Chereads / Queen of Emerald / Chapter 8 - "Rasta"

Chapter 8 - "Rasta"

Seringai kasar yang selalu terpasang pada wajah Rasta terlihat menakutkan bagi siapapun yang melihatnya, bahkan Pak Roby sekalipun.

Deretan kode yang ditulis oleh Rasta dalam buku berwarna putih seperti sebuah buku petuah lama yang tak dapat disandingkan dengannya yang terlihat modern. Rasta menarik napas panjang setelah melihat catatan hitam yang tak bisa dihapus ataupun hilangkan, betapapun ia berusaha catatan itu masih berada di tempat yang sama.

"Aku akan menyelesaikan ini, dan kembali ke kaumku, aku telah muak bertemu orang-orang tamak seperti mereka" Rasta mengumpat dalam diam, ia tahu kapan waktu yang tepat untuk pulang, akan tetapi tumpukan tugas dan bermacam-macam masalah yang terjadi akhir-akhir ini, membuat dia tak bisa melalaikan tugasnya.

Sebuah pernyataan khusus yang diberikan atasannya kepadanya, tentang makhluk yang tak memiliki kaum berada di kaum Manusia, Rasta menggelengkan kepala tak percaya, bagaimana mungkin seseorang tak memiliki kaum, pikiran Rasta dipenuhi aura delusi dan penasaran.

Rasta berlari di koridor kampus, mengeluarkan peluh dan suara napas yang terburu-buru, ia dapat merasakan seseorang yang berbeda di kampus itu. Udara dan keadaan tiba-tiba berubah menjadi dingin lalu kembali seperti biasa. Rasta bergidik, dia tak tahu makhluk seperti apa yang akan dia hadapi kali ini, untuk kaum merah, hitam dan manusia adalah kaum yang mudah dia taklukan, dia membayangkan sesuatu yang lebih menakutkan membuat ia harus bertengkar dengan pikirannya sendiri.

Menjadi seorang mata-mata kaum bukan hal yang menarik bagi Rasta, keadaan itu membuat ia tak dapat bebas berkeliaran di kaumnya sendiri, dia harus terisolasi dengan pekerjaan dan rutinitas nya yang mengharuskan ia berada jauh dari dimensi kehidupannya. Dibiarkan rasa lelahnya menguap bersama udara tubuhnya yang kelelahan, menyandarkan kepala pada kursi besi pada tembok yang mengeluarkan suara ketukan yang sangat keras.

"Harus berapa lama lagi, jika seperti ini terus aku tak akan bisa pulang" Rasta sangat merindukan keluarganya dan Tira, seorang gadis dingin dan keras namun mampu memporak-porandakan hati Rasta, perasaan getir kembali menjalari tubuhnya, rasa rindu itu menguap seiring keadaan kampus yang semakin ramai oleh suara dan percakapan mahasiswa.

Matanya menangkap cepat udara yang berubah seketika, dia memperhatikan sekelilingnya, seorang gadis dengan kulit beningnya memecahkan pertahanan Rasta, ia tahu penyebab perubahan udara itu terjadi, gadis itu adalah penyebabnya, gadis yang tak asing bagi Rasta, dia selalu berada dalam kelas yang sama, akan tetapi perubahan drastis yang terjadi tak pernah rasakan sebelumnya.

Tak ada yang dapat dia peroleh, gadis itu tampak seperti manusia biasa, dia tak memiliki catatan apapun tentang keluarga dan kebiasaan yang buruk. rasta menjajarkan kemungkinan yang bisa saja terjadi, tapi tetap saja dia tak menemukan jawaban apapun.

Manik matanya melihat dengan jelas urat yang terlihat berwarna perak, kemudian hitam kemudian berubah menjadi biru terang, lalu berubah menjadi merah, hijau, dan terakhir menjadi biru keunguan layaknya manusia biasa, Rasta tersentak dengan cepat disaat matanya beradu dengan mata milik Ale, ia tak bisa menghilangkan kecanggungan yang terjadi.

Rasta bergidik yang kedua kalinya, ia tak pernah melihat urat leher seperti itu, seberapa panjang pun dia mengingat dan berusaha mengulang semua kejadian tentang pertemuannya dengan para makhluk yang berbeda kaum, dia tetap tak bisa menemukan keadaan yang ada pada tubuh gadis itu.

Buku putih yang dia genggam, diremas sekuat tenaga, perjalanan panjang akan segera dimulai. Dia tahu kali ini tugas yang diberikan kepadanya akan memakan waktu yang sangat panjang dan melelahkan.

Penjabarannya tentang urat leher dan darah para kaum dimulai sejak pelajaran pak Roby dimulai, ia tampak tak bersemangat jika berhubungan dengan Pak Roby, pertikaian yang terjadi antara mereka dua tahun lalu membuat tembok penghalang yang tinggi bagi dia dan pak Robby.

"Merah milik kaum merah, hijau kaum Emerald, biru terang milik kaum dewa atau Ruby, hitam milik kaum sepertinya, sedang perak" Rasta terhenti saat mengingat urat yang dimiliki para kaum, tapi tak ada yang memiliki urat perak, sesuatu yang ganjil memenuhi pikirannya.

Helaan keras napas Rasta terdengar mengusik sebagian Mahasiswa yang sedang mendengar penjelasan Pak Roby, sedang mereka memandang tajam kearah Rasta yang tek begitu peduli dengan apa yang terjadi.

Kekalutan yang terjadi dan kecemasannya pada tugas yang bisa saja tak dapat ia selesaikan membuat ia tak dapat menahan rasa kecewanya.

Rasta tak ingin membuat kegaduhan dalam kelas itu dengan santai dia keluar disaat pak Roby masih menjelaskan materi di depan kelas. Kelakuan Rasta membuat seisi kelas gaduh, mereka berbisik namun terdengar keras yang mengusik telinga pak Roby.

Pak Roby tak mengatakan apapun selain melanjutkan pelajaran yang telah ia mulai, keadaan yang terlihat seperti pak Roby memberi kebebasan bagi Rasta dimanfaatkan oleh Shanum, dia pun mengikuti cara Rasta yang langsung keluar kelas begitu saja, Belum sampai di tengah kelas pak Roby menegur Shanum dengan keras, "Apa yang ingin kau lakukan Nona ?" Pak Roby mempertahankan nada datar pada suaranya yang bergetar, seisi kelas menahan kekeh geli di perut mereka.

"Maaf pak, saya ingin ke toilet" Shanum berkilah, rasa malunya menutupi keinginannya untuk bebas dari kelas itu.

Shanum tak menyangka pak Roby benar-benar tak berkutik di depan Rasta, Shanum yang begitu penasaran dengan duduk permasalahan yang terjadi antara Pak Roby dan Rasta mengujinya dengan segala tindakan konyol yang dia lakukan.

Pertemuan mata antara Shanum dan Rasta terlihat sedang terjadi masalah besar diantara mereka, Shanum dengan bengis memasang muka kesal di depan Rasta, sedang Rasta melakukan hal serupa, dia berpikir akibat harus mencari tahu asal-usul gadis itu, ia bahkan tak bisa pulang ke kaumnya.

Shanum menyipitkan mata seakan tak suka harus berhadapan dengan Rasta, Rasta beringas dia tak suka menghardik siapapun, namun ia sangat ingin menghardik gadis dihadapannya.

Tak ada percakapan yang terjadi antara kedua makhluk itu, hanya tatapan benci yang diutarakan satu sama lain, Shanum bergegas menuju kelas, kali ini dibiarkan Rasta memandangi punggungnya berlalu,

"Aku benar-benar tak suka dengan lelaki itu !" Shanum mengoceh dengan nada berbisik sesaat setelah duduk di kursinya di dalam kelas.

"Siapa?" Ale tak begitu peduli dengan ucapan Shanum. Pertanyaanya hanya sebagai simbol bahwa dia tak mengacuhkan gadis itu, Ale memandang sebentar kemudian mengalihkan kembali fokusnya pada Pak Roby yang sedari tadi berkutik dengan tulisannya di papan tulis.

"Rasta ! Aku curiga padanya, apakah dia benar manusia apa bukan, dia benar-benar tak memiliki sifat kemanusiaan" Shanum memicingkan matanya, rasa kesal dan marah menyatu pada pandangannya, ingin rasanya menghantam kepala Rasta dengan tas atau kursi, agar lelaki itu sadar atas segala perbuatannya pada Pak Robby.