Rasa yang dulunya hanya kagum terhadap sosok Kendra yang tak sok kenal sok dekat, akhirnya menjadi simpati, dan simpati itu sekarang telah membesar menjadi rasa jatuh... Maya tak berani melanjutkan fasenya, karena itu yang akan membuat firasat cowoknya akan terbukti, bahwa tak akan ada perselingkuhan andai hubungan mereka dipertahankan. Padahal karena pemikiran itulah yang akhirnya membuat Maya berada dalam jurang dilema, tapi memang harus segera dihentikan, permainan Bagas telah membuatnya terseret dan hanyut dalam arus derasnya permainan dan pesona Kendra.
Kendra yang pernah ia sepelekan, tapi ternyata pesona dan perhatiannya mampu mengoyak pertahanan komitmen yang ia pegang teguh. Ia yang awalnya hanya ingin membuktikan bahwa prasangka cowoknya salah, harus mengakui bahwa itu bisa menjadi benar.
Ia harus segera menyudahinya, besok Bagas harus ia temui, masa bodo dengan segala hadiah yang Bagas tawarkan.
"Ayuk, keburu ngga enak nanti nasinya." Bujuk Kendra ketika tahu Maya masih berdiam di tempatnya. Maya menurut.
****
Tak ada kata yang terucap saat mereka tiba di kosan, Maya langsung berjalan menuju kamarnya, dengan helm yang masih dia kenakan. Kendra pun tak berusaha melakukan apa-apa, dia biarkan Maya menyelesaikan masalahnya. Sebab Kendra sadar akan posisinya, mencoba membantunya bukanlah pilihan yang tepat untuk saat ini, karena sepertinya Maya juga tak mau membagi masalah itu dengan nya.
"Dari istirahat tadi Maya murung, tadi sempat aku lihat dia telponan, setelahnya dia menjadi murung, bahkan ajakan makan siang ku tadi di tolaknya." Ada pancaran rasa khawatir dalam wajah Tika.
Tumben Tika main ketempat Kendra malam-malam, sekarang sudah pukul 22:55, sepertinya Tika kepo dengan keadaan Maya.
Setelah melihat kedatangan Kendra tadi, dia segera keatas, itu juga setelah memastikan Maya telah masuk kedalam kamarnya.
"Telpon dari siapa?" Tanya Kendra penasaran, dia sedang menggantung jaketnya. Kemudian melangkah keluar dan duduk dikursi teras depan kamarnya, kamar Bagas masih terlihat gelap, sepertiya dia belum pulang. Itu juga mungkin yang jadi pertimbangan Tika tumben-tumbenan mau main ke kamar Kendra.
Tika berdiri bersandar dekat pintu kamar Kendra. Ia hanya mengenakan daster panjang selutut warna putih dengan gambar kuda poni versi cibi.
"Ngga begitu memperhatikan, sepertinya dari kerabat dekat atau temannya, karena ngomongnya seperti sudah akrab!" Kata Tika setengah berbisik, seperti tak ingin ada orang lain yang mendengar, padahal di sana hanya ada mereka berdua.
Tika seolah lupa bahwa Maya pernah mengatakan kalau dia sudah punya cowok, dan dia tak menyadari bahwa bisa saja telpon itu dari cowoknya.
Kendra diam, mungkin memang masalah keluarga pikirnya.
"Malah tadi pas mau pulang dia lama diam di toilet, saat aku ajak pulang dia bilang mau ngerjain sesuatu, biar Kendra saja yang jemput." Imbuh Tika, nih cewek kalau jadi detektif mungkin cocok.
"Tadi sih aku lihat wajahnya sembab. Dan dijalan tadi sepertinya dia menangis, tapi tak mau menjawab saat aku tanya?" Astaga, kenapa Kendra malah bergosip, lagian kenapa dia harus membahas masalah Maya dengan Tika?
"Heh! Malam-malam malah bergosip, kayak mak-mak komplek lu!" Bagas tiba-tiba saja muncul dari arah tangga, mengagetkan mereka berdua.
Tika menyingkir sambil menjulurkan lidah kearah Bagas, dia sangat segan kalau sudah berurusan dengan Bagas, takut di jahili.
"Orang gilanya sudah datang, udah ya Ken aku pamit!" Tika melambaikan tangannya, dan melawati Bagas dengan acuh.
"Ada apaan sih?" Tanya Bagas menghampiri Kendra yang masih duduk di kursi depan kamarnya.
"Kepo lu kayak mak-mak komplek!" Semprot Kendra sambil berdiri, kemuTika berjalan masuk kedalam kamarnya.
"Kampret ngga sopan banget sih lu, yang punya kosan datang malah lu tinggal pergi, woi!" Protes Bagas.
"Bodo!" Jawab Kendra acuh. Dan dengan cueknya menutup pintu kamarnya. Khawatir Bagas mengikutinya masuk kedalam kamar
Terdengar Bagas menggerutu di luar pintu. Kendra hanya tertawa lirih
****
"Belum pulang Ken ?" Tanya satpam kantor yang sedang keliling sambil mengenakan jas hujan, yang kini menghampirinya. Ditangannya terlihat memegang senter yang masih menyala.
Membuat Kendra tersentak dari lamunannya. Suara derasnya hujan kembali terdengar jelas ditelinganya.
"Lupa bawa jas hujan pak, ini nunggu reda kayaknya juga lama!" Jawab setengah berteriak Kendra. Ingin rasanya ia pinjam jas hujan pak satpam, tapi saat melihat jas itu sedang dipakainya Kendra urung kan niat, kalau jas itu dia pinjam, harus menggunakan apa satpamnya nanti jika ingin berkeliling untuk mengecek situasi dalam kondisi hujan lebat seperti ini.
"Menginap aja kalo gitu!" Saran pak Satpam, Kendra menggidik ngeri membayangkan dia tidur dalam ruangan kerjanya sendirian, nyalinnya tak sebesar sifat gilanya, Kendra menggeleng pelan.
"Biar deh saya tunggu sebentar, kalo ngga reda -reda ya terpaksa nanti di terobos! "
"Oh ya sudah kalau begitu, aku lanjut keliling dulu ya?"Kendra memberi isyarat jempol sambil tersenyum.
15 menit berlalu, hujannya tak juga kunjung reda.
Khawatir semakin malam, akhirnya Kendra nekat. Ia memutuskan untuk menerobos hujan
Backpaknya ia pindah kedepan sebelum ia tutup resleting jaketnya, ia berharap dinginnya terpaan angin dan air dari depan tak terlalu menembus ketubuhnya, karena terhalang backpaknya.
Beruntung hari ini dia tak membawa laptop, karena memang bukan hari kerja normal.
Tadi dia masuk kantor juga sekitar jam satuan, untuk menyelesaikan kerjaannya yang terakhir. Mengirimkan katalog via email kebeberapa outlet dan kantor cabang yang ada di luar negeri.
Sebenarnya bisa saja kerjaan itu dia lakukan dirumah, tapi entah semenjak kejaTika malam itu, Kendra jadi tak betah untuk berdiam diri di kamarnya sekarang.
Jangankan sampai bertemu, merasakan keberadaannya yang jauh di ujung bangunan sana saja sudah membuat hatinya resah.
Sempat terpikirkan olehnya untuk pindah kos, untuk menghindari seringnya ia akan bertemu dengan Maya, seperti yang pernah ia lakukan dulu ketika di teror Gisha. Namun, Bagas yang selalu jadi pertimbangannya untuk tak segera merealisasikan niatnya, meski kadang tak nyambung dalam obrolan, tapi dia sudah Kendra anggap seperti saudara, meski entah Bagas mengakui hal yang serupa atau tidak, dan yang lebih gila lagi, Kendra mengidolakan Bagas!
Dan rasa persaudaraan itu lebih memberatkannya untuk pergi, ketimbang rasa sakit yang ia rasakan sekarang, yang dipikirnya dengan tak sering bertemu, atau mencegah seringnya bertemu, rasa sakit itu akan hilang dengan sendirinya. Tapi apakah bisa?
Apalagi Bagas juga tak ada disana sekarang, tugasnya diperpanjang hingga akhir Desember.
Niko dan Beni juga sama, bahkan lebih sibuk dari dirinya, mereka malah kadang sampai tak pulang dan memilih menginap di garment, karena dikejar deadline, mereka dibagian produksi tentu kerjanya lebih extra.
Praktis membuat mereka sekarang jarang keluar bareng, Kendra benar-benar sendiri.
Tapi setidaknya tugasnya kini telah selesai, karena mulai Senin dan seterusnya giliran tukang packing dan expedisi yang dibuat sibuk.
Tugas Kendra sudah kelar, setidaknya tahun ini mission completed meski di divisi kreatif dia sendirian berjuang, karena partner kerjanya belum juga didapat, kalau mbak Dina memang dari dulu single fighter di bagian sampel, tapi kerjaannya tak terlalu berat, ketika sampel turun produksi, dia hanya memastikan saja bahwa PO sampel dan hasil produksi sama, acc tanda tangan, kelar kerjaan dia, tak pernah sampai lembur, hanya kadang datang malam-malam kalau ada panggilan darurat dari pihak garment.
Kerjaan Kendra sekarang hanya prepare untuk next seasonnya saja, yang bisa ia kerjakan dengan santai, karena tenggatnya masih beberapa bulan kedepan.