Chereads / GAME is OVER / Chapter 40 - Warna yang berbeda

Chapter 40 - Warna yang berbeda

Dimalam penolakan.

"Kalau Kendra aku sudah tahu siapa dia, dan ketika semua ini berakhir, ibarat air mengalir, dia akan menghentikan alirannya seketika itu juga, tapi entah dengan dirimu, apakah kamu juga akan bisa menghentikan perasaanmu?" Ucapan Bagas menggema di pikiran Maya semalaman tadi, entah kenapa ucapan bagas waktu itu, menggusarkan pikirannya, bagaimana jika ternyata sikap Kendra kedirinya benar – benar berubah, seperti yang di ucap Bagas.

Maya mengintip dari balik gorden jendela kamar, rasa penasaran menggelitik keingin tahuannya, ketika tumben pagi -pagi telinganya sudah mendengar suara motor Kendra. Karena sangat seringnya ia bersama Kendra dan motornya, suara motornya pun sampai dia hapal.

Dia melihat motor Kendra baru masuk kedalam halaman kos.

Setelah memarkir motornya, dengan langkah gontai dia berjalan menunduk tanpa meloleh kearan kamar Maya seperti yang biasa ia lakukan. Wajahnya terlihat kuyu seperti orang yang belum tidur sama sekali, tapakan kakinya membawa dia menuju arah tangga, dan waktu sudah menunjuk,

05:30

Ingin rasanya Maya melompat keluar- menyapa nya- mengajak nya berbincang - menegosiasikan kejadian semalam.

Tapi melihat Kendra seperti orang yang belum tidur, Maya urung lakukan. Selain itu, ini juga masih pagi buta, tetangga kosnya saja mungkin masih tertidur nyenyak berselimut mimpi. Tentu tak elok jika mereka sudah terlihat berduaan dipagi buta begini.

Sama seperti Kendra, Maya pun sebetulnya kurang tidur, setelah Kendra pergi meninggalkan teras kamarnya semalam, dia pun mencoba untuk memejamkan matanya, namun rasa sesal yang menggelayut hatinya tak membuatnya segera terlelap.

Butuh setidaknya satu jam lebih untuk dia akhirnya bisa terlelap. Menurutnya, dia sudah tertidur sangat lama, tapi nyatanya pukul lima tadi dia sudah harus tergagap terbangun ketika alarm yang ia pasang menjerit membangunkannya.

Dia menatap Kendra hingga hilang didepan anak tangga.

Kenapa dia sekarang lebih merasa bersalah dan begitu peduli dengan cowok itu, bukankah harusnya saat ini dia bahagia, karena sudah terlepas dari jerat pesona Kendra dan juga tantangan konyol dari Bagas? Yang itu artinya dia bisa melanjutkan hidup normalnya, hidup normal yang selama ini ia jalani sebelum tantangan bodoh itu datang.

Dia sudah tak memikirkan soal tantangan itu lagi, kalah atau pun menang dia sudah tak peduli. Meski Bagas sendiri juga sudah menyudahi tantangan itu, yang ternyata memang hanya akal- akalan dia saja, agar Maya dekat dengan Kendra, sungguh gila anak itu. Hanya gara - gara melihat hubungan Maya dan cowoknya tak harmonis, bisa- bisanya dia berinisiatif menjodohkannya dengan Kendra. Cowok yang awalnya dia remehkan, modal tampang saja tak akan bisa membuatnya tergoda, apalagi sampai terpesona begitu pikirnya. Meski akhirnya dia harus mengutuk dirinya karena telah bertindak bodoh. Buah dari over percaya dirinya itulah, saat ini dirinya dan Kendra akhirnya berselisih.

Dan entah kenapa hatinya seperti tak siap untuk menjalani hidup normal.

Ia seperti merasa, bahwa kehidupan yang ia jalani beberapa bulan terakhir itu penuh warna, tak monoton ataupun monocrome, dan warna itu karena ada Kendra yang menggoresnya. Dan kini dia telah membuangnya, akankah hidup normal yang ia maksud akan sama berwarnanya meskipun tak ada Kendra disana? Namun dugaannya mengatakan, Kendra akan tetap ada disampingnya meski mungkin tak akan seakrab biasanya, tapi setidaknya antar jemput kekantor, atau kegiatan belanja bareng akan tetap dilakukannya. Menunggu hari ini berakhir untuk memastikan benar tidak perkiraannya, adalah hal yang menjengkelkan.

Lima belas menit berlalu Maya akhirnya keluar kamar untuk sekedar menghirup uMaya pagi yang masih bersih, semburat biru muda berlapis dengan warna jingga dan kuning dibatas cakrawala timur, ibarat lukisan alam yang begitu indah karya Yang Maha Agung, dengan gumpalan awan jingga yang terproyeksi oleh salah satu dari warna yang ada.

Berjalan pelan ke halaman depan teras kamarnya kemudia mondar - mandir hingga ketembok pagar depan, ia coba usir rasa sesalnya dengan berolah raga ringan. Katanya cardio ringan bisa menekan rasa stress, setidaknya untuk menenangkan pikiran. Sepuluh menit berlalu.

"Pagi sekali bangunnya Nay!" Suara cowok dari kamar tengah sebelah kiri tangga terdengar menggema menyapanya.

Dilihatnya Ijal, tengah menggosok motor sport didepan kamarnya dengan lap kain. Maya hanya tersenyum, bukannya tak mau membalas sapaannya tapi dia sedang enggan untuk berbasa-basi saat ini, apalagi dengan orang yang belum begitu akrab dikenalnya. Ijal, dia tahu penghuni kamar tengah satu deret dengan kamar Maya, hanya posisinya disebelah kiri tangga naik, itu artinya kamarnya lurus dengan kamar Kendra. Tapi dia jarang berinteraksi dengannya, orangnya sedikit caper, itu yang kadang membuat Maya malas meladeninya.

"Pagi begini olah raga enaknya di taman, atau dipantai, uMayanya tentu masih segar" katanya lagi, seperti sedang berdialog dengan diri sendiri, karena Maya tak sedikitpun menimpali ucapannya. Terlihat dia begitu bersemangat melakukan aktivitasnya.

Maya masih melanjutkan aktivitasnya, merasa tak dapat respon Ijal akhirnya memilih diam.

Melihat itu Maya iba juga, dia juga bukan orang jahat, dia masih punya perasaan ketika ada orang yang berbaik hati dengan mengajaknya ngobrol kepadanya kenapa dia harus membalasnya dengan acuh, kalau seandainya itu terjadi padanya tentu dia juga tak akan mau.

"Libur Jal?" Pertanyaan konyol, ini hari minggu tentu saja semua orang libur, tapi Maya tak punya kalimat yang lebih tepat untuk memulai basa-basinya, hanya itu yang terlintas dipikirannya. Ijal menoleh, kemuTika tersenyum

"Kerja, cuma jadwalku nanti jam sebelas," jawabnya, oh ternyata ada ya, hari minggu yang kerja. Maya hanya mengangguk angguk kan kepalanya.

"Memang kerja apa Jal? Ini kan minggu, bukannya harusnya libur?" Tanya Maya heran, Maya hanya memikirkan orang kantoran, tidak terpikir kalau seandainya Ijal ini seorang security, pegawai swalayan atau minimarket, tapi menilah warna legam kulitnya, dua jawaban terakhir sepertinya bukan.

"Aku lifeguard Nay, day off ku harus hari minggu," jelasnya, bulatan O di bibir menjawab penjelasan Ijal barusan, terjawab sudah kenapa kulit Ijal terlihat hitam legam, kalau seanTikaya sedikit putih, wajahnya juga ngga jelek-jelek amat, tapi bukannya justru kulit hitam seperti ini yang di sukai para bule? kulit eksotis begitu sebut mereka.

"Dimana Jal?" Tanya Maya penasaran, siapa tahu kalau kapan - kapan Kendra mengajaknya main kepantai, dia bisa ketemu Ijal, Kendra? Kenapa saat Maya mengingat nama itu jantungnya berdebar?

"Pantai Balangan!" Jawabnya pendek, dia sudah selesai menggosok motor sport nya. Sebetulnya dia hendak menanasi motornya, cuma karena terlibat obrolan akhirnya urung ia lakukan, karena tentu akan mengganggu obrolan mereka.

"Dimana itu?" Tanya Maya lagi, karena selama ini dia memang tak pernah pernah main blusukan, mainnya dengan Kendra yang pasti - pasti, belanja --nonton --makan, kalaupun ketempat wisata tempatnya juga tempat sudah umum dan yang biasa dikunjungi wisatawan, Kuta --Kintamani --Tanah Lot. Mungkin memang mainnya kurang jauh.

"Susah kalau dijelaskan, harus datang sendiri biar tahu letaknya dimana?" Jawabnya, seperti sebuah pancingan saja.

"Kalau mau nanti jam sebelas ikut aku sekalian." Benarkan itu sebuah modus, Maya diam berpikir, ragu-ragu? Sudah pasti dia ragu-ragu, Ijal meski tetangga satu kos, tapi dia tak terlalu akrab dengannya, hanya sapaan-sapaan biasa saja kalau dia kebetulan ketemu Maya.

Tentu tak ada yang tahu niat yang tersembunyi dari ajakannya saat ini.

"Tempatnya bagus, banyak orang surfing, disana juga banyak warung -warung kok, kalau Maya misal mau makan atau jajan ngga perlu khawatir," Ijal berusaha membujuk

Keraguan Maya dikalahkan rasa ingin tahunya, tak mungkin juga Ijal akan macam-macam dengannya ditempat ramai, dan lagi dia sedang bekerja tentu tak akan ada kesempatan untuknya melakukan hal kurang ajar terhadapnya.