"Terkadang, mengeraskan hati juga termasuk cara untuk menaklukkan seseorang dan mengontrolnya dalam genggaman tangan."
- Laura Chintya Bella
***
Vivi's Club'.
Itulah nama tempat yang Laura datangi. Sebuah club' yang ramai didatangi bahkan jika langit masih terang. Tak hanya itu, di club' itu juga dikhususkan menyediakan pria-pria tampan dan wanita-wanita cantik sehingga tak hanya para pria yang bersenang-senang di tempat itu melainkan para wanita pun ramai berdatangan.
"Laura! Tempat ini sangat aneh. Ada terlalu banyak orang yang berlalu-lalang dengan wajah memerah." Angkasa mengekori Laura sambil memeluk lengan gadis itu dengan erat. Perasaannya tampak gugup melihat kehadiran banyak orang di satu tempat.
Angkasa masih tidak terbiasa dengan tempat-tempat yang dipadati oleh orang-orang. Sekolah adalah tempat yang dikecualikan karena setidaknya di tempat itu tak terlalu padat lantaran siswa-siswi di sana tidak memadati satu tempat.
Laura melirik Angkasa yang berusaha bersembunyi dari balik punggungnya. Pria itu sampai tak menyadari bahwa tangannya terlalu erat mendekap tangan Laura hingga terasa nyeri. Namun, Laura membiarkan tindakan Angkasa. Lagipula, menurutnya itu tidak terasa sakit sama sekali karena dia justru menikmati rasa sakit tersebut.
"Angsa, jadilah peliharaan yang baik. Ikuti gue masuk ke club' tanpa banyak omong." Laura mengulurkan tangan hendak menepuk-nepuk puncak kepala Angkasa. Namun, dia segera menyadari bahwa tindakannya terkesan terlalu lunak pada Angkasa.
Laura memicingkan mata sambil menatap tangannya yang kini berhenti di udara. ( "Gue enggak boleh sampai menunjukkan terlalu banyak kasih sayang pada peliharaan gue. Harus ada batasan yang jelas atas toleransi terhadap sikapnya. Dia bisa menjadi pemberontak dan tidak akan terkendali jika gue terlalu lunak." )
Oleh karena itu, Laura menarik kembali tangannya. Angkasa yang menyadari gerak-gerik Laura, seketika hatinya merasa kecewa karena tak merasakan elusan hangat di puncak kepalanya. Laura tetap berusaha bersikap terkendali atas semua yang dilakukannya.
Harus ada batasan dan tolok ukur dalam setiap hal yang dia lakukan, itulah prinsip Laura. Jika Laura sampai melanggar prinsipnya sendiri, itu artinya kegilaan dalam dirinya akan terungkap ke permukaan.
( "Laura masih memperlakukanku sama seperti yang lainnya. Aku ingin diperlakukan berbeda sebagai pacar Laura." ) Ada keinginan kuat dalam hatinya untuk memenuhi kalimat yang tak bisa dia ungkapkan dengan mulutnya sendiri.
Akhirnya, tak mau menelan kekecewaannya dengan mudah, Angkasa memutuskan untuk berinisiatif memegang tangan Laura dan mengarahkan tangan tersebut ke puncak kepalanya. Dengan kendali Angkasa, dia menghapus kekecewaannya dengan cara membuat tangan Laura menepuk-nepuk puncak kepalanya meskipun itu bukan atas keinginan Laura.
Untungnya, Laura tak memberontak dari tangan Angkasa. Dia sepertinya tak keberatan dengan tindakan Angkasa dan hanya mengamati peliharaannya itu dengan sorot mata dingin.
"Selamat datang di Vivi's Club'! Bisa tunjukkan kartu anggotamu?" Salah satu penjaga pintu masuk Vivi's Club' mengajukan pertanyaan pada Laura ketika giliran Laura untuk masuk telah tiba.
Laura baru melepaskan tangannya dari Angkasa untuk mengambil kartu anggota untuk dapat masuk ke dalam club' tersebut. "Ini kartu anggota gue."
Penjaga itu memeriksa kartu anggota Laura dan menempelkannya pada sebuah perangkat yang memindai kartu anggota tersebut. Setelah selesai mendata identitas di kartu tersebut, Laura dan Angkasa baru diizinkan masuk.
Angkasa mengerutkan kening bingung ketika hanya Laura yang memiliki kartu anggota tapi dirinya juga diperbolehkan untuk masuk. "Uhm... Laura, apa tidak masalah aku yang tidak punya kartu diperbolehkan untuk masuk?"
Laura yang sedang menyimpan kembali kartu anggota miliknya, mengangkat sebelah alisnya. "Di club' ini, hanya orang yang memiliki kartu anggota yang diperbolehkan untuk masuk. Tapi, mereka yang baru pertama kali datang dan tidak mempunyai kartu anggota, maka diharuskan membawa satu orang yang memiliki kartu anggota agar diperbolehkan untuk masuk."
"Hm... Begitu... Tak ku sangka mereka akan memiliki aturan yang ketat. Ku pikir siapa saja dapat masuk ke tempat ini kecuali anak di bawah umur." Angkasa mengungkapkan pemikirannya mengenai club' yang berada dalam cakupan pengetahuan yang dipelajarinya.
Laura menganggukkan kepalanya menyetujui ucapan Angkasa. "Memang benar hanya club' ini yang menerapkan aturan seperti itu. Tapi, club' ini juga yang paling banyak diminati oleh orang-orang. Setelah ini, berhenti bertanya karena hanya akan ada kebisingan di sekitar."
Angkasa menoleh ke samping sambil memasang wajah bingung. "Maksud kamu apa Laura?"
Laura menurunkan pandangannya mengamati tangga yang mereka lalui. Setelah melewati pintu masuk, mereka harus menuruni banyak anak tangga untuk benar-benar sampai ke tempat yang membawa kesenangan.
Laura tak berniat menjawab pertanyaan Angkasa. Hal ini karena mereka telah sampai di dalam club' setelah menuruni anak tangga terakhir. Kebisingan seketika menyeruak hingga membuat telinga terasa berdengung.
Angkasa yang tak terbiasa dengan kebisingan yang memekakkan telinga, refleks menutup telinganya. Dia mengernyit sembari meringis merasa tak nyaman dengan lingkungan sekitar yang berubah menjadi bising.
"Ugh... L-Laura... Di sini sangat berisik..." Angkasa berbisik di telinga Laura agar kekasihnya itu dapat mendengar suaranya di antara kebisingan yang ada.
Laura tak merasakan hal yang sama seperti Angkasa. Dia justru menikmati kebisingan di sekitar yang berasal dari musik di lantai dansa. Laura melirik Angkasa yang tampak kesulitan menutup telinganya sambil mencoba untuk tak melepaskan pegangannya pada lengan Laura.
"Angsa, nikmatilah musiknya." Laura menurunkan tangan Angkasa agar pria itu menikmati musik yang ada, alih-alih menghindar untuk mendengarnya.
Walaupun merasa tidak nyaman, Angkasa menuruti kata-kata Laura. Telinganya menyesuaikan kebisingan yang ada. "Uhm... Baiklah, Laura."
Laura tersenyum puas. Dia melanjutkan langkahnya menuju sofa yang menjadi tempat berkumpulnya para pengunjung yang ingin menikmati suasana di Vivi's Club'. Ada beberapa yang bergabung di lantai dansa bersama yang lain untuk menari dan menghilangkan stress.
Laura biasanya akan bergabung ke lantai dansa. Namun, kondisi sekarang tak memungkinkan karena kehadiran Angkasa yang masih asing dengan tempat yang mereka datangi membuat Laura tak bisa meninggalkan pria itu sendirian.
"Laura! Datang ke sini!"
Laura dan Angkasa refleks menoleh ke sumber suara. Mereka dapat melihat sosok Vikram yang telah duduk di sofa panjang sendirian. Vikram terlihat melambaikan tangannya, mengisyaratkan agar kedua orang itu menghampirinya.
Laura menarik serta Angkasa menuju tempat Vikram. Dia tak melihat kehadiran lain selain Vikram di pesta yang akan mereka lakukan untuk merayakan hari pertama Angkasa masuk sekolah.
"Vikram, lo sendirian? Emangnya lo enggak punya teman lain selain gue?" Laura bertanya dengan sarkas. Dia duduk di samping Vikram diikuti oleh Angkasa yang duduk menempel padanya.
"Cih, omong kosong! Gue punya teman lain selain lo, Laura. Lo pasti ingat sama Susan, 'kan?" Vikram memicing tajam melihat kedatangan dua orang yang tidak memiliki ekspresi wajah bersalah sedikitpun.