Seluruh yang hadir di sidang istana saling menatap. Bukan hanya terkejut dengan kedatangan Pangeran Arryn_yang menyebutkan dirinya sudah menikah. Namun juga karena sang Raja mengusir putra mahkota tersebut dari hadapannya.
"Saya tidak keberatan, jika Ayahanda mengusir saya dari istana. Tetapi mohon bebaskan Tuan Dexter karena dia tidak bersalah. Apakah Ayahanda melupakan jasa-jasanya begitu saja?" Pangeran Arryn membuka suara.
"Jangan panggil aku dengan sebutan itu! Prajurit! Lekas usir mereka sekarang juga! Dan hukuman mati telah dijatuhkan kepada Dexter, dialah yang harus bertanggung jawab karena tidak bisa menahan pewaris kerajaan dan malah melanggar aturanku!" teriak Raja Aberash.
Hatinya kini diselimuti oleh kemarahan yang teramat sangat. Juga kekecewaan yang teramat dalam pada putranya_karena menikahi wanita dari kaum Elvish tanpa persetujuan darinya. Bukan hanya sekedar kabar angin saja yang mengatakan bahwa sang Raja mempunyai satu kelemahan. Ketika dia dalam keadaan murka, maka hati dan pikirannya akan diselimuti oleh kegelapan. Satu-satunya yang bisa meredakan emosi Raja Aberash adalah sang Ratunya sendiri. Namun Ibunda dari Pangeran Arryn dan Putri Annora tersebut sudah meninggal.
Sang Pangeran Muda maju beberapa langkah, membuat para prajurit terlihat gentar. Di satu sisi mereka tidak bisa menolak perintah Raja Aberash dan sisi lainnya mereka juga sangat menyegani Pangeran Arryn. Pewaris tahta kerajaan Aileen itu sudah dilatih sejak kecil, sudah tentu mereka akan kewalahan menghadapinya.
"Anda tidak bisa menjatuhkan hukuman itu pada penasihat kerajaan!" Larkin berkata geram, tangannya mengepal.
Sementara Putri Cressa hanya bisa menggigit bibirnya, andaikata dia boleh menggunakan kekuatan perinya dalam sekejap dia bisa membawa Dexter dalam satu kedipan mata. Tetapi kini sang Putri sudah menjadi seorang Partha.
"Baiklah! Biar aku tawarkan sebuah kesepakatan. Aku ampuni nyawa Dexter, dia hanya akan aku jatuhkan hukuman seumur hidup di penjara bawah tanah. Tapi dengan satu syarat, kau tinggalkan wanita tersebut dan menikahlah dengan pilihanku. Setelah itu, aku akan turun tahta dan mewariskan kerajaan Aileen karena memang sudah menjadi tanggung jawabmu!" Raja Aberash berkacak pinggang.
Meskipun usianya sudah tidak muda lagi, namun sang Raja bisa saja menyerang dalam sekali hentakan. Semua orang sangat ketakutan terlebih saat ini Raja Aberash sedang murka.
"Saya tidak bisa meninggalkan istri saya_"
"Kalau begitu, sekarang pergilah dari hadapanku! Aku tetap akan menghukum Dexter membusuk di ruangan bawah tanah untuk kesalahanmu! Atau kau ingin aku berubah pikiran lagi menjatuhkan hukuman mati kepadanya?" ucap raja Aberash masih dikuasai oleh amarah yang membara.
"Pangeran, jangan kau rendahkan dirimu untuk membelaku. Aku siap berkorban."
"Tapi Deco, kau tak harus menanggung kesalahanku." Pangeran Arryn berkata lirih tatapannya penuh penyesalaan pada pria yang bersimpuh di hadapan raja.
"Lekas pergi dari sini! Prajurit!!! Usir dua orang ini dari hadapanku sekarang juga! Atau kalian semua kujatuhi hukuman mati!" Raja Aberash semakin murka.
Dexter menganggukkan kepalanya pada Pangeran Arryn agar mau mendengarkan titah raja. Di sudut lain, Putri Annora sejak tadi hanya bisa terpaku karena tidak menyangka kemurkaan ayahnya semakin menjadi. Sementara Putri Cressa, keadaannya tidak jauh berbeda. Dia menggenggam tangan pangeran dengan keterkejutan yang sama. Dengan hati bergetar menahan aramah akhirnya pangeran Arryn meninggalkan istana. Dalam sekejap Culley menghentakkan kaki jenjangnya membawa mereka dalam hati yang sedih atas pengorbanan Dexter.
***
"Begitulah yang terjadi, Larkin. Selang berapa purnama kemudian. Kerajaan diserang oleh sekelompok penyihir dari golongan hitam. Mereka mencium kekacauan atas kepergian putra pewaris kerajaan Aileen dan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengambil alih istana. Seluruh prajurit kewalahan, disaat itulah atas petunjuk dariku. Ayahmu, Pangeran Arryn akhirnya kembali ke istana untuk membantu melawan Malvolia beserta para pengikutnya. Mereka mundur, namun Raja Aberash terluka sangat parah dan nyawanya tidak dapat ditolong lagi."
"Jadi, sang Raja tewas? Lalu bagaimana selanjutnya Tuan Lac?" tanya Larkin.
"Saat hati dikuasai emosi dan kemarahan yang amat sangat. Semua mahluk bisa melakukan kekeliruan dalam kondisi seperti itu, Larkin. Meskipun Raja Aberash sempat murka pada putranya, namun sesaat sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Raja Aberash mengangkat ayahmu sebagai raja. Dia bahkan tampak berkaca-kaca karena sudah menyadari kekhilafannya. Raja Aberash dibesarkan dengan keras, hatinya tidak mudah dipatahkan. Tapi dia tetaplah seorang ayah yang akan senantiasa menyayangi putra-putrinya, Larkin. Tidak peduli apakah dia rakyat biasa, maupun seorang raja. Tak lama sepeninggalnya Raja Aberash, ayahmu menjadi pemegang kekuasaan tertinggi di semesta Aileen."
"Lalu, bagaimana bisa kutukan itu terjadi Tuan Lac?" Larkin kembali bertanya.
Lac menghela nafas panjang, "Malam sudah akan berganti pagi, Larkin. Kau harus segera bangun. Lain kali aku ceritakan kembali kepadamu agar kau mengerti bahwa kau adalah harapan kami satu-satunya."
"Tapi Tuan Lac_"
Larkin tidak dapat meneruskan permintaannya, penampakan Lac dalam bentuk sebenarnya sudah raib.
"Larkin! Hei! Bangunlah!"
Satu suara memaksa pemuda itu membuka mata, kepalanya agak berat. Dilihatnya Leith berdiri di hadapannya, entah dengan wanita bercadar alias Xena, Larkin tidak melihatnya bersama Leith.
"Kau benar-benar mengikuti acara Gatsh dengan baik ya! Sepertinya semalam kau terlalu banyak menyantap hidangan, sampai tidak terasa tertidur di sini. Hihihi," ledek pemuda kaum Mvura berambut gimbal tersebut.
Larkin mulai menggerakkan badannya, dia duduk sejenak dibawah pohon Nuci. Dia baru sadar, jika semalam tidak bisa menahan kantuk. Dan yang dikatakan oleh Leith memang benar, saking lapar dan menggiurkan hidangan di acara penyambutan tamu semalam itu. Larkin melahapnya dengan kalap.
Beberapa penduduk Mvura bahkan berpesta dan mabuk. Leith sempat menawarkannya minuman itu. Namun Larkin tidak dapat menelannya, karena aromanya sangat menyegak.
"Bagaimana jika semalam kau pun meminum Meeraa, hahaha!"
"Ah, itu minuman yang tidak enak." Larkin mengdengus diikuti tawa renyah dari Leith.
"Meeraa adalah minuman khusus menjamu tamu, dibuat dari air buah Nuci yang sudah tua. Tapi kulihat Xena sangat menyukainya, teman cantikmu itu pasti belum bangun sekarang."
"Darimana kau bisa simpulkan bahwa dia wanita cantik, Leith? Wajahnya saja tertutup kain begitu. Siapa tahu dia berbibir lebar dan berhidung besar. Hahaha!" Larkin ikut menyeringai membayangka imajinasinya sendiri.
"Hahaha! Kau bisa saja. Ku harap dia tidak mendengar ejekanmu, Larkin. Kalau tidak, dia bisa menghajarmu habis-habisan. Hahahaha!!!"
Mendengar perkataan Leith, pandangan Larkin segera menyapu sekitar. Pemuda berambut gimbal dan bertelanjang dada tersebut semakin terbahak melihat raut panik dari Larkin.
"Kau panik, Larkin. Apa kau takut padanya?"
"Tidak juga!" Larkin berkilah padahal dia cukup gentar mengingat Xena bukan wanita sembarangan.
Larkin terdiam sejenak, disaat Leith masih menggodanya. Pikirannya masih teringat pada perbincangannya dengan Lac. Jelas-jelas dia tertidur setelah kekenyangan menyantap hidangan semalam.
"Apa tadi itu aku bermimpi? Atau Tuan Lac memang bicara padaku? Aku masih penasaran dengan kelanjutan ceritanya. Kenapa bisa aku dibesarkan di hutan Alden oleh Myrtle dan Xue? Dan soal kutukan itu? Ah! Sial! Aku harus menemui Tuan Lac untuk menanyakannya."
Larkin bergumul dalam benaknya. Dia lalu beranjak mencari air bersih untuk mencuci wajahnya. Di saat yang sama dari arah berlawanan Xena datang. Leith segera menghampiri wanita itu.
"Awas saja kalau dia mengadu pada Xena! Bisa habis aku dihajarnya! Tapi bagaimana jika dia memang berhidung besar dan berbibir tebal?" batin Larkin kembali menyeringai sambil mempercepat langkah kakinya.