Pangeran Arryn menaiki kuda putih kesayangannya yang diberi nama Culley. Kaki-kaki jenjang Culley menerobos hutan Alden hingga sampai di pohon Mor. Beberapa peri penjaga memberikan hormat pada pria gagah dan tampan tersebut. Mereka tahu, jika pangeran Arryn dan Putri Cressa menjalin hubungan istimewa.
"Dimana putri Cressa?" tanya pangeran Arryn.
"Hormat kami pangeran Arryn, putri sedang ada di kolam Llyod bersama peri yang lain."
Pangeran Arryn mengaitkan ujung tali pada ranting pohon Oak. Culley mengibaskan ekornya saat putra pertama raja Aberash itu mengelus kepalanya. Sang pangeran lantas berjalan menulusuri semak menuju kolam_yang disebutkan oleh para Elvish tadi.
Sebagai penerus kerajaan Aileen, pangeran Arryn memang sudah ditempa oleh pelatih kerajaan. Dari mulai keahlian senjata seperti pedang dan busur, ilmu pengetahuan, juga termasuk kemampuan berdialog dengan kaum Elvish. Secara, tubuh mereka sangat kecil. Bagi mahluk lain, suara dari kaum peri hanya terdengar hampir seperti dengungan atau desis kecil saja.
Kemampuan pangeran Arryn memang tidak perlu diragukan lagi, kecuali satu hal yaitu sihir. Karena ilmu sihir biasanya diwariskan secara turun-temurun kepada sesama kaum Gwarch. Meski beberapa Partha masih bisa mempelajari dan menguasainya. Tetapi sebagian besar kaum penyihir atau yang dikenal sebagai kaum Gwarch ini merupakan mahluk yang dikuasai kegelapan. Dari waktu ke waktu penyihir golongan putih sudah banyak yang dimusnahkan oleh kaum Gwarch dari golongan hitam.
"Pangeran ..., bukankah kita sudah sepakat untuk bertemu hanya di saat purnama?"
Putri Cressa langsung menyadari kedatangan pangeran Arryn. Dia lantas merapalkan sebuah mantra, dan dalam sekejap tubuh mungil bersayapnya berubah menjadi seukuran kaum Partha. Keahlian ini hanya bisa dilakukan oleh para peri tingkat atas. Sementara peri tingkat menengah ke bawah, hanya bisa merubah bentuk mereka disaat bulan purnama saja.
"Mari ikut denganku!" pangeran Arryn berkata.
"Tapi pangeran, saya harus izin terlebih dahulu kepada Ibunda Ratu. Dan beliau pasti akan curiga jika saya tidak menemukan alasan yang tepat agar bisa pergi."
"Kita tidak punya banyak waktu, ikutlah denganku! Atau selamanya kita tidak akan pernah bertemu lagi. Aku tunggu di perbatasan hutan Alden, jika sampai matahari tenggelam kau tidak datang. Aku anggap kau menolak lamaranku, dan itu artinya kita harus saling melupakan satu sama lainnya."
"Tunggu, Pangeran. Kau, kau tadi bilang melamar_"
"Ya, putri Cressa. Aku memintamu untuk menjadi istriku sekarang juga. Ayo kita pergi ke Tuan Lac, dan segera melakukan ritual agar kau bisa menjadi seorang Parhta. Lalu kita menikah. Ayahanda memerintahkan aku untuk mencari pasangan karena beliau akan turun tahta."
Wajah pucat putri Cressa semakin bertambah pucat saja mendengar apa yang disampaikan oleh kekasihnya barusan. Rambutnya yang putih menari-nari dimainkan semilir angin. Matanya yang biru kehijauan tampak berkaca-kaca.
"Tapi, pangeran jika nanti sang Raja tidak menerima kehadiranku_"
"Maka aku rela meninggalkan kerajaan dan gelar putra mahkota hanya untuk memulai kehidupan baru bersamamu di sebuah desa kecil. Sungguh putri Cressa, hatiku sudah tertambat kepadamu bahkan sejak pertama kali kita berjumpa di tepi kolam ini."
Putri Cressa meneteskan bulir air mata, semua yang diucapkan oleh Pangeran Arryn begitu menyentuh kalbunya.
"Aku tidak punya banyak waktu, karena para pengawal kerajaan sedang mencariku. Ayo, ikut denganku sekarang juga jika kau memang benar-benar mencintaiku."
Lepas berkata demikian, pangeran Arryn mengulurkan tangannya. Namun, putri Cressa masih terpatung. Menyetujui permintaan kekasihnya itu bukan hanya akan menghapus semua kekuatan perinya. Tetapi juga Ibunda Ratu pasti akan sangat marah, dan tidak akan pernah mengakui lagi sebagai putrinya.
Pangeran Arryn menghela nafas panjang, dia tahu apa yang membuat wanita cantik dihadapannya termenung.
"Sudah kuduga, kau tidak bisa menjawabnya. Aku harus pergi, tapi aku tetap akan menunggumu di perbatasan. Jika sampai matahari tenggelam kau tidak muncul, entah apa yang akan aku lakukan untuk menyembuhkan luka di hatiku ini karena penolakanmu."
Pangeran Arryn segera melangkah menuju pohon oak tak jauh dari tepi kolam Llyod. Culley menggerakkan kaki jenjangnya, dan mulai berlari membawa sang Pangeran meninggalkan putri Cressa. Sama seperti pangeran Arryn, putri Cressa pun mempunyai beban dan tanggung jawab berat di pundaknya. Meskipun dia bukan penerus utama menggantikan Ibunda Ratu. Namun, sangat dilarang baginya meninggalkan hutan Alden lebih lagi menikahi seorang Partha.
***
Saat matahari mulai tenggelam dan langit semakin gelap, pangeran Arryn masih menunggu sang kekasih hatinya datang. Antara keegoisannya sebagai pria biasa juga tanggung jawab akan kerajaan berperang dalam batinnya. Dia lantas teringat pada Dexter, sesaat sebelum dirinya melarikan diri dari istana kerajaan Aileen. Sebenarnya dia mengkhawatirkan penasihat kerajaan tersebut. Namun tekadnya sudah bulat. Pangeran Arryn teringat kembali percakapan mereka dimana saat Sang Penasihat kerajaan tersebut memperlihatkan sebuah kitab kuno kepadanya.
"Aku tetap pada pendirianku, Deco. Aku tidak bisa menikah dengan wanita yang tidak aku kasihi. Bukankah kau pernah berkata, bahwa sesungguhnya kekuatan yang paling dahsyat itu adalah hati? Lalu dimanakah letak kesalahanku jika aku memperistri Cressa?"
"Saya tidak pernah bilang itu kesalahan, pangeran. Kerajaan Alieen adalah kerajaan besar. Ada banyak mahluk dari berbagai kaum yang berada dibawah kekuasaannya. Jika tahta kerajaan jatuh pada pihak yang salah, maka kekacauan akan timbul dimana-mana. Lebih lagi, golongan penyihir hitam selalu mencari celah agar bisa menguasai semesta Aileen."
Pangeran Arryn mendengus, "Jadi itu artinya kau menyuruhku untuk mengorbankan cintaku demi kerajaan. Annora juga bisa menjadi ratu yang hebat. Adikku itu pasti dapat memimpin kerajaan lebih baik daripada aku, Deco."
Dexter menghela nafasnya, "Tapi menjadikan seorang wanita sebagai raja itu tidak ada sejarahnya dalam keturunan kerajaan Aileen, pangeran muda."
"Aku tetap akan pergi, kau tidak bisa mencegahku sekalipun kau sudah kuanggap sebagai pamanku!."
Pangeran Arryn yang sedang dibutakan oleh cintanya pada putri Cressa itu meninggalkan ruangan tersebut.
"Pangeran, tunggu!" Dexter mencoba menghentikannya.
Namun pangeran Arryn sudah menghilang.
"Prajurit tolong hentikan pangeran Arryn!!! Tutup gerbang keluar istana sekarang juga!" Dexter berteriak pada seorang prajurit yang berjaga di depan ruangannya.
Mendengar bahwa putranya melarikan diri demi seorang gadis, raja Aberash murka. Dia melampiaskan kemarahannya kepada Dexter karena dianggap lalai. Seisi istana tidak ada yang berani melawan perintah raja. Meskipun dikenal bijaksana, tetapi ada satu kelemahan sang raja. Yaitu ketika dia tidak mampu menahan amarahnya, maka raja Aberash akan bertindak arogan. Lebih lagi, sang permaisuri tercinta sudah tiada.
"Sekarang, tidak ada yang bisa meredam amarah sang raja. Ini pertama kalinya, sejak ratusan purnama beliau menunjukkan kemurkaannya. Dexter yang malang," bisik seorang prajurit.
"Jaga ucapanmu! Bisa-bisa kau yang akan menggantikan Tuan Dexter. Kita ini hanya prajurit bukan dewan istana. Lekas turuti saja perintah raja!" ujar prajurit lain yang diperintahkan membawa Dexter ke hadapan raja.
***
"Apa dia tidak akan datang?" lirih pangeran Arryn masih menunggu pujaan hatinya tiba.
Matahari sudah lenyap dari langit digantikan oleh cahaya bulan. Bersama itu pula, sang pangeran mulai menyerah dan merasa bahwa cintanya pada putri Cressa pun harus sirna. Hatinya sangat pedih, bahkan tusukan ribuan anak panah mungkin tidak akan bisa dibandingkan dengan apa yang dirasakannya kini.