Kemunculan Birk, mau tidak mau membuat Zarrar mendesak Lac_ yang sekarang menyamar sebagai Baltas_untuk segera memberi penjelasan. Selain Zarrar, ada dua tetua Moana lainnya ikut hadir di sebuah ruangan khusus. Tempat itu dirancang kedap suara, dan sangat berbeda jika dibandingkan dengan pondok-pondok lain tempat penduduk desa tinggal di sepanjang pesisir Moana.
"Tuan Baltas, Anda tidak bisa lagi menyembunyikan hal penting dari kami. Terutama soal pemuda yang bernama Larkin."
Lac tercekat, dalam kondisinya seperti itu dia tidak bisa melihat bagaimana wajah Zarrar yang menatap sinis kepadanya.
"Apa maksud dari ucapanmu itu, Tuan Zarrar? Bukankah aku sudah menceritakan bahwa Larkin tinggal di perbatasan Orken. Demikian pula dengan pemuda yang kini muncul. Birk memang tertangkap sewaktu desa Orken diserang. Karena itu, kami mengungsi ke sini."
"Aku bukan bermaksud meragukan ucapanmu, Tuan Baltas. Hal yang harus kau tahu, wajah Larkin sangat mirip dengan penguasa Aileen yang saat ini sedang dalam pengaruh Malvolia. Aku pernah bertemu langsung dengan beliau saat hendak ke wilayah Selatan."
Lac terdiam sejenak. Jika harus jujur, dia masih memilih untuk merahasiakan identitas Larkin dan dirinya dari penduduk Moana termasuk Zarrar. Tetapi dari nada bicara yang keluar dari mulut pria tersebut, Lac bisa menyimpulkan jika dirinya tetap diam pun mungkin akan membuat Zarrar tidak lagi percaya kepadanya. Mengingat Moana adalah daerah terdekat dari Orken dan sejauh ini masih aman dari penyerangan Malvolia.
"Baiklah, sepertinya memang aku sudah tidak bisa menyembunyikan identitas Larkin darimu dan para tetua desa Moana."
Hening sejenak, kedua tetua desa termasuk Zarrar menunggu penjelasan Lac selanjutnya.
"Larkin memang bukan penduduk asli desa Orken. Dia tinggal di hutan Alden," jelas Lac pada akhirnya.
"Hutan ..., hutan Alden? Maksud Anda hutan tempat para peri dahulu tinggal?" seorang tetua desa berambut sedikit botak dan berkulit gelap terperanjat.
Sedangkan Zarrar mendengus, "Kenapa hal sepenting ini tidak segera kau ceritakan kepada kami. Bisa jadi, keamanan penduduk desa terancam karena kami sudah menampung pria itu. Dan kenapa wajahnya bisa mirip dengan Baginda Raja Arryn?"
Lac menyeringai, "Dari nada bicaramu sepertinya kau lebih tahu tentang pemuda bermata biru kehijauan itu, Tuan Zarrar. Jika kau sudah mengetahui sesuatu lantas mengapa masih bertanya kepadaku?"
Zarrar terkesiap. Ditambah para tetua lainnya langsung menatap dirinya penuh tanda tanya. Wajahnya langsung pucat, dia tidak menyangka Lac akan berkata seperti itu kepadanya.
"Ma, mana aku tahu Tuan Lac. Bertemu dengan Larkin saja baru kali ini. Aku hanya heran saja, kenapa bisa wajah Larkin begitu mirip dengan Raja kita. Sedangkan terdengar kabar bahwa Ratu Cressa dan putranya yang baru lahir itu menghilang tanpa jejak."
Lac mendengus. Dia tahu, Zarrar termasuk orang yang keras dan paling terdepan dalam menjaga keamanan desa Moana. Selain mengajari anak-anak di Wiedza, Zarrar saat ini menjadi orang penting. Tetua desa sudah tidak muda lagi, dan dia sangat terobsesi menjadi orang nomor satu di Moana.
"Lebih baik jangan ada yang kau tutupi dari kami, Tuan Baltas. Diantara penduduk semesta Aileen. Desa kamilah yang masih tetap hidup dalam kondisi pasca kutukan Malvolia mengacaukan kita. Sebenarnya diantara kami masih saling berbeda pendapat, kami_"
"Tetua, aku tidak perlu mengingatkan bahwa Tuan Baltas bukanlah penduduk asli Moana. Hal-hal yang bersifat intern sebaiknya jangan terlalu dibahas di hadapannya."
Lac mengerutkan dahinya, "Ada yang aneh dengan Zarrar. Aku mencium gelagat yang mencurigakan dari sikap dan nada bicaranya. Sayang, dalam kondisi seperti ini aku tidak bisa mengerahkan kekuatanku untuk mencari tahu."Sang penyihir putih bergumul dalam benaknya sendiri.
"Jadi, apakah Larkin dan Raja Arryn masih ada kaitannya?"
"Soal itu, aku belum bisa memastikannya. Tidak ada bukti yang menguatkan hal itu. Karena itulah, aku memutuskan untuk mengajaknya bergabung sambil mencari tahu yang sebenarnya. Jika memang Larkin adalah putra Raja Arryn yang diduga sudah tewas, pasti ada hal yang bisa membuktikan kebenaran itu. Dan sejauh ini aku masih menyelidikinya."
"Bagaimana bisa Anda menyimpulkannya, Tuan Baltas?Tidak bagus jika orang-orang menganggap Larkin benar-benar pangeran. Bukankah itu hanya akan menumbuhkan harapan sia-sia saja bagi rakyat?"
"Hahahaha! Kau ini bagaimana Tuan Zarrar. Bukankah kau sendiri yang bersikeras mempertanyakan kenapa wajah mereka sangat mirip. Jadi, apa salah jika aku pun menyimpulkan hal yang sama."
Zarrar membalas tertawaan Lac tak kalah kencang, seakan lupa dihadapannya masih ada tetua lain yang ikut berada di dalam ruangan itu.
"Hahahaha! Apa kau juga lupa bahwa kedua matamu itu tidak bisa melihat dengan baik. Lantas bagaimana kau bisa mengatakan demikian?"
Lac mendengus merasa dipojokkan. Namun, bukan Lac jika tidak bisa melawan perkataan Zarrar.
"Meski kedua mataku ini tidak bisa melihat dengan jelas, namun aku punya banyak murid yang siap menjadi mata dan telinga untukku."
"Halaah! Aku tidak percaya itu," ungkap Zarrar kecut.
"Kenapa kalian berdua malah ribut? Bukankah kita mengadakan rapat ini untuk membahas bagaimana langkah kita selanjutnya. Kau juga, Zarrar. Jaga sikapmu! Apakah kau lupa kalau kau itu seorang guru? Tuan Baltas usianya jauh lebih tua darimu."
"Cih! Sepertinya sekarang ayahpun lebih mendengarkan dia daripada aku! Lebih baik kalian saja yang rapat, kehadiranku tidak penting di ruangan ini bukan?"
"Zarrar! Jaga ucapanmu!"
Namun kaki Zarrar sudah jauh melangkah ke luar ruangan itu. Wajahnya terlihat kesal.
"Maafkan putraku, Tuan Baltas. Dia memang seperti itu. Ah! Ini memalukan, seharusnya sebagai seorang guru dia bisa bersikap baik kepadamu."
"Tidak masalah, Tetua. Justru saya merasa tidak enak karena kehadiran kami mungkin membuat putramu kurang nyaman." Lac menjawab.
Namun dalam benaknya, Lac berpikir sangat keras. Kecurigaannya pada Zarrar mulai kentara sekarang. "Aku tidak tahu apa Zarrar benar-benar sudah mengetahui jika Larkin itu adalah putra dari Raja Arryn. Karena selain aku, Xena, dan orang-orang kepercayaanku. Tidak ada yang mengetahui kebenaran itu. Kecuali satu hal, Zarrar sebenarnya adalah pembelot yang berkedok sebagai seorang guru. Aku harus menyelidikinya."
***
Malam harinya, Lac memanggil Xena. Dan menceritakan tentang bagaimana sikap Zarrar selama di ruang rapat tadi. Perempuan bercadar itu tercekat, hanya bola matanya saja yang terlihat membulat.
"Apa Anda yakin dengan kecurigaan itu? Rasanya hal yang mustahil mengingat selama ini Tuan Zarrar bersikap sangat ramah, bahkan menjadi guru di Wiedza."
"Aku perintahkan kau Xena, untuk menyelidik soal ini diam-diam. Kita harus memastikannya. Tetaplah merahasiakan identitasku dan Larkin. Aku hanya tidak ingin mengambil resiko, Xena. Larkin harapan kita satu-satunya untuk menghancurkan Malvolia."
Xena menelan ludah mendengar ucapan Lac. Dia lantas anggukan kepala sebagai jawaban dirinya siap melaksanakan perintah. Meskipun masih belum bisa dia cerna, bagaimana mungkin Zarrar mengkhianati kaumnya sendiri?
"Pengkhianat atau bukan, aku harus memastikannya sendiri." Xena berkata dalam hatinya.
Tugasnya semakin berat kini, terlebih Larkin masih belum siap untuk menyerang Malvolia.