Larkin kembali mengikuti Wiedza bersama dengan Elred dan anak-anak kaum Mvura yang lainnya. Ruangan yang tampak seperti pondok bertingkat tersebut terletak di dekat pesisir Moana. Sehingga angin dari perairan yang menyerupai pantai membuat rambut Larkin berkibar.
Seorang pria tampak berdiri di hadapan mereka. Tak lain adalah Zarrar, pria tersebutlah yang merupakan penggagas agar didirikan semacam tempat khusus bagi anak-anak untuk menuntut ilmu dasar pengetahuan. Jika di daerah Orken, Xena pernah menyinggung bahwa dia pun mengikuti semacam Wiedza. Namun pendidikannya difokuskan untuk ilmu pertahanan bela diri. Tak heran jika sekarang Xena tumbuh menjadi salah satu petarung wanita terkuat dari kaum Zagha. Dan Lac sendiri yang menjadi Mahagurunya. Dalam pelarian, sang penyihir dari golongan putih tersebut menyamar sebagai Baltas.
"Konon katanya, tidak hanya kaum Elvish dan Gwarch yang menepati semesta Aileen. Seiring berjalannya waktu, kaum Partha dipercayakan sebagai pemimpin dari setiap generasi. Meskipun seorang Partha tidak mempunyai kekuatan khusus, namun tingkat kemuliaan dari Partha bisa setara seorang Dewa."
"Jadi aku pun bisa menjadi dewa, Tuan Zarrar?" celetuk Elred.
Larkin menyeringai, diikuti tawa renyah bocah lainnya.
"Tentu Red, hanya saja syaratnya sangat sulit. Hatimu tidak boleh ada setitikpun kegelapan, kehendakmu tidak boleh dikuasai oleh hawa nafsu. Karena inti dari kekuatan itu adalah pengetahuan. Dan dasar dari sebuah pengetahuan itu adalah kebenaran. Ada yang mau bertanya?" ucap Zarrar.
Larkin sebenarnya ingin menanyakan banyak hal, namun dia memilih diam. Pemuda itu masih canggung berada diantara anak-anak yang mengikuti Wiedza.
"Larkin, kau tidak ingin menanyakan sesuatu?" tanya Zarrar seakan bisa membaca pikiran Larkin.
"Bagaimana dengan kaum Ogard?"
Zarrar mengerutkan keningnya, namun dia langsung melemparkan senyuman saat mendengar pertanyaan tersebut.
"Kaum Ogard disebut-sebut sebagai keturunan dari Dewa Anhur yang paling menakutkan baik secara penampakan wajah maupun postur mereka yang seperti raksasa. Salah satu kitab kuno menyebutkan, kaum Ogard sebenarnya terdiri dari berbagai jenis. Tetapi kekurangan dari mahluk ini, jika dia jahat maka akan sangat jahat. Pun sebaliknya, jika baik maka kebaikannya akan melebihi Partha bahkan kaum Elvish sekalipun. Secara kepintaran, kaum Ogard memang dibawah rata-rata. Itulah yang menyebabkan mereka gampang sekali dihasut oleh penyihir dari golongan hitam."
"Apakah benar kaum Ogard sudah punah, Tuan Zarrar?" tanya seorang bocah yang duduk di depan Larkin.
Pemuda itu langsung menuju arah suara, karena biasanya yang paling cerewet adalah Elred. Penjelasan mengenai Ogard mau tidak mau mengingatkan Larkin pada Myrtle dan Xue. Saat pria itu melemparkan pertanyaan pada Larkin, dia hanya asal mengucap. Tanpa menyadari sepasang mata sedang mengawasi dirinya dari kejauhan.
"Beberapa peristiwa buruk sering dikait-kaitkan dengan Ogard. Kemunculan mereka bagi Partha seperti sebuah bencana. Meski tidak semuanya jahat, aku yakin ada juga Ogard yang baik. Tentang keberadaan mereka saat ini masih dipertanyakan. Karena sejak kutukan melanda semesta Aileen, tidak ada satu pun yang melihat penampakan Ogard di seluruh wilayah."
Larkin hanya bisa menahan mulutnya padahal dia ingin sekali mengatakan bahwa kaum Ogard belum punah. Myrtle dan Xue bagi dirinya sudah seperti orang tua kandung.
"Baiklah, cukup untuk hari ini." Zarrar mengakhiri perkataannya.
Saat anak-anak lain termasuk Elred sudah beranjak, Larkin tidak bisa menahan diri untuk menyapa gurunya.
"Tuan Zarrar, bisa kita bicara sebentar?"
Pria yang dipanggil menengok, "Tentu saja Larkin, apa yang hendak kau bicarakan?"
"Saya agak heran, kenapa anak-anak sudah belajar soal kutukan? Maksud saya, bukankah itu urusan orang dewasa?"
Zarrar menghela nafasnya, "Sejak kutukan Malvolia tersebar di semesta Aileen, seperti yang kau tahu Larkin keadaan menjadi kacau balau. Bahkan matahari seakan tertutupi oleh kegelapan. Dari seluruh penjuru, mungkin hanya daerah Moana yang masih cukup beruntung karena bisa melihat penampakan matahari saat terbit maupun terbenam. Ya ..., meski tidak sejelas dahulu tapi kami tetap bersyukur. Kabar angin mengatakan Malvolia itu adalah manusia alias kaum Partha setengah Dewi, ada juga yang menyebutkan bahwa dia putri Maglica yang merupakan hasil meditasinya. Entah mana yang benar, pastinya Malvolia dari awal sudah disiapkan agar bisa merebut kekuasaan raja. Sayangnya, putra pewaris dikabarkan meninggal bersama ibundanya. Ratu yang malang, padahal Ratu Cressa dikenal sangat dermawan dan selalu setia mendampingi Baginda Raja."
Hati Larkin bergetar hebat ketika Zarrar menyebutkan kedua nama yang disebut-sebut merupakan orang tua kandung dirinya oleh Lac. Namun, Larkin masih mengingat dengan baik akan pesan yang disampaikan oleh penyihir putih tersebut. Bahwa dia dilarang keras menceritakan tentang asal-usul dan jati dirinya kepada siapapun.
"Anak muda! Entah apa yang membawamu kesini, satu hal yang pasti jika Tuan Baltas menitipkan seseorang itu artinya kau sedang disiapkan untuk ikut serta dalam misi."
"Maksud Anda?"
"Secara diam-diam, belakangan ini kami membuat persekutuan. Tiap-tiap wilayah kerajaan Aileen sudah berunding, dalam beberapa puluh purnama ke depan kami akan menyiapkan pasukan khusus yang nantinya akan dikirim sebagai mata-mata. Jujur saja, jika Malvolia terus dibiarkan maka Raja Arryn akan terus semena-mena. Sang penguasa Aileen kini ada di bawah pengaruh mantra jahat penyihir wanita licik itu. Kelak jika kau sudah lulus menempuh Wiedza, akan ku arahkan kau mempelajari ilmu pertahanan. Sama seperti yang lain, sebelum menguasai kekuatan mereka harus lebih dulu dibekali oleh pengetahuan. Itulah sebabnya, aku menceritakan sejarah Aileen dan mahluk yang mendiaminya sampai pada kutukan Malvolia."
Larkin menganggukan kepalanya, sebagai tanda bahwa kini dia mulai paham kenapa anak-anak kaum Mvura mengetahui perihal yang dia tanyakan tadi.
"Tuan Zarrar, kenapa bisa sebuah kutukan menyebabkan kekacauan sedahsyat ini?"
Zarrar melemparkan senyuman lebar, dia menepuk pundak Larkin. "Ku rasa sebenarnya kau itu cerdas, Larkin. Apa kau tahu, salah satu kecerdasan berawal dari keingintahuan. Dari pertanyaan-pertanyaanmu itu aku bisa melihat sebesar apa rasa ingin tahumu terhadap pengetahuan. Tapi, Wiedza sudah berakhir. Lain kali aku pasti menceritakannya agar generasi penerus seperti Elred tahu sejarah. Orang yang hebat adalah yang tidak melupakan asal-usul dan sejarah. Matahari sudah akan tenggelam, apa kau tidak ingin pergi ke pesisir untuk melihatnya? Meskipun aku penduduk asli Moana, tetapi aku tidak pernah melewatkan pemandangan itu."
Larkin tersentak, mendengar Zarrar berbicara soal benda langit yang selalu membuatnya penasaran, serta merta Larkin ingin ikut bergabung melihatnya. Namun, baru satu langkah pemuda bermata biru kehijauan tersebut hendak menuju pesisir. Xena tiba-tiba saja sudah menghentikan gerakan kakinya.
"Kau itu Partha atau penyihir? Selalu saja muncul di hadapanku secara mendadak. Minggir! Aku mau ke pesisir melihat matahari terbenam," dengus Larkin sambil mengibaskan tangannya.
"Tuan Lac memerintahkanmu untuk menghadapnya. Lupakan soal matahari terbenam, itu bisa kau lihat di lain waktu. Kami baru saja menangkap penyusup, dan kau pasti terkejut jika tahu siapa sosok yang menyerangmu malam itu." Xena mendekatkan mulutnya di telinga Larkin.
"Benarkah? Siapa dia?"
"Sebaiknya kau melihat dengan mata kepalamu sendiri!" Xena memberi tanda agar pemuda itu mengikutinya.
Setibanya di pondok milik Lac, tubuh Larkin terpaku seketika dan tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
"Leith! Kau ...." Larkin berkata saat dia mengenali siapa yang sedang berlutut di hadapan Lac dengan kedua tangan terikat ke belakang.