14:15
Waktu seolah berjalan dengan lambat membuat Maya mulai merasa bosan. Prediksinya salah, ternyata diam di kamar mungkin tak akan membuatnya sebosan ini, selain itu jika di kamar, dia bisa kapan saja rebahan untuk tidur, disini dia tak bisa melakukan itu, selain udaranya panas, ramainya lalu lalang orang yang ada disini, tak membuatnya nyaman untuk rebahan di kursi panjang yang tadi di tunjuk Ijal, apalagi tidur, padahal saat ini dia merasakan capek.
Setelah makan di warung tempat Ijal memesan kelapa muda, Maya mencoba berjalan menyusuri pantai ke arah utara, membuang rasa bosan dan penat yang menderanya.
Disana ada bukit batu karang yang menjorok ketengah laut, panasnya matahari mulai membakar kulit yang perlahan merubahnya menjadi kemerahan, dan yakin esok, kulitnya akan menghitam dengan otomatis.
Beberapa saat berjalan, Maya sudah berada di ujung pantai sebelah utara, dimana dihadapannya sebuah tebing tinggi yang menutup jalan, dengan air pasang yang menutup akses untuk kebalik bukitnya, jika air sedang surut, mungkin dia bisa menyusuri genangan air dan menyebrang kesisi lain bukit karang.
Matanya tak sengaja menangkap beberapa pengunjung yang berpasang - pasangan duduk diantara batu - batu karang besar di sekitar pantai, mereka antara sedang mojok atau berlindung dari terik panas matahari yang tengah menyengat.
Maya akhirnya balik badan, melihat beberapa pasangan yang sedang duduk berdempetan di sekitarnya membuatnya risih, antara malu melihat pemandangan itu atau iri.
Maya memutuskan untuk kembali ketempatnya semula. Kursi pantai dengan payung besarnya.
Maya terpaksa duduk dipasir mengejar teduh dari bayangan payung pantai, kursi pantainya telah terjilat panas matahari, segan rasanya untuk menarik kursi berat itu untuk mengejar teduh.
"Kursinya ditarik aja May!" Teriak Ijal dari belakang, mengejutkannya, harusnya Ijal yang melakukan itu, bukan Maya. Maya diam menunggu, akankah Ijal juga bersikap gentle?
Lama tak terlihat ada aksi, Maya menoleh, ternyata Ijal sudah tak ada dibelakangnya lagi, dia telah pergi berjalan berpatroli kesisi utara pantai. Maya hanya tersenyum, haruskah yang ini aku bandingkan dengan Kendra? Batinnya.
Tak mau menunggu, Maya akhirnya menarik sendiri salah satu kursi kesisi teduh bayangan payung, lumayan berat, karena pasir yang agak gembur, sehingga ketika di tarik, roda kursi malah masuk kedalam, pekerjaan berat yang selama ini tak pernah dia kerjakan, senyum sinis terus tersungging di bibirnya, bagaimana mau mendapat perhatian, jika tak mencari perhatian, batinnya.
Setelah dirasa posisinya sudah sedikit teduh, Maya merebahkan tubuhnya yang terlihat sangat lelah, kebosanan telah menguras energinya, hawa panas bercampur angin yang berhembus, membuatnya lemas.
Apa yang membuatnya sampai mengambil keputusan bodoh ini, harusnya saat ini dia sedang terbaring dikasurnya terlelap dibuai mimpi, tak kepanasan tak berkeringat, tak mengalami kejenuhan.
Beberapa saat kemudia akhirnya dia telah terlelap juga, rasa lelah bosan dan penat, meruntuhkan rasa segan dan tak nyamannya.
Sampai sebuah tangan menyentuh lengannya halus, kemudian menggoyangnya dengan pelan.
"Bangun May sudah sore, yuk pulang," ternyata Ijal yang sudah berganti pakaian, sore telah menjelang, matahari ternyata telah menyinari tempatnya, Maya tak merasa, mungkin karena terlalu nyenyak dia tidur.
"Jam berapa sekarang?" Maya mengusap matanya dengan punggung tangannya, kebiasaan baru yang diajarkan Kendra padanya.
"Jangan di kucek pake jari, pake punggung tangan saja, biar ngga iritasi matanya," saran Kendra ketika mendengar Maya, di belakangnya mengeluh matanya perih kemasukan debu.
"Kenapa?" tanya Maya dari belakang, setengah teriak.
"Ya kan tadi ngga tau tangannya habis pegang apa, kalo habis pegang cabe? Bahan kimia? Kan bisa bahaya?" Sahut Kendra
"Kok kamu perhatian sekali sih? Kenapa?" Hanya itu pertanyaan yang di lontarkan Maya tanpa mendengar lagi jawaban dari Kendra, tapi saran itu terus ia ikuti.
"Jam lima kurang lima menit, kamu tidur nyenyak sekali, jadi aku membiarkanmu untuk beberapa saat." Ijal duduk di kursi panjang satunya, yang ternyata tanpa Maya sadari telah berada disebelah kursinya. Entah berapa lama Ijal diam disana, yang mungkin saja telah mengamati Maya yang sedang tertidur, menyadari hal itu Maya menjadi tak nyaman.
"Mau sekalian lihat sunset, atau langsung pulang?" Tanya Ijal.
Maya yang sudah dibuat illfeel olehnya, tentu saja tak akan menunda berada ditempat itu untuk waktu yang lebih lama.
Andai Ijal tak mengatakan 'membiarkanmu untuk beberapa saat', tentu dia tak akan ber asumsi yang macam-macam. Jika dia sudah pulang dari jam 4 tadi, tentu dia berada disamping Maya hampir satu jam, Maya jadi ngeri. Membayangkan Ijal duduk diam disampingnya sambil menikmati setiap lekukan tubuhnya yang tengah terlelap.
"Pulang!" Sahut Maya pendek, Kendra saja tak pernah menatapnya lama, tak pernah menyapukan pandangannya ke seluruh tubuhnya. Bahkan ketika dia sengaja menyandarkan kepalanya ke bahu Kendra saja, Kendra tak berani melakukan hal yang tak senonoh kepadanya.
Ijal tersenyum lalu mengangguk, bahkan wajahnya tak sedikitpun membias rasa bersalah.
"Padahal sunsetnya tinggal tiga puluh menit lagi, ngga sayang sudah jauh-jauh kesini mau di lewatkan?" Ijal mencoba membujuk Maya, dia tak sadar bahwa cewek dihadapannya sudah merasa tak nyaman, karena ulahnya.
"Kita pulang, aku capek!" Jawab Maya, dia menolak dengan alasan yang tepat. Ijal tak bisa memaksa lagi, dia akhirnya bangkit, mengulurkan tangan seolah menawarkan bantuan kepada Maya untuk bangkit, Maya mengacuhkannya, sungguh tak sopan pikir Maya, mungkin itu sudah biasa bagi bule karena itu sikap yang gentle, tapi bagi Maya yang sudah secara tak langsung merasa terlecehkan, itu sikap yang tak sopan. Ijal hanya tersenyum saat tawarannya di acuhkan Maya, Ijal seolah tak sakit hati atau merasa kecewa, mungkin dia sadar, perlakuannya memang tidak tepat untuk cewek lokal.
Kembali Maya menggadaikan hatinya kedalam panjatkan do'a, ketika Ijal melaju dengan cepat motor sportnya, tapi kali ini Maya memberanikan diri untuk menegurnya.
"Bisa tolong agak pelan, aku takut" teriak Maya, karena suaranya hampir kalah dengan raungan motor spot Ijal. Ijal mengangguk, dia mulai mengurangi kecepatan motornya, tapi tetap saja bagi Maya itu masih terlampau kencang, dia tak tahu bahwa pelan versi motor matic dan motor sport tentu beda.
45 menit kini jarak tempuh Bukit-Kerobokan, yang kalau dengan jalan normal, bisa satu jam lebih.
18:45
Motor Ijal memasuki halaman kos dengan Maya dibelakang jok penumpang, wajahnya mengguratkan rasa capek, kusam dan agak memerah terbakar sinar Matahari.
Dia turun dari boncengan
"Makasih ya Jal." Meski tak berkesan, Maya tetap mengucapkan terima kasih ke Ijal, setidaknya karena telah mengantarkannya pulang dengan selamat.
"Sama-sama, jangan kapok, besok kalau libur lagi boleh kalau mau ikut lagi" ajakan Ijal dibalas senyum kecut oleh Maya. Andai saja kau bisa dengar jeritan batinku yang meneriakkan kata kapok, cukup sekali dan ngga akan lagi.
Maya berjalan keluar dari parkiran, feelingnya mengatakan ada sepasang mata yang sedang mengamati, dia menengadah, dan benar, dia melihat Kendra menatap kebawah, Maya tersenyum ramah, berharap Kendra membalasnya, tapi rupanya Kendra sedang tak fokus ke dia, terlihat dia tak sedikitpun membalas senyumannya. Rupanya dia sedang melihat kearah Ijal yang berjalan santai menuju kamarnya.
Dan Kendra segera menghilang tanpa membalas senyuman Maya ketika sadar Maya sedang menatapnya.
Rasa sakit itu ia terima dengan lapang dada, karena Kendra begitu juga karena dia.
Andai ada tombol ctrl+z tentu dia akan tekan tombol itu segera.
Ucapan Bagas seperti sebuah ramalan, terngiang di kepalanya.