"Aku ingin tahu segalanya tentangmu, sekecil apapun hal-hal yang berkaitan denganmu. Bagiku, semua tentangmu adalah sesuatu yang penting untuk ku ingat selalu."
- Angkasa Ardiansyah
***
Laura mengangkat sebelah alisnya heran. Dia mengamati tak ada tanda-tanda keberadaan Susan di samping Vikram. "Lalu, di mana Susan?"
"Gue sengaja enggak ngajak Susan ke club' ini karena enggak mau ngerusak kepolosan anak orang! Dia itu anak baik-baik. Jadi, sudah seharusnya dia tidak bergaul dengan anak-anak nakal seperti kita." Vikram meminum wine dengan wajah malas. Dia sudah menunggu lama di Vivi's Club' sesuai dengan waktu perjanjian. Namun, Laura dan Angkasa justru datang setelah hampir satu jam berlalu, terlambat dari waktu yang dijanjikan.
Laura hanya bergumam sebagai tanggapan. Dia mengingat sosok Susan yang memang terlihat tak pernah bergaul dengan kenakalan remaja seperti yang mereka lakukan. Susan cenderung murid yang rajin dan introvert sehingga tak heran menjadi sasaran empuk untuk bahan pembullyan dari siswa-siswa nakal — tidak termasuk Laura.
"Dari awal dia memang tidak cocok bergaul dengan kita. Tapi, tidak ada salahnya juga membuatnya bergabung dengan kita." Laura berkomentar. Tangannya mengambil segelas wine dan meminumnya secara perlahan.
Lidah Laura terasa kelu saat mencicipi rasa wine. Kerutan tercipta di dahi Laura, mencoba membiasakan lidahnya dengan rasa wine tersebut. Laura selalu tak biasa dengan rasa awal wine yang masuk ke dalam mulutnya, meskipun setelah beberapa teguk, Laura akan menemukan kenikmatan dari minuman beralkohol tersebut.
"Laura, apa itu pahit?" Angkasa yang sejak tadi memperhatikan setiap perubahan sekecil apapun di wajah Laura, menyadari bahwa sepertinya Laura terganggu dengan rasa minuman tersebut. Angkasa menjadi penasaran untuk mencoba rasa minuman yang dapat membuat kerutan di dahi kekasihnya.
Laura melirik Angkasa. Binar terpancar dalam sorot matanya, menambah pesona tersendiri pada sosok Angkasa di bawah lampu club' yang temaram. Kilat aneh seketika memenuhi manik mata Laura hanya sepersekian detik sebelum kembali terlihat dingin seperti biasa.
"Sedikit pahit. Tapi, itu tidak masalah karena gue suka minuman ini." Laura menjawab dengan nada acuh tak acuh. Dia mendekatkan gelasnya yang hanya menyisakan setengah wine ke mulut Angkasa. "Lo mau coba?"
Pupil mata Angkasa membesar, mengungkapkan betapa antusiasnya dia terhadap tawaran Laura. Angkasa mengangguk-anggukkan kepalanya, ekspresi di wajahnya menjadi sedikit tak terkendali.
"Mau! Aku mau mencoba minuman yang kamu sukai, Laura!"
"Oke, lo boleh coba minuman ini." Tanpa pikir panjang, Laura menempelkan gelas berisi wine yang sebelumnya dia minum.
Vikram tersedak. Secepat kilat, dia menyambar gelas Laura yang isinya hampir masuk ke mulut Angkasa. "Laura! Jangan bertindak sembrono! Bagaimana lo bisa memberikan sembarang minuman pada Angkasa?! Tak ada yang tahu berapa toleransi alkoholnya. Jangan sampai dia membuat masalah di hari pertama kedatangannya di club' ini."
Laura berdecih. "Cih, refleks lo cepat juga."
Vikram mendengus dingin. Dia sudah menebak pikiran gila yang kini memenuhi kepala Laura. Dari tindakan Laura yang terlihat tak memiliki pertimbangan ketika memberikan segelas wine pada Angkasa, saat itulah Vikram menyadari ada niat terselubung pada sorot mata Laura.
Bertahun-tahun Vikram bersama Laura, menjalin hubungan 'persahabatan' yang diikat secara paksa, Vikram kurang lebih mengenal sosok Laura. Laura tak akan melakukan tindakan tanpa adanya pertimbangan. Gadis itu yang segala tindakannya terlihat sembrono di mata orang lain, sebenarnya telah menyusun semuanya dengan baik mengenai hal apa yang perlu dan tidak perlu dia lakukan.
Laura akan melakukan sebuah tindakan dengan maksud tersembunyi, tak peduli itu merugikan orang lain atau bahkan dirinya sendiri, dia akan tetap melakukannya untuk kesenangannya sendiri. Sungguh, seumur hidup, Vikram baru menemukan satu orang yang memiliki pemikiran rumit sampai tak bisa ditebak jalan pikirannya.
"Gue tahu kepala lo pasti sudah dipenuhi pemikiran aneh. Setidaknya, jangan melakukan tindakan gila di tempat rawan seperti ini. Lo pasti akan menyesal jika sampai Angkasa ternodai." Vikram mencibir dengan nada sinis. Dia melayangkan tatapan antisipasi pada Laura dan Angkasa yang memiliki ekspresi kecewa.
"Padahal perayaan ini akan lebih heboh jika masalah tercipta walau hanya sedikit." Laura bergumam dengan perasaan rumit. Sangat disayangkan niat terselubungnya sudah diendus oleh Vikram. Oleh karena itu, dia tak bisa melanjutkannya di bawah pengawasan Vikram yang selalu mengantisipasi segala tindakannya.
"Apa aku tidak bisa meminum itu?" Angkasa meluruskan pandangannya pada Vikram, memastikan adanya sedikit celah dari Vikram untuk membiarkan Angkasa meminum wine yang diberikan Laura.
Sayangnya, Vikram bukan sosok yang mudah diluluhkan hanya karena pihak lain menatapnya dengan pandangan menyedihkan. Dia tipe orang yang memiliki wajah hangat di luar, namun sebenarnya hatinya beku dan tak mudah menerima kehadiran orang baru di hidupnya. Alasannya sederhana, ini berkaitan dengan kemampuannya yang dapat melihat masa depan melalui mimpi.
Terdengar seperti kemampuan yang mengandung omong kosong, bahkan Vikram pun awalnya tak mempercayai kemampuannya sendiri. Seiring berjalannya waktu, semakin Vikram mengabaikan segala mimpi yang berdatangan, semakin dia diyakinkan akan kenyataan yang terjadi persis seperti yang dilihatnya dalam mimpi walaupun terkadang melenceng sedikit.
"Angkasa, gue tahu lo orang yang sangat antusias mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Laura. Tapi, untuk sekarang, gue enggak mau mengurus kekacauan yang bisa lo ataupun Laura buat di tempat ini." Vikram menarik napas dalam-dalam. Dia menunjuk minuman di meja dengan dagunya. "Gue udah pesan jus strawberry untuk lo. Minum itu."
Bahu Angkasa terkulai, kelopak matanya turun dengan kekecewaan yang terungkap di ekspresi wajahnya. Dia melirik Laura yang sedang memejamkan mata. Tak ada kata larangan mengenai kata-kata Vikram yang artinya Laura setuju dengan kata-kata Vikram. Ini membuat mata Angkasa menggelap tanpa disadari oleh kedua orang itu.
Pandangan Angkasa terfokus pada minuman yang tersaji di meja. Ada beberapa gelas berisi wine yang masih belum tersentuh. Tampaknya itu minuman yang telah Vikram pesan sebelum kedatangannya dan Laura di Vivi's Club'.
Musik di lantai dansa masih terdengar memekakkan telinga. Lampu disko yang menyala dan memantulkan berbagai cahaya berwarna-warni, membuat penerangan di sekitar temaram agar lampu disko memancarkan cahaya yang memanjakan mata.
Di bawah penerangan yang minim, Angkasa tak bisa membedakan mana jus strawberry di antara banyaknya gelas berisi wine di meja tersebut. Warna merah wine dan warna merah dari jus strawberry tak dapat dibedakan di bawah penerangan minim tersebut yang membuat kedua jenis minuman itu terlihat memiliki warna yang sama. Dia hanya mengambil secara acak gelas di dekatnya dan meminumnya tanpa mau repot-repot membaui minuman tersebut.
Rasa pahit yang membuat indra perasanya terasa mati rasa, membuat Angkasa mengerutkan kening. Dia segera menghabiskan wine dalam sekali tegukan sebelum meletakkan kembali gelas yang sudah kosong di meja.
( "Hm... Ini terasa berbeda dengan jus strawberry yang ku ingat." )
Jelas sekali itu bukan jus strawberry karena Angkasa ingat pernah meminum jus strawberry saat berada di rumah Vikram.