Chereads / THE LOST PRINCE OF LARKIN / Chapter 12 - Nakra dan Kaum Mvura

Chapter 12 - Nakra dan Kaum Mvura

Larkin menghentakan kakinya secepat yang dia bisa, mahluk itu masih mengejarnya. Penampakannya bahkan lebih menyeramkan dibanding dengan Efitra yang sebelumnya dia jumpai di wilayah Orken. Melihat Larkin terdesak, Xena menghempaskan jubah hitamnya untuk menyerang dan menciptakan celah agar Larkin dapat melarikan diri.

DASH!!!

Jubah hitam milik Xena mengenai kepala mahluk yang dikenal dengan sebutan Nakra oleh penduduk setempat. Dugaan Xena benar adanya, penjaga wilayah Moana itu tidak jauh berbeda telah berubah seperti monster. Dalam sekejap pergerakan dari Nakra telah membuat jembatan satu-satunya penghubung ke desa setempat ambruk. Tak ayal lagi, Larkin terpental hingga jatuh di perairan. Sedangkan kibasan ekor Nakra menyerempet bahu kanan Xena sehingga robek dan melukai tubuh wanita itu.

Dalam situasi yang tidak menguntungkan tersebut, tiba-tiba saja muncul kilatan cahaya dari liontin kalung yang dikenakan oleh Larkin. Nakra menggeliat seperti kesakitan, tubuhnya berguling dan menciptakan ombak cukup besar di perairan itu. Xena mengambil kesempatan untuk meraih tubuh Larkin. Meskipun wanita bercadar itu heran karena Larkin tidak tenggelam melainkan hanya mengambang, tapi dia tidak punya banyak waktu untuk memikirkannya.

Dengan ringannya Xena membopong tubuh Larkin keluar dari perairan. Wanita itu lebih kuat daripada penampilan fisiknya. Di saat yang sama seorang pemuda berambut gimbal bertelanjang dada menghampiri mereka.

"Tolong antarkan kami pada Tuan La ... emh maksudku Tuan Baltas," ucap Selena dengan hati lega.

Menyadari bahwa kedua orang asing di hadapannya baru saja selamat dari serangan Nakra, pria itu menganggukkan kepalanya.

"Mari ikut denganku!" ucap pria berambut gimbal tersebut.

***

Wilayah Moana termasuk tempat yang diberkati oleh para dewa. Meskipun juga kutukan dari Malvolia ikut membuat daerah itu tidak stabil, namun sejauh ini penduduk setempat masih bertahan dalam jumlah yang besar.

Xena meneguk minuman yang tersaji di hadapannya, perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan bersama Larkin membuat tenggorokannya kering.

"Hei! Apa dia akan baik-baik saja?" tanya Xena pada pemuda berambut gimbal yang telah menolong mereka tadi.

"Tenang saja, teman gagahmu itu hanya pingsan. Tabib kami sedang bersama Tuan Baltas. Ohya, kenapa kalian berdua tidak datang dengan rombongan?"

"Kami ada sedikit urusan, emh_"

"Leith, panggil aku Leith. Dan kau?"

"Xena,"

"Nama yang bagus. Apa kau juga dari wilayah Orken?"

Xena mengangguk, lantas dia meminum kembali air yang tersaji langsung dari buahnya tersebut. Badannya terasa segar seketika dan rasanya manis ketika turun di tenggorokannya.

"Apa kau menyukai minuman itu? Pohon Nuci tumbuh sangat banyak di daerah Moana. Hampir ada di setiap pesisir. Penduduk kami dikenal oleh rakyat Aileen sebagai kaum Mvura atau kaum air. Dan pohon Nuci bagi kami dianggap pohon dewa. Karena dari semua bagiannya sangat berguna."

Xena tampak manggut-manggut, sesekali dia memperhatikan beberapa penduduk setempat sedang berkumpul di depan rumah mereka. Tentu saja, tempat tinggal kaum Mvura sangat berbeda dengan penduduk Orken.

"Sepertinya hanya wilayah ini yang masih bisa menjalani kehidupan dengan nyaman. Daerah kalian tidak akan pernah kekurangan air, dan juga terdapat banyak pohon yang tadi kau sebutkan."

"Aku tidak bisa mengatakan semua yang kau simpulkan itu benar. Di sini kami memang masih aman, tetapi Nakra selalu berkeliaran. Bukan hanya ada satu atau dua Nakra. Bisa dibilang kami terjebak di wilayah kami sendiri." Pria bernama Leith itu berkata.

"Ya, setidaknya. Daerah ini bukan seperti tanah Orken yang hanya dikelilingi padang pasir."

"Semua wilayah semesta Aileen punya karakteristik tersendiri. Baik di Utara atau Selatan, bahkan wilayan Timur dan Barat. Pada masa kejayaannya, rakyat Aileen sangat makmur."

"Maaf mengganggu pembicaraan kalian, Tuan Baltas memanggil Anda."

Seorang pria bertubuh agak gemuk menghampiri Xena. Wanita itu pun akhirnya bangkit, "Terima kasih atas jamuannya."

Leith menganggukkan kepala sebagai jawaban dari ucapan Xena.

Di sebuah rumah yang atapnya terbuat dari lembaran pohon Nuci, Larkin masih terbaring tidak sadarkan diri. Xena merapatkan telapak tangan kanannya di dada kiri sebegai tanda hormat pada pria berjanggut yang ada di hadapannya.

"Saya senang jika Tuan dalam keadaan baik-baik saja," ucap Xena.

"Aku lebih bahagia dan bangga kepadamu, Xena. Kau telah melakukan tugasmu untuk melindungi pemuda ini, meski kau harus mempertaruhkan nyawa."

Pria berjanggut yang bicara barusan itu tak lain adalah Lac. Namun, dalam masa pelariannya dia menyembunyikan identitas aslinya. Kaum Zagha bahkan banyak yang tidak mengetahui jati dirinya, kecuali Xena dan beberapa prajurit kepercayaannya. Lac tidak mau mengambil resiko. Karena hanya dia penyihir dari golongan putih yang tersisa.

"Sebentar lagi Larkin akan siuman. Selama kami berbincang empat mata, aku perintahkan agar kau berada di luar. Pastikan tidak ada satu orang pun yang masuk dan menguping pembicaraan kami." Lac alias Baltas memberi perintah.

Xena membungkukkan badannya, dan keluar lagi dari rumah tersebut.

***

Setelah cukup lama tidak sadarkan diri, akhirnya Larkin mulai membuka mata. Kepalanya terasa berat, dan perutnya sedikit mual.

"Anda ...," pemuda itu mulai membuka suara ketika pandangannya langsung tertuju pada pria berjanggut.

"Hehehe, aku senang kau dalam keadaan hidup anak muda!"

Larkin mengerutkan dahinya saat Lac malah terkekeh. Dari penglihatannya kini, pemuda itu bisa memastikan bahwa dirinya sudah selamat dari serangan mahluk yang tadi hampir memcabik-cabik tubuhya.

"Apa Xena baik-baik saja?"

"Jangan cemas, dia muridku. Tenaganya bahkan tiga kali lebih kuat darimu," seloroh Lac.

"Saya juga senang jika Anda selamat, Tuan Lac."

"Tolong rahasiakan nama itu dari siapapun. Panggil saja aku Baltas. Jika orang lain mengetahui jati diri kita yang sebenarnya, maka kita bisa dalam bahaya besar."

"Kita? Maksud Anda ... saya juga?"

"Ah, tentu saja kau masih bingung sekarang. Pembicaraan kita saat itu terganggu oleh kedatangan tamu yang tak diundang," ucap pria berjenggot putih tersebut.

"Terus terang saja, setibanya saya di gurun banyak kejadian aneh dan mengejutkan. Bahkan saya tidak tahu dengan nasib sahabat saya sekarang," lirih Larkin saat teringat pada Birk.

"Temanmu masih hidup, wanita jahat itu memang sengaja menyanderanya untuk memancing kedatanganmu. Dalam hal ini, akan tiba waktunya kau siap menyelamatkan sahabatmu. Tetapi tidak dalam kondisimu yang sekarang. Kau masih lemah, Larkin."

"Saya tahu, dan akan saya lakukan apa saja asal bisa membawa Birk kembali. Dia lebih dari sekedar sahabat, kami sudah seperti saudara."

Lac tampak manggut-manggut. Kedua matanya memang dalam keadaan hampir buta akibat serangan dari Malvolia. Namun penglihatan batinnya masih tajam. Dia memberi tanda agar Larkin mendekat kepadanya.

"Lebih dekat lagi anak muda, aku ingin membisikkan hal yang sangat penting untuk kau ketahui. Tapi sebelum itu, kita pindah ke alam Nima. Peganglah tanganku, Larkin! Pejamkan matamu dan kosongkan pikiranmu! Kau akan segera kuberitahu siapakah dirimu sesungguhnya," titah Lac.

Meski banyak pertanyaan berkeliaran di dalam benaknya, Larkin akhirnya menuruti perintah pria berjanggut panjang tersebut. Dia merangsek ke samping Lac, dan mulai menyentuh tangan Lac. Bersamaan dengan itu pula, warna liontin dari kalung yang berada di balik pakaian Larkin berubah menjadi biru kehijauan.