17:45
Kendra gelisah dalam kamarnya, di atas kasur busa tubuhnya tak mau diam, sebentar miring kekanan, sebentar kemudian miring kekiri, pikirannya semakin tak menentu. Galaunya hati malam ini terasa membuncah.
Akhirnya dia bangkit dan duduk ditepi kasur. Andai ada Bagas mungkin kekalutannya saat ini ngga akan meresahkan seperti ini, atau jangan - jangan malah makin parah ? Otak mahkluk satu itu tak bisa di prediksi.
"Nomor gua jangan lu hapus, kali aja lu ingin curhat, telpon aja gua."Seperti sebuah firasat saja, sebelum bertolak ke Jakarta Bagas pernah berkata seperti itu
"Najis!" Dan Kendra hanya menanggapinya dengan santai.
***
"Ya kalau kamu terima, aku tak akan menjawabnya karena jawabannya telah kita jalani selama ini, tapi jika jawabmu tetap menolak, aku juga tak akan memungkiri bahwa mungkin hatiku akan sakit, tapi aku harus rela. Toh ada atau ngga ada kamu di sisiku, kehidupanku akan terus berjalan, ngga mungkin kan ? setelah kamu tolak, besok dunia runtuh ? Tapi maaf jika nantinya sikapku akan sedikit berubah ke kamu, tapi aku pastikan kita masih tetap berteman, hanya saja berikan aku alasan yang kuat mengapa kamu menolakku? " Kalimat yang seolah mengalir begitu saja, yang sayangnya kalimat-kalimat itu telah terangkai jauh -jauh hari sebelumnya.
Sebuah kalimat yang ia terima dari teman curhat sekaligus pembimbing dalam menghadapi wanita, Bagas!
Meski terkesan tak pernah serius, ada sisi lain dari Bagas yang kalau ketemu tombol saklar kliknya bisa diajak serius.
Ada kalanya saat waras mereka berdiskusi, tentang filosofi hidup, tentang percintaan, tentang politik atau apa saja perihal yang menggelitik hati mereka, bahkan perasaan menerima dari sebuah jawaban paling buruk sekalipun, dia dapat pencerahan dari Bagas.
Tapi sayangnya teori tak seindah prakteknya, pahitnya kenyataan tak bisa dirumuskan.
"Alasannya sudah jelas, aku masih punya pacar, dan aku tak mau ada orang yang tersakiti atas keputusanku ini."
kau tak adil Maya ! Gumam Kendra dalam hati.
"Apakah kau kira aku tak akan sakit May?" Suara Kendra hampir-hampir tercekat, mendapati kenyataan bahwa dia yang harus dikorbankan. Maya seolah tak peduli bahwa ia pun akan merasakan sakit.
Tapi jika keadaannya di balik? Posisi Kendra yang di khianati? Buah simalakama, tapi harus ada yang menjadi korban
Tapi tunggu siapa yang di khianati? Cowoknya ? Bahkan keputusan cowoknya pun sudah diserahkan ke tangan Maya, yang Maya sendiri tahu tak akan ada siapapun yang terkhianati, tapi dia tak sadar bahwa pasti ada yang ia sakiti.
Dejavu, Kendra seolah mendapatkan karmanya. Kini ia bisa merasakan apa yang pernah mereka rasakan. Wajah-wajah wanita yang pernah menaruh harapan terhadapnya, namun dikandaskan oleh keadaan, kini seolah membayang satu-satu.
Meski Kendra dulu berdalih bahwa keputusannya adalah benar, tak mau menjadi pengganggu hubungan orang lain, namun saat ini? Dia berada di posisi seperti mereka, dan dia bisa merasakan apa yang dulu cewek-cewek yang ia tolak rasakan.
Keputusan itu mungkin terbaik bagi Maya untuk saat ini. Dia berpikir Kendra akan berhenti menekannya untuk beberapa waktu, sampai ia merasa siap untuk itu.
"Aku harus mempertahankan komitmenku ke dia, sakitmu bukan atas kehendakku dan aku yakin kamu akan lebih cepat melupakan rasa sakitnya, aku minta ma'af kalau memang sikapku selama ini telah membuatmu jadi seperti ini, dan satu hal yang paling dasar, aku belum bisa mencintai kamu, jangan paksa aku untuk melakukan itu " Manik mata Maya terlihat berkaca-kaca.
Lepaskanlah ikatanmu dengan aku
Biar kamu senang
Bila berat melupakan aku
Pelan-pelan saja
Lirik lagu itu tiba – taba saja seperti menjadi backsound moment sedih kala itu.
"Baik, sepertinya aku tak bisa mengubah keputusamu. " Kendra menghela napas panjang, "Aku hargai keputusanmu, aku janji kita akan masih berteman, tapi maaf, seandainya sikapku nanti berubah," Kendra mencoba tersenyum meski pahit.
Hancur atas penolakan Maya ? Bukan, hancurnya hati Kendra karena menyadari bahwa Maya harus membohongi hatinya dan dirinya. Namun dia tetap harus menghormati keputusan Maya meski itu harus membuatnya jadi pecundang.
" Kok gitu, apa kamu akan menjauhiku Kendra ?" Tanya Maya
" Bukan menjauhimu, aku hanya akan menjaga jarak, tak mungkin aku terus menerus mendekatimu, sementara harapan untuk mendapatkanmu ngga ada May? " Dipaksakannya untuk tertawa, garing!
" Ngga lucu !" Maya merengut.
"Ya kan aku harus move on May, he he he, " Kendra mencoba melucu, yang sebetulnya hanyalah untuk menghibur dirinya sendiri. Atau mungkin Kendra harus menceritakan kisahnya dulu, bahkan pertemanan antara cowok dan cewek tak akan bisa terjadi, karena salah satunya pasti akan mencari pamrih untuk hati.
Maya menatap tajam kearah Kendra, membuat Kendra salah tingkah, apakah ada yang salah dengan ucapanku ? Pikir Kendra.
Beberapa saat mereka terdiam.
Kendra melirik jam yang melingkar di tangannya, astaga ! Setengah dua malam, gila!.
"Wah sudah larut ternyata." Kendra bergumam lirih, kemudian bangkit dari duduknya dan menggeliat panjang, "aku pamit ya May? Semoga mimpi indah, dan maaf telah mengganggu waktumu malam ini bye Mayandari!"
Dan entah saat menyebut namanya utuh, hati Kendra seperti di tusuk belati.
Mungkin ini akan jadi obrolan terakhir mereka, mungkin juga ini akan jadi akhir hubungan mesra mereka. Apakah akan ada trik air panas lagi? Ataukah kisah itu harus tutup sampai disini.
Kendra mencoba memberikan senyum tulusnya untuk yang terakhir, karena dia tak yakin apakah besok dia masih bisa memberikan senyuman itu lagi.
"Kendra ... tak bisakah kau menganggap malam ini tak terjadi? Dan besok kita melalui hari seperti biasanya ?" Ucapan Maya membuat Kendra menghentikan langkahnya.
Beri aku waktu dan kesempatan untuk memilihmu, sebenarnya itu maksud Maya. Atau aku telah nyaman berada di sisimu?
Melalui hari seperti biasanya? Menggantungkan kembali status Kendra? Teman tapi bersikap seolah sepasang kekasih?
"Apakah rasa sakitku ini masih belum membuatmu puas May?" Tanya Kendra sambil menghela napas panjang, dadanya terasa sesak. Wajahnya memelas. Hatinya perih
Ia tak habis pikir dengan jalan pikiran Maya.
Bukankah untuk memperjelas statusnya yang menggantung itu alasan Kendra malam ini disana? Bukankah sudah jelas prinsip pertemanan mereka bertolak belakang? Dan Maya masih ingin mempertahankan prinsip pertemanannya yang bagi Kendra itu adalah sebuah siksaan? Teman tapi mesra! Tanpa tahu batasannya sampai mana, bahkan untuk memegang tangan Maya saja Kendra tak berani.
Maya terdiam, ada bulir bening meleleh dari sela matanya, Maya mengutuk perbuatan Bagas, yang telah membawanya pada situasi seperti sekarang.
hatinya sama hancurnya dengan apa yang dirasakan Kendra. Tentu saja keduanya pilihan yang berat.
Apakah rinai hujan Nopember mampu menyiram kerak tanah kering yang terbasuh teriknya matahari bulan Mei, ataukah kering ini hanya sebuah tujuan dari semi semi bunga kenanga yang mulai mengelopak menyambut basah. Tak ada yang tahu bahkan sebuah jawaban bijak pun tak mampu meranggaskan daun jati untuk gugur menghujam bumi.
18:45
Kendra terlalu percaya diri semalam, bahwa Maya akan menepuk sebelah tangannya, dan terlalu menganggap remeh masalah hati, dia tak mengambil pelajaran dari lagu Maggy Z, yang memilih sakit gigi daripada sakit hati. Kesimpulannya sakit gigi mungkin masih bisa di obati, tapi sakit hati ? Apotek manapun tak ada yang menjual obatnya.
Hanya berbekal tori yang ia dapat dari Bagas, ia mantabkan hati untuk meminang pujaan hati, tekadnya bulat dan mentalnya sudah siap seandainya perkiraannya meleset, tapi dia tak pernah memprediksi efek kesudahannya.
Selama ini dia selalu menjadi objek, rasa sakit atas penolakan tak pernah ia rasakan. Benarlah kata orang bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik.
Atau mungkin ini sebuah karma?.
Kendra akhirnya keluar dari kamar, dibibir pagar balkon dia tumpukan tangannya, tatapannya jauh kedepan, menembus deretan atap rumah, pepohonan, cakrawala nun jauh diujung utara sana, tapi kosong, pemandangan itu tak sedikitpun meredakan kekalutannya.
Lama dia mematung di sana sampai telinganya terusik saat suara motor gede memasuki halaman kos, pandangannya teralihkan kebawah, terlihat dibawah Maya turun dari boncengan motor seseorang dan itu Ijal! Cowok yang menempati kamar tepat di bawah kamarnya, statusnya sama dengan dirinya jomblo!
Kendra terbakar cemburu, meski kini dia tak ada hubungan apa-apa dengan Maya, pemandangan dibawah seperti mempertontonkan sebuah pengkhianatan.
Aneh...!
'Harusnya aku cowok dibawah sana' ucap Kendra dalam hati.