Chereads / THE LOST PRINCE OF LARKIN / Chapter 7 - Serangan Efitra

Chapter 7 - Serangan Efitra

WUT! WUT! WUUSSSSS!!!

Sebuah mahluk yang sangat besar meluncur dari dalam hamparan padang pasir. Birk menarik lengan Larkin, namun sialnya mahluk itu terus menerjang seperti hendak memakan mereka.

BRUK!

Birk terjatuh dan tubuh Larkin ikut terhempas. Hanya tinggal beberapa hasta saja mahluk itu sudah membuka mulutnya lebar-lebar. Tampak barisan giginya setajam pedang, wajah Birk pucat pasi. Sedangkan Larkin berusaha untuk bangkit dan menarik kaki sahabatnya.

WUUUUS!!!

Kali ini kibasan ekor mahluk tersebut menciptakan gulungan angin. Larkin mengerahkan tenaga agar dirinya tidak jatuh kembali. Detik selanjutnya hal aneh terjadi, saat mahluk misterius itu tiba-tiba saja menggeliat ketika melihat kilatan cahaya kebiruan dari liontin kalung yang dikenakan oleh Larkin.

"BIRK!"

Dengan menghentakkan kakinya, Larkin mencoba menarik kembali tubuh Birk. Tak ampun lagi, Birk terseret beberapa meter. Ikat pinggang Birk terkait diantara barisan gigi mahluk menyeramkan tadi.

"Cepat lepaskan ikat pinggangmu, Birk!" Larkin berteriak.

Birk tak membuang waktu, dengan susah payah tangannya meraih ujung kain yang membelit pinggangnya. Mahluk itu pun kembali masuk ke dalam hamparan pasir.

Larkin segera menghambur ke arah Birk, wajah sahabatnya itu terlihat pucat.

"Mahluk apa itu? Ular atau cacing gurunkah?"

"Itu adalah Efitra! Masih bagus aku datang tepat waktu. Kalau tidak mahluk itu sudah menyeret kalian ke dalam."

Seorang wanita berkata lantang, menjawab pertanyaan Birk. Keduanya segera menoleh ke arah sumber suara. Seorang perempuan mengenakan jubah tertutup dan bercadar sudah berdiri tegak di hadapan mereka. Larkin dan Birk saling pandang.

"Si, siapa kamu?" Birk bertanya. Nafasnya masih terengah-engah. Dia terkejut bukan main ketika mahluk dari dalam gurun tadi tiba-tiba saja menyerang mereka.

"Ikutlah denganku! Atau kalian akan jadi santapan Efitra!" seru wanita tadi.

Birk dan Larkin tidak punya pilihan, selain mengikuti langkahnya.

Kau belum menjawab pertanyaanku, kau ini siapa?" Birk masih penasaran.

Tapi wanita berjubah tersebut tidak menjawab dan terus berjalan.

"Larkin, apa kau tidak memperhatikan tadi mahluk itu sempat menggeliat kesakitan ketika terkena pantulan cahaya liontin dari kalungmu?" bisik Birk.

"Entahlah, kita ikuti saja wanita itu. Dia pasti mengetahui sesuatu, dan semoga saja kita bisa bertanya tentang lelaki yang bernama Lac." Larkin menjawab dengan nada rendah.

Bagaimanapun dia harus berhati-hati pada wanita yang baru saja mereka jumpai.

***

Larkin menghentikan langkahnya, saat di hadapan dirinya terlihat sebuah pemukiman penduduk.

"Xena, siapa dua pemuda itu?"

"Mereka ku temukan sedang bermain-main dengan Efitra," sahut wanita yang membawa Larkin dan Birk.

"Sialan sekali gadis itu! Biar aku yang memberikan dia pelajaran," dengus Birk pada Larkin.

Pemuda bermata biru tersebut hendak mencegah Birk, namun dasar Birk. Dia malah membalas ledekan Xena.

"Sayang sekali, wanita ini mengganggu waktu bermain kami. Kalau tidak_"

"Kalau tidak, tentu saja Efitra sudah mencabik-cabik tubuhmu untuk dijadikan menu makan siangnya. Hahaha!"

"Kenapa tadi kamu tidak ikut dalam permainan? Mahluk itu sepertinya suka sekali dengan wanita sombong sepertimu," ucap Birk tak mau kalah.

Larkin hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Birk.

Wanita berjubah hitam tersebut menyeringai, dia terus melangkah melewati beberapa petak rumah penduduk. Sampai tiba di sebuah tempat barulah Xena menghentikan langkahnya.

Tidak seperti Birk, sejak tiba pandangan Larkin terus menyapu apa yang barusan dia lewati. Setelah menempuh beberapa meter, Xena berhenti di depan tugu. Mungkin benda itu bisa dibilang sebagai perbatasan yang membedakan wilayah padang pasir dengan pemukiman penduduk sekitar. Dalam hatinya, Larkin merasa lega. Dia harus segera mencari tahu laki-laki yang bernama Lac untuk bertanya soal kalungnya.

Penampakan rumah yang dilihat Larkin sangat berbeda dengan tempat tinggalnya di hutan Alden. Terlebih secara wilayah, sangat bertolak belakang dengan kediamannya. Jika di hutan Alden, sudah tentu masih bisa menemukan batang kayu oak untuk dijadikan bahan bangunan. Namun, di tempat ini hanya onggokan pasir padat yang tertata rapi dibentuk sedemikian rupa sehingga membulat. Menyisakan ruang untuk pintu dan jendela. Tidak ada satu pohon pun yang tampak saat Larkin tiba.

Xena mengetuk pintu sebanyak dua kali, sampai seorang pria berjanggut melebihi dagunya keluar. Larkin dan Birk hanya bisa memehatikan Xena berbisik pada pria tadi.

"Kalian berdua, masuklah!" seru si pria berjanggut itu.

Birk mendorong tubuh Larkin hingga pemuda itu mau tidak mau memasuki rumah pria berjenggot duluan.

"Dari pakaian yang kalian kenakan, sepertinya kalian bukan penduduk sini."

"Saya Larkin, dan ini Birk. Kalau boleh tahu saya berhadapan dengan siapa?"

Pria berjanggut putih di hadapan Larkin malah terkekeh. "Anak muda, rupanya kamu punya tata krama juga. Kalian berada di daerah Orken. Aku cukup terkejut jika kalian berdua selamat dari serangan Efitra."

"Maksud Anda mahluk menyeramkan yang menyerang kami di gurun tadi?"

"Ya ampun, itu nama yang terlalu bagus untuk mahluk jelek tadi. Apa tidak ada sebutan lain yang lebih pantas?" seloroh Birk diikuti sikutan Larkin agar sahabatnya menutup mulut.

Larkin hanya bersikap waspada, karena dia tahu sedang berhadapan dengan siapa.

"Efitra dulu merupakan simbol daerah Orken. Tetapi kutukan Malvolia sudah mengubahnya menjadi monster yang haus darah. Ah! Entah sampai kapan semesta Aileen seperti ini," dengus pria berjenggot.

"Anda tahu banyak soal kutukan itu?" Larkin bertanya lagi.

"Tergantung dengan siapa aku bicara. Kau sendiri dari mana asalmu? Wahai pemuda bernama Larkin? Aku sepertinya tidak asing dengan wajahmu."

"Saya dari_"

"Kami hanya pengembara yang tersesat ke tanah gurun." Birk mendahului perkataan Larkin.

Pria berjenggot tadi terkekeh lagi. "Aku sudah menduga, kalian sangat berhati-hati sekali. Sudah cukup lama aku menunggu kedatangan seorang pemuda bermata biru seperti dirimu, Larkin. Apakah kamu mencari seseorang bernama Lac?"

Kali ini Xena membulatkan matanya. Wanita berjubah hitam yang sedari tadi memperhatikan kedua pemuda asing itu menatap lekat pada pria berjanggut.

Dan bukan hanya Xena, Larkin dan Birk saling menatap karena pria tadi menyebutkan sebuah nama yang sedang mereka cari.

"Da, dari mana Anda tahu?" Larkin bersuara.

"Hehehehe! Kalung itu yang memberi tahuku."

Serta merta Larkin terkesiap. Bagaimana bisa pria itu tahu jika dibalik bajunya terdapat sebuah kalung.

"Xena, bisa kamu keluar sebentar! Tolong tinggalkan aku dengan dua pemuda ini!"

"Tapi_"

Xena tidak bisa bicara lagi, pria tua tadi mengangkat telapak tangannya. Birk menjulurkan lidah meledek wanita tersebut. Xena hanya mendengus.

"Orang yang kalian cari ada di hadapan kalian sendiri. Akulah Lac, sang penyihir putih yang tersisa. Serahkan padaku kalung itu, aku akan menceritakan semuanya!"

Larkin tersentak. Dia hendak merogoh benda yang disebutkan oleh pria di hadapannya itu. Namun satu bayangan menyambarnya secepat kilat. Dalam sekejap lelaki berjanggut putih dan wanita bernama Xena lenyap. Keadaan menjadi gelap.

"Apa yang terjadi?" Larkin bersuara.

"Sstttt!!!! Diamlah! Beruntung aku datang tepat waktu," ucap seseorang misterius yang membawa Larkin.

"Kau siapa? Dimana Birk?"

"Nanti saja kita pikirkan bagaimana menyelamatkan temanmu. Kita harus berlindung atau mereka akan menangkapmu juga."

Larkin menoleh, pemilik suara itu sepertinya tidak asing. Dan benar saja itu adalah Xena. Tapi bagaimana bisa ada dua wanita yang sama. Pertanyaan Larkin tertahan karena suara deru angin begitu kencang. Wanita tadi terpaksa melepaskan satu pukulan membuat Larkin tidak sadarkan diri.