Larkin memunguti beberapa ranting kering yang berjatuhan di sekitar pohon Mor. Setidaknya bagian itu yang masih berguna untuk dibawanya pulang. Myrtle pernah berkata, dahulu pohon Mor mempunyai daun yang rindang. Sehingga dijadikan rumah bagi sebagian besar para Elvish. Larkin bahkan tidak pernah tahu bagaimana aslinya bentuk tubuh Elvish. Dia hanya bisa membayangkan dalam imajinasinya sesuai apa yang diceritakan oleh ibu angkatnya. Bahwa kaum Elvish bertubuh mungil sebesar ujung kuku Myrtle, itu artinya hanya setinggi jempol tangannya. Dan yang membuat Larkin penasaran, para Elvish mempunyai sepasang sayap hingga bisa terbang kesana kemari.
"Apa kamu sudah selesai, Larkin?" satu suara menggema beberapa meter dari arah barat pemuda bermata biru tersebut.
"Sebentar lagi! Bagaimana denganmu, Birk?" Larkin berteriak, tangannya masih memunguti ranting Mor.
Beberapa waktu kemudian, Birk yang sudah memenuhi tiga kendi air dari kolam Llyod segera menghampiri sahabatnya. "Aku akan langsung pulang, lihatlah hari sudah mulai gelap. Sebaiknya cepat kamu selesaikan pekerjaanmu! Atau para Ogard akan menjadikan kamu sebagai menu makan malam. Hahahaha!!!" ledek lelaki bertubuh kurus itu.
"Sialan kamu, Birk! Bukankah setiap hari bagimu selalu gelap? Hahahaha!!!" Larkin membalas tak kalah pedas dari ledekan yang di terimanya tadi. Mengingat penampakan Birk mempunyai warna kulit yang berkebalikan dengannya.
Larkin cukup gagah dan tampan. Perawakannya tinggi, dengan rambut cokelat keemasan juga pupil matanya yang berwarna biru kehijau-hijauan. Ditambah dengan warna kulitnya yang terang, cukup membuat sahabatnya itu iri.
"Ah, itu tidak lucu!" Birk bangkit dari duduknya, bersiap pergi. Lelaki bertubuh kurus tersebut mengerucutkan bibirnya.
"Ayolah!!! Kamu sendiri yang memulai mengejek ibuku,"
"Itu bukan ibumu, Larkin! Bukankah sudah berapa kali aku bilang bahwa kamu itu keturunan Partha sepertiku," sanggah Birk dengan intonasi tegas.
"Persetan dengan asal usulku, Birk! Yang aku tahu di semesta Aileen ini, hanya ada satu ibu yang membesarkanku dari bayi. Dan itu adalah Myrtle_"
"Tapi Myrtle itu seorang Ogard, Larkin!!! Mereka itu raksasa, berkulit hijau, bermata besar, dan suka memangsa kaum Partha seperti kita!!!"
Birk memulai lagi ceramah tentang sosok Ogard. Dan Larkin selalu benci ketika Birk membahas tentang hal itu. Karena setahunya Mrytle dan Xue hanya memakai daging panggang rusa atau domba buruan mereka. Itu pun hanya tersisa sedikit di hutan Alden, hingga kedua orang tua angkatnya tersebut harus menghemat makanan.
"Bukan berarti semua cerita menyeramkan di masa lalu ibumu tentang Ogard, lantas kamu juga mempercayai semua kisah itu mentah-mentah Birk. Kamu sendiri belum pernah bertemu langsung dengan Myrtle_"
"Memang belum, tapi aku pernah melihat kau bersama dengannya dari kejauhan. Saat itu, tubuhku gemetar ... dan tidak berpikir panjang lagi untuk segera melarikan diri. Indra penciuman mereka sangat tajam, Larkin. Makanya aku tidak pernah mau kau ajak ke tempatmu," Birk menggidik membuat Larkin semakin sebal.
"Lagipula siapa yang mau mengajak kau ke rumahku!" ledek Larkin kembali.
"Sudahlah ..., jangan saling mengejek lagi. Bukankah kau sudah sepakat untuk tidak mempermasalahkan asal-usul kita masing-masing?" Larkin menyudahi perbedatan tersebut.
Birk kembali duduk, wajahnya yang tirus itu memperlihatkan penyesalan dan rasa bersalah. "Maafkan aku, Larkin. Aku kadang melupakan hal penting itu ...," ucapnya kemudian.
Larkin jadi terkenang pada hari dimana dia bertemu dengan sahabat satu-satunya tersebut. Waktu dimana kegiatan rutinnya mencari ranting kering pohon Mor seperti biasanya. Larkin sangat terkejut bukan main, karena sejak kecil hanya ada Myrtle dan Xue yang dia kenal. Dia dibesarkan oleh mereka seperti anak kandung. Lagipula disekitar rumahnya, tidak ada lagi mahluk yang mendiami tempat tersebut. Bahkan Larkin tidak diperbolehkan untuk pergi jauh-jauh dari hutan Alden. Dia tentu saja menuruti perintah Myrtle.
Wanita yang sudah dia anggap sebagai ibunya itu berkata bahwa seluruh tempat di Aileen sudah dikutuk. Hanya tempat di sekitar hutan Alden dan kolam Lloyd saja yang tidak terkena imbas kutukan tersebut. Dia tidak tahu alasannya, yang jelas baginya perintah Myrtle adalah kewajiban yang harus dia taati. Tapi kemudian, Birk menceritakan banyak hal yang asing, dan tidak diketahui olehnya. Merasa sama-sama kesepian, kedua pemuda tersebut akhirnya sepakat untuk berteman baik tanpa mempermasalahkan asal-usul mereka. Sejak itu, baik Larkin maupun Birk hampir setiap hari bertemu di tempat yang sama.
Jika Larkin ditugaskan oleh Myrtle mencari bahan bakar, maka Birk melakukan tugas lain yang disuruh oleh ibunya untuk mengisi beberapa kendi dari kolam Lloyd. Saat hari benar-benar sudah gelap, Birk pamit. Demikian pula dengan Larkin akan segera kembali ke rumahnya di hutan tersebut.
***
"Apa hari ini kamu mendapatkan banyak ranting Mor?" tanya Myrtle setelah Larkin sampai di rumah.
"Ya, lumayan dari pada kemarin Myrtle."
"Kamu ingat kan pesanku, jangan sampai melewati kolam Lloyd!" seru wanita bertubuh dua kali lebih tinggi dari Larkin.
"Tentu saja, mana berani aku melewati kolam suci itu. Mytrle, bolehkan aku bertanya tentang kutukan di tanah Aileen_"
"Larkin, bukankah aku sudah mengatakannya padamu bahwa ketika usiamu sudah 200 purnama, aku akan menceritakan semuanya." Myrtle menoleh, wajahnya menjadi sangat hijau ketika sedang marah.
Larkin menunduk, "Baiklah. Maafkan aku, Mrytle ...," keluhnya tak berani menatap. "Padahal tinggal satu purnama lagi," ratap Larkin dalam hatinya.
Wajah Myrtle kembali seperti semula, menandakan emosinya reda. Setiap kali Larkin menanyakan soal kutukan, membuatnya tidak bisa menyembunyikan amarah. Andai Larkin tahu, selama ini dia dan Xue berjuang keras untuk melindunginya.
"Dimana Xue?" Larkin mencari suami dari Mrytle, matanya menyapu seluruh ruangan.
"Seperti biasanya, ayahmu menatapi terus langit. Ah, aku sudah bosan melihatnya seperti itu. Mungkin saja kalau kau yang bujuk, dia akan mendengarkanmu."
"Tidak Mrytle, jika kau tak bisa apalagi aku. Kenapa Xue bertingkah aneh belakangan ini?" tanya Larkin sambil menikmati daging rusa panggang yang masih mengepulkan asap. Tapi Myrtle hanya menggelengkan kepalanya.
"Apakah masih lama matahari akan bersinar di hutan Alden?" tanya Larkin.
Mrytle menatap ke luar jendela, sorot matanya yang bulat besar itu terlihat sendu. Rumah mereka hanya terbuat dari kayu oak dan atapnya dikelilingi jerami. Hutan Alden selalu berkabut, langitnya hanya berisi gumpalan awan. Yang membedakan hanyalah, jika malam tiba maka bintang-bintang sesekali terlihat berkedip di atas sana. Semenjak kecil, Larkin tidak pernah melihat bagaimana penampakan dari cahaya matahari. Dia hanya mendengar dari Myrtle sebagai pengantar tidur. Itu pun saat dia baru berusia beberapa puluh purnama saja. Namun, Larkin masih mengingat semua dalam benaknya.
"Tidak ada yang tahu, Larkin. Sebelum kutukan di tanah Aileen ini lenyap, mungkin selamanya matahari tidak akan terlihat. Cahayanya seakan tertutup oleh kegelapan di atas sana. Hhhh, sudahlah! Cepat habiskan makananmu, dan tidurlah! Aku akan memeriksa ayahmu," Mrytle berkata lantas bangkit dari kursi kayu. Benda itu masih saja kebesaran jika diduduki oleh Larkin. Padahal sebentar lagi, usianya akan genap 200 purnama.
"Kira-kira ... apa yang dilakukan saat ini oleh Birk? Apa aku harus bercerita tentang dia pada Myrtle? Tapi ..., kalau Myrtle marah bagaimana? Sebenarnya ada apa dengan Xue, belakangan dia lebih sering menyendiri menatap langit, dan enggan berbicara denganku atau Myrtle?" tanya Larkin pada dirinya, dia hanya bisa bergumul dengan pikirannya sendiri. Sambil terus membayangkan hari dimana dia akan mengetahui segalanya dari Myrtle. Rasanya Larkin sudah tidak sabar, dan dia putuskan untuk menunda juga menceritakan tentang sahabatnya itu pada Myrtle di hari yang sama.
"Aaaaaaaaaakh!!!"
Tiba-tiba saja Larkin tersentak mendengar suara teriakan dari arah belakang rumah. "Itu suara Myrtle!!! Myrtle!!! Ada apa? Kenapa kau berteriak sekeras itu?" pekik Larkin sambil berlari menuju ke arah datangnya suara.
"Myrtle! Myr ... tle_" suara Larkin terputus seketika, matanya terbelalak saat dia melihat satu sosok setinggi pohon Mor sedang mencekik leher Myrtle.
"LARI LARKIN!!! Cepat selamatkan dirimu, Lark_"
Myrtle tidak bisa melanjutkan kalimatnya, mahluk menyeramkan tersebut menancapkan ujung kukunya yang runcing ke tubuh Myrtle. Cairan berwarna hijau kental keluar dari mulut, hidung dan dada Mytle. Sedangkan Larkin hampir tidak bisa bernafas menyaksikan pemandangan mengerikan dan menyayat hati tepat di depan matanya.