Chereads / THE LOST PRINCE OF LARKIN / Chapter 17 - Ritual dan Penyatuan

Chapter 17 - Ritual dan Penyatuan

Lac masih merapalkan mantra, seiring cahaya dari ujung tongkatnya mulai meredup. Bersama itu pula, tubuh putri Cressa membesar. Pangeran Arryn tidak dapat memalingkan pandangannya sekejap mata pun melihat ritual yang dilakukan oleh kekasih hatinya itu. Bagi dirinya, sejak pertama kali bertemu dengan sang putri, cintanya sudah terpaut pada wanita cantik tersebut. Dia seakan lupa bahwa jatuh cinta pada seorang Elvish bagi keturunan raja sangat tidak dianjurkan.

Meskipun banyak legenda yang menceritakan kisah cinta kaum Partha dengan Elvish, namun tidak semuanya berjalan sesuai harapan. Itulah yang menyebabkan raja Aberash sangat marah, karena pangeran Arryn merupakan putra mahkota yang sudah dipersiapkan sejak dia lahir untuk menggantikannya. Ibunda pangeran Arryn masih sama-sama keturunan seorang raja. Beberapa kabar menyebutkan dahulu kala raja Aberash pun sempat tergoda oleh kaum Elvish. Hanya saja dia menempuh jalan yang sebaliknya. Sang raja lebih memilih mengorbankan perasaannya untuk kelangsungan kerajaan dan menikahi putri Simra.

Saat itu, sistem kerajaan Aileen masih berkutat dengan persebaran wilayah. Pernikahan itu ditujukan agar kekuasaan Aileen menyebar sampai ke pelosok daerah. Kaum Gwarch dari golongan hitam sejak dahulu selalu mencari cara untuk memecah belah rakyat. Bagi seorang penerus tahta, penting agar tetap mengutamakan kerajaan dibandingkan dengan keinginan pribadi. Namun, sepertinya pangeran Arryn tidak bisa melakukan hal yang sama.

"Putri Cresaa, sekarang Anda adalah seorang Partha. Dilarang keras bagi Anda menggunakan kekuatan peri, karena meski bentuk fisik Anda sekarang sudah berubah. Namun jati diri Anda tetaplah seorang Elvish selamanya."

Perkataan Lac membuyarkan lamunan pangeran Arryn, cerita tentang masa lalu Ayahandanya memang pernah dia dengar dari Dexter. Penasihat kerajaan tersebut membenarkannya. Tetapi cinta adalah sebuah perasaan rumit. Meskipun pangeran Arryn berusaha keras melupakan putri Cressa, namun yang terjadi dia sangat menderita.

"Kita bisa melakukan ritual selanjutnya yaitu penyatuan dua insan, antara pangeran Arryn dan putri Cressa. Pangeran, mendekatlah. Berdiri saling berhadapan dengan putri Cressa!" titah Lac.

Keduanya mengikuti perintah sang penyihir tersebut. Mata sang putri tampak berkaca-kaca. Begitu pun dengan pangeran Arryn, hatinya berdebar-debar karena sebentar lagi mereka akan mengucapkan janji setia.

"Pangeran Arryn, maukah kau menerima putri Cressa untuk menjadi pasanganmu? Dalam suka maupun duka?"

"Aku bersedia!" tegas pangeran dengan tatapan mata yang lekat memandangi kekasih di hadapannya.

"Bagaimana dengan Anda putri Cressa?"

"Saya juga bersedia," jawab sang putri dengan perasaan haru.

"Atas kehendak Sang Pencipta juga berkah dari para dewa, aku persatukan dua insan yang saling mencinta ini dalam ikatan pernikahan. Kalian kini sudah menjadi pasangan sehidup semati. Semoga kerajaan Aileen diberkahi." Lac menutup kedua matanya lantas membacakan sebuah mantra.

Selanjutnya, sang penyihir dari golongan putih itu mengetukkan tongkatnya tiga kali. Bersama itu pula lubang di atas ruangan tersebut tertutup kembali.

"Aku harus secepatnya menghadap Ayahanda, Tuan Lac. Terima kasih atas semuanya," ucap pangeran Arryn sambil membungkukkan badannya.

"Jangan rendahkan dirimu di hadapanku, Pangeran. Seorang pewaris tahta kerajaan Aileen, pantang membungkukkan badannya kepada siapapun. Kecuali pada Sang Penciptanya. Berangkatlah pangeran dan putri Cressa! Saya percaya pengorbanan dan ketulusanmu ini akan selalu menjaga pangeran Arryn dari segala marabahaya." Lac berkata.

Tiba di depan gerbang, Culley sudah menunggu. Seakan tahu jika saat ini tuannya harus segera ke istana untuk menyelamatkan Dexter. Dalam gelapnya malam, mereka memacu waktu dan bulan mulai diselimuti oleh awan. Itu pemandangan langit yang sangat langka membuat Lac menghela nafas panjangnya.

"Langit seakan tahu, jika sesuatu hal yang buruk akan terjadi. Aku harap pangeran tiba tepat waktu, sebelum raja Aberash menjatuhkan hukuman pada penasihat kerajaan. Dexter yang malang, hanya karena satu kesalahan. Sang raja melupakan jasa-jasanya." Lac bergumam lantas memerintahkan prajurit penjaga agar menutup kembali pintu gerbang.

"Pangeran, bagaimana jika raja tidak menerima kehadiranku dan pernikahan kita?" tanya putri Cressa khawatir.

"Aku rela melepaskan tahta dan hidup bersamamu, kekasihku. Kita harus bergegas. Aku tidak akan membiarkan Dexter menanggung kesalahanku." Pangeran Arryn membuka suaranya.

Dalam hati putra raja Aberash tersebut diselimuti kekhawatiran yang sama. Pangeran Arryn memerintahkan Culley agar mempercepat larinya. Kuda putih itu pun mengerti, secepat kilat kaki-kaki jenjang Culley mengikuti permintaan tuannya.

***

Di istana kerajaan Aileen, para dewan istana dan para prajurit berkumpul. Hukuman mati yang dijatuhkan pada Dexter karena dianggap lalai atas kepergian putra mahkota itu dillakukan secara tertutup. Para prajurit berjaga di setiap tempat.

"Dexter, apa permintaan terakhirmu!"

Raja Aberash berkata. Tidak ada satupun yang berani melawan perintahnya. Semua pandangan menatap penuh kesedihan ketika melihat sang penasihat raja berlutut di hadapan raja. Dexter dikenal sebagai seorang Partha yang setia pada kerajaan.

"Tidak ada Paduka," jawab Dexter tanpa berani menatap sang penguasa.

"Aku tidak akan melupakan jasa-jasamu selama ini padaku dan kerajaan Aileen. Tapi, seseorang harus bertanggung jawab atas kepergian putraku. Kini, siapa yang akan menggantikan tahta jika pangeran Arryn memilih pergi dari istana."

"Ayahanda, tolong pertimbangkan keputusan ini."

Tiba-tiba saja putri Annora memasuki sidang istana. Raja Aberash mendengus.

"Prajurit! Siapa yang berani melanggar perintahku! Bukankah sudah kukatakan tidak ada satu wanita pun yang boleh masuk, itu berarti termasuk juga putri Annora!" teriak raja Aberash geram.

"Berhentilah menyalahkan pihak yang tidak sepatutnya Ayahanda hakimi. Saya sendiri yang memaksa masuk sebelum seorang raja membuat keputusan keliru karena berdasarkan emosi bukan hukum istana," ucap adik perempuan pangeran Arryn tersebut lantang.

Semua dewan istana saling pandang, namun tidak satu pun dari mereka yang mengeluarkan suara.

"Prajurit! Lekas keluarkan putri Annora dari sidang istana secepatnya!" Raja Aberash memberi perintah bahkan sampai tidak sadar bangkit dari tahtanya.

"Tidak perlu, Ayahanda! Saya sudah kembali dan itu artinya Dexter terbebas dari hukumannya."

Satu suara bergema kembali di ruangan itu. Seluruh yang hadir dalam sidang istana llangsung menoleh ke arah sumber datangnya suara. Tampak pangeran Arryn menggenggam tangan putri Cressa. Pemandangan itu tentu saja membuat semuanya bertanya-tanya.

Raja Aberash mengerutkan keningnya. Lebih lagi, sang raja bukan kaum Partha sembarangan. Meskipun di hadapan yang lain, wanita cantik yang datang bersama pangeran Arryn itu seperti layaknya seorang Partha. Namun, mata batin raja Aberash masih jeli melihat sosok Elvish masih bersemayam kuat dibalik tubuh putri Cressa.

"Jadi karena ini, kau meninggalkan istana?"

"Bukan hanya itu, Ayahanda. Kami sudah dipersatukan dalam ikatan pernikahan. Bukankah Ayahanda sendiri bilang, jika saya harus memiliki pasangan? Maka hari ini, saya menghadap Ayahanda untuk meminta restu. Sekaligus memohon agar hukuman Dexter dihapuskan. Menghilangnya saya dari istana bukanlah kesalahannya, tetapi atas kehendak saya sendiri."

Pangeran Arryn berkata dengan lantang tanpa ada keraguan ataupun ketakutan dalam hatinya. Putri Cressa hanya bisa mempererat genggaman tangannya, dia tahu jika sang raja masih mengenalinya sebagai Elvish lewat mata batin.

"Jangan harap!!! Jika itu sudah keputusanmu pangeran Arryn, maka hari ini kau kubebaskan dari tanggung jawabmu sebagai putra mahkota pewaris tahta kerajaan Aileen. Kau boleh pergi sesuka hati kemana pun juga, dengan menikahi wanita ini tanpa persetujuan dariku. Itu artinya kau sudah tidak menganggapku sebagai raja dan juga ayahmu!"

Seketika kegaduhan terjadi di sidang istana, mereka tidak dapat lagi menahan keterkejutannya.