Setelah memesan makanan, Kendra membawa piring berisi makanannya melewati pintu samping ruangan dalam, dia memilih duduk dikursi plastik dengan meja perseginya, sempat sekilas ia melihat ada satu meja yang baru ditinggalkan penghuninya.
Selang dua menit, saat asyik menikmati makan siangnya, datang dua pengunjung yang tiba-tiba saja ikutan duduk di kursi sebelah yang kosong dimana Kendra berada.
Memang tak ada aturan, satu meja untuk satu pengunjung, siapa saja boleh menempati kursi kosong jika kondisi warung penuh, hanya saja privasinya sedikit terganggu, apalagi dia harus berbagi meja dengan orang yang tak dikenalnya.
Kendra berusaha acuh, dengan meneruskan menikmati sisa makanannya yang tinggal beberapa kali suapan di atas piring, tanpa ingin tahu siapa yang duduk bersamanya.
"K-Kendra! Sendirian saja Ken?" Sapa suara yang tak asing di telinga Kendra, dengan nada suara seolah kaget, suara yang sangat familiar di telinganya, suara yang seolah menyengatnya hingga membuatnya kaku membeku, suara yang...
Oh tidak!
...jangan-jangan...
Dia juga pernah aku ajak beberapa kali makan di sini, Dan ya Tuhan! Bukankah kantornya juga dekat - dekat sini?
Kenapa tadi Kendra tak menyadari itu, berarti benar! Pikirannya benar - benar sedang tidak baik - baik saja.
Ayolah aku sedang ingin menikmati makanan, tak ingin terusik oleh perihnya hati, keluh Kendra dalam hati. Kendra mendongak dengan perasaan was-was, berharap itu bukan ...
"K-kamu Tik aku kira siapa?" Kendra bisa menghela nafas lega.
Ternyata Tika dan seorang temannya, cewek yang waktu itu pernah ketemu Kendra dan sempat juga berkenalan disini. Siapa namanya? Kendra mencoba mengingat, dan sialnya dia tak bisa, pikiran kalutnya tak bisa ia ajak berfikir.
Tika teman sekantor Maya dan kebetulan juga sekosan dengan Kendra. Kamarnya dibawah sebelahan dengan kamar Maya.
Entah pikirannya yang kacau ataukah suara tadi memang mirip?
"Pasti dikira Maya kan?" Tebak Tika, senyumnya dikulum.
"N-nggak?" Gagap Kendra membalasnya dengan tersenyum setengah, kepalanya menggeleng pelan sambil terus menyuapkan sisa makanan di piring kedalam mulutnya.
"Tuuh orangnya lagi jalan kemari." Ujar Tika sambil menunjuk kedalam, Kendra langsung tersedak saking kagetnya saat mendapati sosok yang ia segan untuk ditemuinya saat ini tengah berjalan pelan kearah mejanya, wajahnya sama kusutnya dengan Kendra, meski ada riasan tipis di wajah yang menyamarkan kekalutan pikirannya.
Dan Maya juga sepertinya tak menyadari keberadaan Kendra disitu. Entah karena dandanan awut -awutan Kendra yang seperti sebuah penyamaran bagi siapa saja yang mengenalnya, atau memang, dirinya juga sedang kalut, hingga keberadaan Kedra di sana juga tak di sadarinya.
Kendra sampai terbatuk -batuk, Tika menyuruhnya untuk cepat minum, dia panik karena tak menyangka akan reaksi Kendra yang sebegitu terkejutnya.
Ini semua kebetulan, tak ada unsur kesengajaan. Batin Kendra masih berdebat dengan nuraninya.
Kendra murni datang kemari karena lapar, jaraknya yang dekat dari tempat kosnya yang jadi pertimbangannya tadi, bukan karena agar bisa ketemu Maya.
Dia sungguh tak menyangkanya dari awal.
Karena menurutnya, untuk ketemu Maya prosentase prediksinya sangat kecil. Disamping Maya yang tak bisa naik motor sendiri, kemungkinan dia membeli makan pun tak akan jalan sendiri pasti nitip keteman sekantornya, dia tak memprediksi Maya akan di bonceng! Dan lagi jam saat ini menunjuk pukul 12:45, dimana para pekerja tentunya kebanyakan sudah pada balik ketempat kerjanya, karena jam istirahat akan berakhir.
Kendra cepat - cepat menyudahi ritual makannya, dia tak ingin ketemu Maya dulu, setidaknya belum untuk saat ini, saat nanti ataupun saat kelak.
Dia sudah hampir berdiri, bahkan posisinya sudah setengah berdiri.
"Buru-buru amat Ken?" Tanya Tika keheranan, dia tak mengetahui apa yang terjadi antara Kendra dan Maya, tapi feelingnya mengatakan mereka sedang tidak baik-baik saja. Dan memang tak seorang pun di kosan yang tahu, mereka masih menganggap Kendra dan Maya adalah sepasang kekasih, itu asumsi mereka saat melihat kedekatan Kendra dan Maya selama ini.
"Kan udah dari tadi aku disini Tik," kilah Kendra, dia sudah hampir berdiri, ketika kursi kosong di sebelah kirinya ditarik kebelakang.
Maya juga ternyata belum menyadari keberadaan Kendra didekatnya. Seketika Kendra mematung ditempatnya, tak tahu harus berbuat apa.
"Dikit sekali nasimu May?" Tanya Tika saat melihat piring Maya berisi sedikit sekali makanan. Matanya melirik kesamping seolah memberi isyarat ada Kendra disampingnya, sayangnya Maya tak menyadari itu.
"Lagi ngga mood makan, ini aja biar perutnya ngga kosong. "Jawab Maya sambil memperbaiki letak kursinya, kepalanya tak sengaja menoleh kesamping.
Seketika suasana menjadi kikuk, Kendra dan Maya hanya saling tatap.
Tika akhirnya menyadari kalau memang sedang terjadi sesuatu antara Kendra dan Maya, dia pun reflek memberi kode keteman sebelahnya untuk pergi.
"Wid, kita pesen es kelapa dulu yuk!" Ajak Tika sambil menarik paksa tangan temannya yang sedari awal tak tahu menahu tentang apapun, sambil membawa piring mereka masing-masing.
Maya mencoba mencegah, namun Tika berlalu dengan memberi isyarat it's ok.
Tinggal kini dirinya berdua dengan Kendra dalam keriuhan suara pengunjung warung namun seolah sepi akibat ke kikukan suasana yang mereka ciptakan.
"Apa kabar Ken?" Maya berinisiatif memulai obrolan, berusaha mencairkan suasana. Toh meski ada permainan hati diantara mereka. Mereka masih berteman.
"B-baik," jawab Kendra kecut, dia berbohong. Tak ada gunanya juga jika dia jujur, tak akan merubah apapun pikirnya.
Maya sedikit mendekatkan wajahnya, membuat Kendra reflek menghindar agak mundur. Hidung Maya berkerut, aroma parfum dan bau apek baju yang di kenakan Kendra masuk kedalam rongga penciumannya.
"Sudah berapa hari kamu tak mandi?" Maya langsung menebak. Dia berusaha bertingkah senormal mungkin dihadapan Kendra, menunjukkan seolah-olah 'kita baik-baik saja'.
Memang sekilas dari penampilan Kendra yang berantakan Maya sudah tahu, karena Kendra yang selalu menemaninya selama ini tak seperti ini bentuknya.
Suasana sedikit mencair dan menjadi agak santai. Setidaknya itu menurut Maya.
Maya mulai menyuapkan nasi kedalam mulutnya.
"Ngaco, aku selalu mandi lah!" Kilah Kendra, lagi - lagi dia berbohong.
Kau tak berhak tanyakan hidupku, membuatku semakin terluka.
Penggalan syair lagu yang seolah cocok dengan perasaan Kendra saat ini.
Maya hanya tersenyum dia tau Kendra membohonginya.
"Pakai ini?" Maya memberi isyarat dengan dua jarinya seolah meledek Kendra kata mandinya tadi ia konotasikan dengan dua jari yang berfungsi untuk membersihkan kotoran dari sudut mata.
Kendra tersenyum sinis atas candaan Maya padanya, harusnya dia tergelak dengan candaan Maya saat ini, lalu mereka akan saling melempar canda, dan tergelak bersama.
Cukup!
Batasnya hanya sampai disini! Batin Kendra, ia tak ingin lagi larut dalam permainan ini, yang nantinya akan kembali berujung pada terlukanya hati.
Sesaat tadi ia hampir saja terlena dengan memunculkan kembali harapan.
Harapan yang telah ia pupus habis, ia tak ingin berandai - andai kembali.
Kendra hampir-hampir berdiri untuk meninggalkan tempat itu.
"Anterin aku ke Bank ya habis ini?" Seolah tak pernah terjadi apa-apa, sikap Maya tak berubah sedikitpun, masih seperti sebelum kejaTika malam minggu kemaren.
Kendra mematung tak percaya.
Rasa sakit dihatinya saja masih terasa hingga saat ini, jika saja janjinya untuk tak memutus pertemanan waktu itu tak terucap, mungkin dia memilih pergi saat ini juga.
Kendra menatap lekat-lekat wajah Maya, lukanya kembali tersayat
Dan itu berdarah!