Isakan tangis terdengar memeras telinga Shanum, kepulan asap membumbung tinggi diangkasa, sedang suara ledakan terdengar memekakkan telinga telah terjadi kesekian kalinya, dua kilometer dari terjadi nya ledakan terlihat ribuan makhluk datang siap mengepung Emerald.
"Larilah nak, kau tak boleh mati di tempat ini" Suara perempuan tua bergetar memohon agar gadis di hadapannya segera meninggalkan tempat itu.
"Tidak nek, aku tak akan pergi meninggalkan kalian dan berubah menjadi debu" Gadis itu menahan bulir matanya yang siap tumpah, ia memeluk erat nenek Tessa sembari menimbun rasa amarahnya pada kepalan tangan yang siap menghabisi musuh di depan matanya.
Langit memerah pertanda hari baru mulai memasuki Tanah Emerald, tatapan penuh harap beriringan dengan bisikan lirih dari para pengungsi wanita membuat hati Shanum hancur berkeping-keping, amarah yang sedari tadi tertahan di dadanya membuncah keluar, seakan ingin melahap habis para tentara merah.
"Pergi dari sini Shanum, pulanglah !, kami sudah terbiasa dengan situasi ini, namun kau tidak" seorang lelaki tegap berjongkok untuk meraih tangan Shanum, pakaiannya telah lusuh dan berdebu, namun mata Hijaunya masih menyala melambangkan kekuatan.
"Sekali lagi kukatakan, aku tak akan meninggalkan tempat ini, aku akan membantu sebisaku" Shanum mengangkat dagu mencoba berdiri diatas luka siku dan tulang kakinya" sedang kaum merah yang haus darah siap mengoyak-ngoyak tubuhnya.
"Lebih baik aku mati disini, aku tak akan meninggalkan mereka" Shanum menunjuk dengan tak seimbang pandangannya meremang, sebelum jatuh ia menguatkan dirinya sendiri untuk yang kesekian kali, " tak ada yang boleh mati, satu-satunya yang harus mati adalah kaum merah, kaum tak tahu diri dan serakah itu harus menerima ganjarannya". Shanum mengumpat dalam diam.
Tatapan mata Nenek Tessa yang layu seakan ada harapan, senyumnya tipis di atas noda darah yang tak memiliki luka sedikitpun, matanya berkaca-kaca menahan tangis yang ia pun tak ingin mengeluarkannya, baginya air mata sangat terlarang jatuh di tanah Emerald.
Fajar merah menyingsing, sisi-sisi kota porak-poranda, hancur dengan puing-puing debu tersisa, kebun-kebun delima hangus, kering dan menghitam.
Kaum merah membaca mantra melumpuhkan orang-orang Emerald tanpa adanya sentuhan, mantra-mantra sakral yang sangat terlarang digunakan antar kaum. Kaum Emerald meringis menahan luka yang sesungguhnya tak benar-benar ada, ilmu sihir yang digunakan kaum merah telah melewati batas, tak ada jalan lain selain melumpuhkan penyihir-penyihir ulung mereka, pengerahan tentara khusus Emerald yang sejak dahulu tak pernah terlihat nampak gagah diujung sana, dipimpin oleh lelaki tegap lusuh tadi, empat puluh jam bertarung melawan kaum merah tak membuat semangatnya meluruh.
Sedang bom menukik memecahkan gendang telinga di ujung kota, tampak Shanum dan Elara berbisik pada Aruna meminta bantuan, tak ada harapan lain selain meminta pertolongan kepada pemimpin kaum itu, yang tak pernah diketahui keberadaannya nyata atau tidak.
Tetesan darah Shanum yang tak ia sadari membuat Elara terkejut bukan main, Darah perak segar menetes memenuhi baju Shanum, Elara bergidik, pikirannya bimbang, ingatan tentang buku-buku tebal yang pernah ia baca seketika muncul di kepalanya, belum sempat ia mengatakan sesuatu kepada Shanum, tombak kecil menusuk lengannya, seketika penglihatan yang ia pertahankan untuk terus melihat kedepan berubah menjadi menghitam, kepalanya berkunang-kunang, sakit yang ia dera melumpuhkan pertahanannya..
Elara berteriak sangat keras, di penghujung teriakannya ia masih sempat menyumpahi kaum merah "Mati kalian ! tak akan ada yang tersisa, rasakan akibat atas apa yang kalian lakukan"
Shanum menahan sakit, jantungnya berdebar sangat kuat, membuat lemas buku-buku jarinya, dia mengerang. Mata hitam pekatnya berubah menjadi biru terang, kekuatan menjalari seluruh tubuhnya, percikan api dan angin hebat tiba-tiba menghantam keras salah satu dari kaum merah yang hendak menusuk belati ke punggung Shanum, kekuatan tak terhingga membuatnya mati seketika.
Cahaya yang ditimbulkan tubuh Shanum membuat kisi-kisi transparan pada tubuhnya, cengkraman tangan yang kuat pada tombak yang ia pegang, membuat tombak itu hangus terbagi menjadi dua, kepulan asap dan puing-puing yang tertutup debu menjadi terang benderang, dengan sekali tarikan Shanum melumpuhkan puluhan tentara merah dengan mudah.
Kaum merah mengerahkan semua kekuatan mereka mengalihkan serangan untuk menghabisi Shanum, namun Ergy dengan sigap menahan serangan tiba-tiba itu, membuat ia kewalahan dan tak dapat membendungnya sendirian.
"Bersembunyilah Shanum, aku akan menghadapi mereka !"
Shanum berjalan mendekat, teriakan Shanum melukai telinga-telinga tentara merah, dengan satu teriakan tentara-tentara itu jatuh tersungkur ke tanah.
Stuart mengeluarkan lebih banyak senjata berteknologi tinggi untuk membantai tentara merah, dengan bantuan Ergy mereka dengan mudah menjatuhkan penyihir penyihir merah diatas sana. Sedang Shanum kekuatannya bertambah setiap debaran jantung.
Para penyihir yang mulai tersudut merapalkan beberapa mantra untuk menyerang balik, belum sempat mereka menyelesaikan rapalan mantra tersebut, ledakan dari senjata distrik teknologi menghancurkan tempat persembunyian mereka.
Distrik alam menumbuhkan beberapa akar tanaman untuk menjerat kaki para tentara merah, sedang distrik lingkungan menyemburkan air pada serdadu serdadu ganas itu. Tanaman liar yang tumbuh menghalangi pandangan para tentara kaum merah, mereka mencari celah diantara duri-duri tanaman yang siap mengoyak-ngoyak tubuh mereka.
Sekali lagi terdengar ledakan dahsyat, namun kali ini disebabkan oleh distrik senjata yang sesungguhnya tak ingin melakukan itu, pemimpin distrik senjata menahan serangan balik, agar tak ada kaum Emerald yang terluka, namun kekejaman yang dilakukan kaum merah sudah melampaui batas, ia tak bisa menahan diri lagi. Semakin ia menahan diri semakin banyak kaum Emerald yang terluka.
Pemimpin kaum merah memberi isyarat agar berhenti melakukan serangan, namun keadaan itu tidak membuat para tentara merah mematuhi perintah pemimpinnya, mereka masih saja melakukan gencatan senjata yang membuat mereka semakin terpojok.
Shanum dan Ergy mengambil kesempatan untuk mengepung markas pemimpin Merah di balik hutan kaum Emerald, berjalan di antara deretan labirin pohon yang tak ada habisnya, pepohonan tampak membuka dengan jalan sedikit berlumpur, ratusan tentara telah berjaga, siap menerima kedatangan mereka berdua, dengan satu hentakan dari angin yang dihasilkan tangan Shanum, membuat para tentara itu terbang pontang-panting, badai yang di hasilkan Shanum membuat markas Merah menjadi hancur berantakan.
Tepukan tangan dari pemimpin kaum merah menggelegar beserta dengan suara bariton menjengkelkan dari pintu markas, ia memicingkan mata saat melihat kedua orang itu bersama.
"Luar biasa, bagaimana mungkin perwujudan manusia dan Emerald masih bisa diterima di tempat suci ini, bukankah tempat ini terkenal dengan kaum paling terhormat di balik para kaum ?" Sikap pongah dari pemimpin Merah mendidihkan darah Shanum yang tak pernah dia rasakan sebelumnya.
Persembunyian kaum merah dingin dan berkabut, merangsang aura yang siapapun akan merasakan getaran yang luar biasa.
"Aku akan mengampunimu atas kelancanganmu membunuh para tentaraku, siapkan kekuatanmu sebab aku akan datang menghancurkan dua dunia mu sekaligus, akulah yang berkuasa" Sikap defensif yang dibuat pemimpin merah terlihat seperti meminta ampunan Shanum, dia menghilang begitu saja bersama markas besar itu.
Ergy membiarkan Shanum mengolah kekuatannya, sembari menyaksikan matahari menukik di balik siluet tubuhnya.
"Kita berhasil" Senyum haru Shanum disambut sentuhan lembut Ergy pada rambutnya.
"Kau hebat". Ergy tak dapat menahan rasa senangnya, memberi pelukan hangat yang memenuhi tubuh kecil Shanum.
Shanum menjatuhkan tangannya, takut pelukannnya melukai hati Elara.