Memori Kendra memutar kembali kejadian semalam. Kenangan yang tak bisa ia buang meski hari telah berganti siang.
"Kita kenal baru beberapa bulan, bahkan kita masih belum tau karakter diri kita masing masing, aku siapa? Kamu pun siapa? " Terngiang kata- kata Maya semalam, di depan teras kamar kosnya.
Kata - kata pembuka yang seolah - olah dia benar belum mengenal Kendra dengan sebenarnya. Kebohongan pertama yang terucap untuk menutupi hal yang sesungguhnya.
'Karena kamu tak mau membuka diri May' sayangnya suara itu tercekat ditenggorokan Kendra.
Di benak Kendra mungkin Maya tak membuka diri, namun bagi Maya, ini semua hanya sebuah permainan, jadi tentu saja dia tak perlu membuka diri, kalaupun gesturnya mengatakan seolah ada ketertarikan pada Kendra, semata karena gejolak perasaan hati yang memang tak bisa ia sembunyikan, dia mulai menyukai Kendra !
"Tiga bulan bukan waktu singkat untuk mendiskripsikan baru kenal May,"sanggah Kendra yang duduk di birai teras. Perasaan bias yang sungguh sangat kontras berkecamuk dalam diri mereka berdua.
Sedang Maya duduk tertunduk sambil memainkan jemarinya dikursi dekat pintu kamar. Tak seperti biasanya, mereka duduk dengan serius. Ini kali kedua mereka terlibat obrolan serius.
Wajah Kendra pun terlihat begitu tegang, bahkan degub jantungnya berdetak tak seperti biasanya, butuh waktu lama untuknya membuka awal percakapan.
Mungkin kalau bukan ulah iseng Bagas, mereka tak akan pernah saling mengenal dan kalau juga bukan karena cinta pada pandangan pertama, kejadian malam itu pun tak akan terjadi.
Seperti sebuah skenario saja, Kendra yang dikenal sebagai cowok dingin terhadap lawan jenisnya harus rela merasakan pahitnya lika-liku permainan hati. Karena kelakuan Bagas.
Dan mereka berdua duduk berhadapan didepan teras kamar Maya itupun karena ulah Bagas, skenario Bagas, PERMAINAN Bagas.
"Terus mau kamu apa? " Kata Maya lirih. Dia memang menanti moment ini, tapi kenapa hatinya justru menjadi resah saat ini, bimbang yang selama ini ditakutkannya menjadi sebuah dilema.
Sepertinya kata 'jalani saja dulu', tak cukup membuat Kendra bersabar dan memberi Maya waktu untuk berfikir untuk menyelesaikan masalah hatinya, yang saat ini belum selesai bahkan bertambah rumit saja.
Kendra juga merasakan resah yang sama, kejelasan statusnya, dan rumor yang beredar di sekitar kos, tak bisa ia tahan dan sembunyikan lagi.
"Aku mau kejelasan hubungan kita, aku tak mau menggantung. "Bibir Kendra bergetar, matanya menatap lurus kearah dahi Maya.
Bahkan sekarang pun dia tak berani menatap mata Maya langsung. Hal yang aneh yang tak biasa dia alami, dia kembali merasa canggung, seperti pada awal perkenalan mereka
Di kosan mereka, hanya Kendra lah yang terlihat lebih akrab dengan Maya, pun juga demikian sebaliknya, sehingga tak salah jika rumor yang beredar di lingkungan kost mengatakan bahwa Kendra adalah kekasih Maya.
"Menggantung gimana maksud kamu? " Maya menengadah, ia menatap Kendra dengan expresi wajah bingung, atau pura-pura bingung?
"Aku hanya ingin memastikan posisiku dimatamu May, agar aku tahu batasanku dan tak berharap banyak ke kamu."
"Maksud kamu?" Dahi Maya mengernyit tajam. Kenapa harus berbelit-belit.
Katakan saja langsung dan semua keresahan ini akan segera berakhir. Batin Maya pun seolah tak sabar.
***
"Woi! ... Bro sadar! ... sadar, ngelamun mulu!" Suara cempreng Niko menyentakkan lamunan Kendra.
"Apaan?" Kendra menutupi rasa kagetnya.
"Resleting celana lu tuh kebuka!" Seru Beni di tengah gemuruhnya musik yang hingar, sementara matanya dengan cuek menatap lurus kedepan.
"Hah! "Kendra tergagap, Niko ngakak, sedang Beni cuek dengan wajah innocent nya puas mengerjai Kendra. Kendra hanya mengumpat panjang pendek.
Suasana semakin ramai dan bertambah sesak dan Kendra mulai merasa tak nyaman.
15:01
Konser belum kelar, tapi Kendra yang mulai tak menikmati acara musik itu oleh karena hatinya yang semakin resah, mengajak kedua sahabatnya untuk keluar.
Gerutu teman - temannya karena dipaksa keluar sebelum konser kelar tak di gubrisnya.
Di tempat parkir Niko makin jengkel lagi, saat mendapati penutup busi motor bebeknya telah amblas di bawa maling, hari gini kok ya ada maling penutup busi, Kendra hanya geleng - geleng kepala.
Namun dalam lautan motor yang terparkir, tak perlu lama untuk mencari penggantinya, gila! benar-benar gila, Beni seolah tak peduli sekitarnya, Kendra hanya menatap mereka dengan perasaan ngeri, ngga lucu juga kan hanya gara-gara tutup busi, mereka jadi babak belur di hajar masa kalau sampai ketahuan, maling kok di balas dengan maling.
"Kita ketempat si Fajar aja yuk? "Ajak Beni, setelah motor telah mulus kembali berjalan menyusuri jalanan beraspal jauh meninggalkan tempat konser, seolah melupakan kejaTika barusan.
Kendra hanya mengiyakan, ibarat layangan putus Kendra sudah tak punya arah tujuan.
Kendra masih kepikiran motor tanpa tutup busi tadi, gimana seandainya pemilik motor yang telah hilang tutup businya tadi adalah seorang cewe, kasihan juga kan, mana bengkel terdekat di daerah Renon jaraknya lumayan jauh, dan lagi ini hari minggu, pasti banyak yang tutup hhh ... Kendra mendesah.
***
"Kamu menganggap aku sebagai apa? " Tanya Kendra, hatinya ia mantapkan untuk menerima jawaban terburuk sekalipun.
"Y-ya saat ini aku menganggap kamu sebagai teman !" Jawab Maya, duh! Gerutu Maya dalam hati.
Seketika membuat Kendra menjadi lemas. Jawaban yang sedari awal memang di takutinya terucap.
"Sebatas itukah? " Masih tak percaya, atau tepatnya Kendra masih belum bisa menerima jawaban Maya.
Hatinya mulai ragu, apakah dirinya yang terlalu berpikiran lebih selama ini? Ternyata kata 'jalani saja dulu', mempunyai makna ganda, persepsi mereka berdua berbeda dalam memaknainya, atau mungkin Kendra terlalu tergesa-gesa menginginkankan semua untuk segera menjadi nyata?
"Iya . " Jawab Maya pendek, sedikit bingung dengan pertanyaan Kendra, kenapa konsep yang Maya berikan tak bisa di maknai oleh Kendra?
Haruskah ada ikatan dulu agar mereka bisa berdekatan?
"Dengan segala keakraban yang terjalin selama ini? Dengan segala perhatian dan sikap mesramu selama ini? "Kendra masih berharap Maya merubah pernyataannya tadi.
"Kendra, sebenarnya semua ini tentang apa? Apa yang ingin kamu ungkapkan ke aku, jangan bertele - tele? " Maya sudah tak sabar ingin menyudahi semuanya.
Kendra menunduk, pikirannya berkecamuk liar, bagaimana kalau semua ini memang tentang pertemanan saja, bagaimana kalau ternyata Maya memang tak pernah memberinya harapan, Tiba-tiba saja rasa percaya diri Kendra jatuh, keberanian yang ia bangun sesorean tadi runtuh berkeping keping.
"Aku mau dan berharap kita lebih dari sekedar teman...," sedikit menggantung, hanya sisa tekad yang ia punya, dan kini dia sudah ungkapkan.
Maya tersenyum.
Tiiiiin! lagi - lagi.
Sebuah klakson motor yang kali ini menyentakkan lamunannya, Kendra menoleh. Dilihatnya di belakang Niko dan Beni telah membelokkan motornya memasuki sebuah gang, sial! sampai kelewatan, rutuk Kendra dalam hati.
Kendra memutar motornya, dan menyusul motor Niko yang telah berbelok memasuki sebuah gang dan masuk kehalaman sebuah rumah.
Tempat kos Fajar.
14:15
"Aku bawa ini nih, ada yang mau nggak?" Beni mengeluarkan botol plastik dari dalam tas punggungnya, berisi cairan bening agak kekuningan.
Setelah beberapa saat mereka bertiga masuk kedalam kamar Fajar, yang saat itu tengah asyik menyetrika baju kerja untuk besok.
"Apa itu? "Kendra mengamati cairan dalam botol dengan perasaan sedikit ngeri, jangan-jangan...?
"Arak!" Jawab Beni singkat, benar saja dugaan Kendra.
Fajar sudah tersenyum lebar, sedang Niko cuma cengengesan.
Gila! Aku telah berhenti mengkonsumsi barang haram itu! Dan aku tak mau terjerumus lagi. Memang ... situasi saat ini sedang mendukung, tapi tidak! Kendra berperang melawan godaan yang menghasutnya, satu sisi menolak sedang yang lainnya menggoda untuk mencoba.
"Wah sorry ngga hari ini, lagian gue motoran sendiri bisa-bisa ngga sampe kosan ntar." Tolak Kendra dengan halus.
"Ayolah cuk sedikit saja, untuk penghangat tubuh,"rayu Beni.
Kendra kekeh menggeleng, sakit hatinya mungkin akan sedikit reda, tapi migrainnya bisa kambuh.