Chereads / Queen of Emerald / Chapter 2 - Pertanyaan Besar

Chapter 2 - Pertanyaan Besar

Angin berhembus bersama kafilah-kafilah suara burung malam yang berterbangan kesana kemari, mengundang gerimis hujan yang membiarkan dedaunan menggigil bersama ranting-ranting pohon yang meringis, malam senyap dengan semua kenangan Shanum tentang keluarganya yang satu persatu pergi dengan segala keganjilan, ia berpikir bahwa kemalangan memang diciptakan untuknya, tangis yang siap-siap meledak diseka nya perlahan, gorden putih bercorak Raspberry memaksa cahaya lampu jalan masuk dengan kisi-kisi garis tak beraturan di langit-langit kamar Shanum, yang dibiarkannya gelap gulita, matanya menerawang ke atas, begitu banyak kesedihan dan kesenangan yang datang silih berganti bagai bom waktu yang siap meledak.

Dibiarkan perasaan nya meluap dengan segala kemarahan, kebencian, lalu kemudian senyum nya tiba-tiba siap melahap kesedihan yang ada. Shanum bimbang menimbang diri, ada apa dengan tubuhnya yang bisa sangat bernafsu dan bisa begitu tenang dan hangat, namun dia bisa menjadi gadis yang begitu pemberani dan tak takut apapun, atau tak jarang menjadi gadis yang sangat pemurung, ia bisa menangis kemudian suasana hatinya mendadak hangat dan sangat senang, ataupun sebaliknya. Burung malam meneriaki setiap angin yang bergerak, bertaut satu sama lain dan memberi arahan satu sama lain, tidak seperti shanum yang terdiam di kamar gelap, layaknya burung kesepian tak tau dimana ia harus bertaut atau menyuarakan segala pikiran kalutnya.

Suasana hati Shanum sedang tak baik saat ini, entah mengapa disaat ia ingin mengeluarkan air mata, saat itu pula perasaan hangat memenuhi dadanya, ia tak bisa mengeluarkan air mata sedikitpun, hingga kematian nenek nya pun tidak, ia tak mampu mengeluarkan setetes pun air matanya, keadaan abnormal itu membuat ia sering kehilangan simpati dari orang terdekatnya. Kehilangan orang tua saat pertama kali membuka mata didunia hal yang paling disesali Shanum, ia bahkan tak tau cara menangis yang baik, ia hanya menyesali setiap kejadian yang terjadi, mengapa ia tak lahir lebih awal seperti bayi kebanyakan, mengapa ia lahir saat memasuki bulan ke 13 di kandungan ibunya, barang tentu ibunya banyak mengalami rasa sakit yang diakibatkan oleh nya di dalam kandungan.

Kantuknya melanda membuat segala rindu menguap di langit-langit kamar, kejadian demi kejadian yang terjadi membuat pikiran shanum kembali dilanda kemelut, potongan-potongan kejadian, cinta, kematian, mimpi buruk, peperangan, tangis, dan orang-orang bermata hijau yang tak pernah ia kenal sebelumnya bercampur aduk dalam pikiran Shanum, sakit kepala akutnya datang lagi, akhir-akhir ini ia benar-benar muak, dibiarkan air minumnya tumpah membasahi karpet bulu yang sedari seminggu yang lalu ditumpahi air terus menerus, membuat karpet itu berbau apek yang khas, sedang kamarnya penuh dengan buku, kertas dan sampah berserakan dan itu adalah alasan mengapa ia tak ingin menyalakan lampu kamarnya, pemandangan itu membuat ia semakin sakit kepala.

''Tuan putri Coriane, bangunlah".

Shanum tersentak dari ranjangnya, membuka mata dan membiarkan rambut hitam menutupi sebagian mukanya, ia sangat tak suka pagi kamis, konon katanya setiap satu pekan bertepatan dengan hari lahirnya, seluruh anggota tubuh kita akan terasa lemas dan Shanum memercayai itu, entah mengapa saat bangun tidur di pagi kamis, tulang belulangnya terasa remuk.

" Kau masih tak ingin bangun ?" Suara perempuan itu kembali terdengar.

"Ya, ya, kau tau bukan sekarang hari apa ?"

"Hari kamis dan kita punya empat jadwal lab hari ini, kau tak mungkin tak ingat kan ?"

'' Kau seperti tak mengenalku saja, biarkan aku memperbaiki mood dulu, ini adalah hari lahirku, dan aku sangat tak berdaya hari ini"

"Tentu saja aku tau ini hari lahirmu, setiap pekan kau mengucapkan hal yang sama tepat di hari kamis, tapi bisakah kau melupakan mitos itu, kau diperdaya oleh pikiranmu sendiri"

"Diam Ale, kau benar-benar tak merasakan apa yang kurasakan, bisakah aku tidur 5 menit lagi ?"

"Barang tentu boleh, tapi jangan harap kau menitip absen lagi kepadaku, lagipula kau lebih mementingkan hari lahirmu bukan".

Shanum melompat dari kasurnya, mengikat rambut dan menggosok giginya dengan kilat, mencuci muka lalu memilih kemeja lengan panjang dan jeans biru muda, ia tampak sangat serasi dengan setelan itu.

"Aku siap, ayo kita berangkat"

Ale menyunggingkan bibir, membiarkan shanum menggandeng tangannya keluar dari kamar itu, perasaan was-was yang sedari tadi disembunyikan Ale terendus oleh oleh Shanum, mata hitam pekat shanum melirik tajam Ale," Sepertinya ada yang kau sembunyikan Le" Shanum menatap lurus dan membiarkan tangannya menyentuh dinding penuh dengan kertas aturan yang tertempel rapi.

"Kau tau Rasta dari jurusan arkeolog bukan ?'' Ale memutar badan untuk memastikan ekspresi yang dipasang oleh Shanum, muka perempuan itu tampak mengkerut mengingat-ingat lelaki yang bernama Rasta itu.

'' Lelaki yang pernah ikut mata pelajaran dari pak roby?" Shanum memastikan, ia ingat betul lelaki bernama Rasta itu mempermainkan Pak Roby selama kelas berlangsung, 2 tahun silam.

" Iya kau benar, lelaki itu seperti ada maksud tertentu kepadamu Shanum dan kau harus berhati-hati, aku sempat melihat dia seperti mengawasimu dari jauh"

" Hahaha" Shanum tertawa keras sekali hingga memperlihatkan gigi geraham nya yang paling terakhir, "yang benar saja lelaki seperti dia mengawasiku, untuk apa ? ''

"Entahlah, mungkin saja ia berniat buruk terhadapmu"

Shanum memicingkan matanya memperlihatkan sebagian kornea matanya yang hitam dan pekat, perempuan tinggi itu memiliki kulit putih kebiruan, dan keadaan itu membuat ia tampak berbeda dari perempuan seusianya,Shanum terlihat sangat mencolok dari teman-temannya, meskipun dia tak cantik tak pula bisa disebut jelek, namun begitu banyak lelaki yang mendekati nya sekedar meminta nomor ponsel atau semacamnya.

Helaan nafas panjang dari mahasiswa kelas pak Roby terdengar silih berganti, entah sejak kapan mata kuliah itu menjadi sangat membosankan, rumor yang diciptakan oleh para mahasiswa membuat anak-anak baru menjadi sedikit ketakutan jika mereka harus bertemu dengan pak Roby di kelas mereka, lelaki tua malang itu terkena semprotan ucapan pedas Rasta, seorang mahasiswa yang tak memiliki adab sedikit pun.

Jelmaan Makhluk buas adalah ucapan menohok yang dikeluarkan Rasta untuk lelaki tua malang itu, hingga membuat Pak Roby tak dapat mengucapkan satu katapun untuk sekedar memberi pembelaan, entah mengapa Pak Roby hanya terhenyak mendengar cacian dari mulut Mahasiswa kurang ajar itu, ia bahkan tak dapat menatap balik mata Rasta. Rasta keluar kelas dengan rahang mengeras tanpa berbalik sedikitpun.

Rumor menyeramkan itu, memberi efek negatif terhadap kepiawaian pak Robby menggiring kelas menjadi menyenangkan, sejak saat itu ia tak pernah tampak bersemangat, bahkan ia tak pernah menatap kembali anak didiknya di depan kelas.

Shanum memandang getir ke arah pak Roby yang sedari tadi memberi penjelasan tanpa menatap ke depan, Rasta benar-benar keterlaluan, apa yang telah diucapkannya tak sepantasnya ia keluarkan hanya untuk menyakiti pria tua itu. Shanum bukanlah orang yang suka ikut campur namun baginya pak Roby telah banyak melakukan kebaikan kepadanya pada awal semester, pria itu mengirim materi yang tak dapat dikuasai Shanum dalam bentuk rangkuman pada drive nya dan Ale.