang menyangka Kendra sempurna.
"Semalam aku main ketempat Linda, tapi ternyata dia tak ada" Linda adalah cewek berkacamata, kamarnya tepat diatas kamar Maya.
"Tak sengaja aku mendengar pembicaraan kalian dari atas" Ijal menunjuk tangannya ke atas
"Kamu menguping obrolan kami?" Maya makin illfeel, Ijal yang selama dipikirnya ramah, meski sikapnya terkadang berlebihan, ternyata cowok kepo.
"Jangan marah May, aku tak sengaja sumpah!" Ijal tahu Maya tak suka akan kelakuannya.
Maya diam, ada rasa marah dihatinya tapi dia tak mau meluapkannya sekarang, toh Ijal bilang dia tak sengaja mendengar pembicaraan itu, tapi bukannya durasi mereka awal ngobrol hingga Kendra pergi cukup lama?
"Kamu mendengar semuanya?" Maya masih menahan kesabarannya.
"Ngga, aku hanya mendengar bagian kau menolak Kendra karena tak cinta, setelah itu aku pergi"
"Terus apa mau mu?" Ijal tentu tak sekedar menanyakan perihal dia menolak Kendra, pasti ada sesuatu yang ingin ia ungkapkan.
"Ya, aku hanya menawarkan diri, siapa tahu Maya butuh teman...ya untuk makan mungkin atau jalan-jalan, aku siap untuk itu" tawar Ijal, memang tak ada yang salah, dia menawarkan bantuan, yang dipikirnya setelah Maya menolak Kendra tentunya Kendra tak akan sedekat dulu lagi. Itu artinya tak ada lagi 'tukang ojek' Maya.
"Terima kasih, nanti aku pertimbangkan" jawab Maya mencoba tersenyum meski terpaksa.
"Dan sebagai informasi saja, aku juga masih sendiri, jadi Maya ngga perlu khawatir kalau nanti kita jalan berdua ngga bakal ada yang marah" sungguh percaya diri, Kendra saja ah otak Maya sudah terjangkit virus Kendra.
Mungkin bagi Ijal yang biasa menghadapi cewek bule, keterus terangan seperti itu menjadi sebuah poin bagi mereka, menunjukkan ketertarikan langsung dengan objek yang kita incar, sehingga jika sang cewek tak berkenan dia akan langsung menolaknya, tapi itu budaya mereka, budaya kita yang ketimuran tentu sikap Ijal ini terlalu vulgar. Bukannya memperoleh kesan yang baik, yang ada malah jika awalnya sudah tak berkenan, tentu membuat kita makin tak menyukainya.
Maya seperti sudah pada batas kesabarannya. Dia tau Ijal berusaha mendekatinya, ketika peluang Kendra sudah tak ada, dia yang maju untuk menggantikannya.
"Sebelumnya aku ucapkan banyak terima kasih Jal, atas apa yang kita jalani seharian tadi, tapi ma'af, mungkin kau tak mendengar alasan lain aku menolak Kendra?" ucap Maya
"Apa itu?" Ijal penasaran.
"Aku sudah punya cowok" singkat dan itu membuat Ijal tersenyum kecut, dengan alasan ingin cari makan tiba-tiba saja Ijal minta pamit, tak seperti awal dia datang, jalannya tegap dengan tebar senyuman, kini dia pergi dengan langkah gontai, tak menoleh ataupun melempar senyuman.
Maya tersenyum sinis melihat kepergian Ijal, Kendra yang dikenalnya lebih dari tiga bulan dan telah berhasil mengaduk aduk perasaannya saja, ia lepas, meski setelah itu dia menyesali perbuatannya, nah ini Ijal yang baru sehari berhasil membawanya jalan, sudah seolah mendapatkan simpatinya. Dan dengan percaya diri datang mengarap Maya akan menyambutnya.
Maya bergegas masuk kedalam, kemudian menguncinya, dia tak mau tiba-tiba saja Ijal berubah pikiran, berlari kearahnya dan melakukan tindakan yang tak bisa ia bayangkan.