"Ayolah, Larkin! Apa kau percaya akan hal itu?"
"Tapi Mrytle selalu mengingatkan aku untuk tidak pergi melewati kolam Lloyd." Larkin cemas.
"Kembali ke rumahmu juga berbahaya, Larkin. Kenapa kau sangat khawatir, keluargaku pasti akan senang menerimamu. Ya, mungkin mereka akan terkejut karena aku tidak menceritakan tentang kau. Tapi aku yakin, mereka akan dengan senang hati menganggapmu sebagai keluarga kami. Sudahlah jangan terlalu banyak berpikir untuk saat ini, keselamatanmu jauh lebih penting." Birk menarik tangan sahabatnya itu.
Tubuh Larkin pun mau tak mau ikut mengikuti langkah Birk. Mereka menelusuri jalan setapak yang memisahkan kolam Lloyd dengan bagian luar hutan Alden. Larkin tidak berhenti menoleh ke belakang, hingga akhirnya mereka keluar dari kawasan hutan tersebut.
"Sudah kubilang, tidak terjadi apa-apa. Sejauh ini kau baik-baik saja bukan? Larkin, apa kau mendengarkanku?" tanya Birk, dia menghentikan langkahnya karena Larkin tiba-tiba saja terduduk lemas.
"Birk, tubuhku tidak bisa bergerak." Larkin mendongkak, wajahnya terlihat pucat. Birk memberikan air dari dalam kendi, Larkin meneguknya beberapa kali.
"Apa kau sudah merasa baikan?" tanya Birk mulai khawatir.
"Ya, kurasa. Aku hanya kehausan,"
"Baiklah, tinggal beberapa langkah lagi menuju rumahku. Kuatkan dirimu, Larkin. Kau harus selamat demi membalaskan kematian ibumu!" Birk mencoba menyemangati. Dia memapah Larkin dengan kedua tangannya. Namun lagi-lagi pemuda bermata biru itu kembali roboh, dia tidak sadarkan diri. Birk mengguncang-guncangkan tubuh sahabatnya, wajahnya nampak panik.
***
Seorang gadis berusia sekitar 180 purnama berlari ke arah Birk, "Siapa itu?" dia bertanya. Dahinya mengerut, pipinya tirus dan lebih kurus dari Birk.
"Jangan banyak bertanya, Elle. Cepat bantu aku membawanya ke dalam!" pinta Birk mencoba menopang tubuh Birk.
Elle segera membantu, meskipun masih bingung dan bertanya-tanya siapa pemuda yang dibawa oleh kakaknya. Sementara itu, Narel dan Leora_kedua orang tua Birk_ ikut keluar, mereka tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya karena Birk membawa orang asing ke tempat mereka.
"Siapa dia Birk? Kenapa kau membawanya kesini?" tanya Leora diikuti tatapan mata tajam penuh waspada dari Narel. Kedua orang tua Birk pun mempunyai perawakan tidak jauh berbeda. Kulit mereka agak gelap dengan tubuh kurus hingga tulang-tulangnya kelihatan menonjol.
"Dia Larkin. Dulu aku pernah bercerita pada ibu, sewaktu pertama kalinya aku menemukan sebuah kolam yang airnya sangat jernih. Tapi ibu tidak percaya, dan bilang bahwa aku sedang berhalusinasi."
"Karena memang tidak ada lagi yang tinggal di sini selain kita, Birk." Leora berkata, dia masih tertegun menatap Birk yang membaringkan tubuh Larkin di atas dipan kayu oak.
"Kamu berhutang penjelasan kepada kami, Birk! Jangan membuat keluargamu dalam masalah!" tandas Narel.
Ayahnya Birk itu masih enggan mendekati Larkin. Sedangkan Elle berusaha membantu kakaknya mencoba meminumkan beberapa teguk air ke dalam mulut Larkin yang masih tidak sadarkan diri. Lantas Birk menceritakan semuanya dari awal dia berjumpa dengan Larkin. Tentang kedua orang tuanya dan juga rumah pemuda itu di bagian dalam hutan Alden. Sampai pada kejadian naas yang menimpa Mytle, dan Birk memutuskan untuk membawa sahabatnya ke tempat mereka.
Leora dan Narel tercekat, mereka saling menatap satu sama lainnya. Seakan masih tidak percaya dengan semua yang disampaikan oleh putranya, Narel mendekati Larkin perlahan. Dia memperhatikan wajah pemuda itu dengan seksama. Sedangkan Leora, wajahnya terlihat pucat pasi. Lidahnya kelu dan hanya bisa menatap Larkin yang masih terbaring lemah.
"Sayang, apakah mungkin masih ada Ogard yang hidup?" tanya Leora setelah merasa tenang, namun wajahnya tidak bisa menyembunyikan rasa cemas.
Narel menggelengkan kepalanya, dia tetap tak bergeming menatap wajah Larkin. "Aku tidak tahu, Leora. Jika pun benar, adalah hal mustahil bagi Ogard membesarkan seorang Partha. Itu bertolak belakang dengan hukum alam dan karakternya, kau tahu sendiri ... mereka sangat kejam dan mengerikan. Aku bahkan tidak akan pernah lupa, bagaimana ayah dan ibumu dibunuh oleh Ogard. Mahluk itu menghabisinya tanpa ampun, seakan_"
"Cukup suamiku, jangan diteruskan. Kau tidak perlu mengingatkan tentang kesedihan yang susah payah aku lupakan. Birk! Ibu tidak tahu siapa temanmu itu, apa dia benar-benar keturunan Partha seperti kita atau bukan. Lebih baik kau suruh dia pergi dari sini, sebelum kita mendapat masalah besar!" pinta Leora, dia mundur beberapa langkah dan merangsek memasuki kamar.
"Tapi Larkin sahabatku, dia tidak mungkin_"
"Patuhi saja perintah ibumu, Birk! Jika pemuda itu tetap berada disini, kita semua bisa celaka! Ya ampun Birk, demi matahari yang sudah lama tidak bersinar di tanah Aileen. Kamu sudah gegabah dan membahayakan keuargamu sendiri! Lekas bawa kembali orang asing itu ke tempat asalnya, atau kau bisa pergi ikut dengannya jika tetap tidak mendengarkan kedua orang tuamu ini!" Narel berkata dengan geram, lantas pergi menyusul istrinya. Membicarakan tentang kematian kakek dan nenek Birk, membuat Leora kembali bersedih.
"Birk, apa kau akan pergi?" tanya Elle menatap sendu.
"Aku tidak tahu, Elle. Tapi, aku tidak bisa membiarkan Larkin sendirian. Dia sedang membutuhkanku, dan jika aku diam saja. Maka sahabat macam apa aku ini?"
"Dan meninggalkan keluargamu sendiri, Birk?" Elle membulatkan matanya. Menunggu jawaban.
"Birk, jika kau pergi. Siapa yang akan mencari air ajaib itu lagi? Tidak mungkin aku yang pergi bukan? Sejak kau menemukan air itu untuk kami, keadaan jadi lebih baik. Tubuh kita juga tidak terlalu seperti onggokan tulang-belulang. Dan beberapa tanaman menghasilkan buah untuk kita makan." Elle berkata sedih.
"Kau tak perlu khawatir, Elle. Setiap hari, aku pasti akan mengirimkannya untukmu. Kau jaga ayah dan ibu baik-baik, aku ini pria sejati yang pantang ingkar pada janji. Kalian hartaku paling berharga, kau tidak perlu meragukan itu. Tapi, sahabatku sedang membutuhkan bantuanku. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja," ucap Birk. Ada amarah dan kekesalan yang menyimpan dadanya.
Tanpa pamit pada ayah dan ibunya, Birk membopong tubuh Larkin sekuat tenaga meninggalkan rumah itu. Elle hanya bisa meneteskan air mata, sedangkan Leora dan Narel tidak berusaha mencegah Birk.
"Biarkan saja, kakakmu sudah menganggap dirinya dewasa. Jika kau membelanya, ayah tidak keberatan kehilanganmu juga!"
"Sayang! Jangan berkata seperti itu pada putri kita!" Leora tersentak dari tempat duduknya.
"Kalian berdua tidak pernah mempercayai kami! Dan selalu memaksa untuk menuruti kemauan kalian sendiri. Tidak usah khawatir, Birk memintaku untuk tetap disini. Dia berkata bahwa kita adalah hartanya yang paling berharga, tapi saat ini sahabatnya sedang membutuhkannya. Entah apa yang kalian sembunyikan dari kami, tapi aku bangga karena kakakku adalah pria yang pemberani." Elle menumpahkan isi hatinya, membuat Leora dan Narel terkesiap. Karena selama ini, putrinya itu tidak pernah berani berkata dengan nada tinggi kepada mereka.
"Sudahlah! Biakan saja dia, nanti juga akan menyesali semua perkataanya," cegah Narel saat istrinya akan menyusul Elle.
"Sayang, bagaimana dengan Birk?"
"Kita hanya bisa berharap dia baik-baik saja. Tidak ada gunanya melarang Birk, mungkin memang sudah saatnya dia belajar sendiri menemukan jalan hidupnya. Ketika Birk sadar bahwa dia dalam bahaya, anak itu pasti akan mencari kita. Lebih baik, kau segera berkemas. Tempat ini sudah tidak aman lagi," titah Narel, kedua matanya kini menatap sekitar dengan penuh waspada.
"Kemana kita akan pergi?" tanya Leora masih terpukul dengan kepergian putranya.
"Kita menuju Selatan, ku harap mereka masih menetap disana." Narel menjawab, tubuhnya yang kurus itu mulai mengangkut persediaan makanan.
Sementara Elle hanya bisa mengintip pasrah dari bilik kamarnya, "Aku harus meninggalkan pesan untuk Birk." Gadis itu bergumam, lantas dia meninggalkan jejak yang dia sembunyikan di tempat rahasia_yang hanya dia dan Birk yang tahu.