Xena membungkam mulutnya, dia melupakan sesuatu karena permintaan Larkin sempat membuatnya kesal. Adalah hal yang dilarang bagi seorang wanita kaum Zagha untuk membuka cadar yang menutupi wajahnya pada lelaki yang bukan pasangannya.
"Kau belum menjawab pertanyaanku, Xena!"
Larkin yang sudah telanjur mendengar celotehan Xena semakin penasaran. Meski tidak bisa melihat seluruh wajah wanita itu, tapi Larkin yakin tadi dia tidak salah mendengar Xena menyebutnya seorang pangeran.
"Sudahlah! Lebih baik kau simpan saja tenagamu itu untuk perjalanan besok," ucap Xena membalikan badannya lantas menutup mata.
Sempat terpikir oleh Larkin untuk lari dari wanita itu dan kembali ke tempat dimana mereka diserang oleh Efitra. Tapi, dalam hatinya pemuda tersebut membenarkan ucapan Xena. Menemui wanita cantik yang disebut-sebut merupakan Malvolia, alias sang penyihir jahat sama seperti mengantarkan nyawa. Dan jika penyihir itu memang menginginkan Larkin hidup-hidup, ada benarnya juga bahwa Birk saat ini baik-baik saja.
Akhirnya, Larkin mencoba memejamkan matanya juga. Bukanlah hal yang mudah baginya untuk tidur hanya beralaskan hamparan pasir. Pemuda bermata biru itu menatap langit. Penampakannya masih sama seperti langit yang dia lihat ketika masih tinggal di hutan Alden. Dia teringat dengan Myrtle, hatinya seperti ditusuk ribuan pedang. Baginya, Myrtle tetap sebagai seorang ibu yang membesarkan dirinya. Tidak ada yang bisa menyangkal tentang hal itu. Sama halnya dengan Xue, meskipun jarang sekali mengajak bicara pada Larkin. Tapi pemuda itu tahu jika Xue adalah sosok ayah yang baik untuknya. Entah bagaimana kabar Xue, dia tidak tahu apakah ayah angkatnya tersebut masih hidup ataukah sudah tewas juga oleh mahluk yang membunuh Myrtle.
***
"Larkin, jangan jauh-jauh dari kolam Lloyd!"
"Tidak akan! Aku hanya ingin melihat Xue berburu rusa!"
Larkin yang saat itu baru berusia beberapa puluh purnama berteriak. Sedangkan Xue sudah melangkah lebih dulu ke bagian hutan Alden di dekat Pohon Mor. Kata Myrtle, beberapa kijang atau rusa kadang terlihat untuk minum di sekitar kolam Lloyd.
Xue terus berjalan sambil mengawasi sekitar. Hentakan kakinya yang besar dan panjang itu membuat tubuh mungil Larkin sedikit goyah. Tapi dia tetap bersemangat karena kali ini Xue mengizinkannya ikut untuk berburu rusa sebagai menu makan malam mereka.
Beberapa meter di dekat kolam suci tersebut, Larkin menangkap satu bayangan bergerak. Xue memberi tanda dengan tangannya agar Larkin menghentikan langkah. Mahluk hijau besar itu merunduk. Dalam beberapa kedipan mata, sebuah tombak melesat tepat di bagian perut seekor rusa. Hewan tersebut langsung ambruk diikuti dengan beberapa rusa lainnya yang berlari meninggalkan kolam Lloyd. Xue bergegas melihat hasil buruannya, seringai terlihat di wajahnya. Tampak barisan gigi yang besar dari mulut Xue. Larkin ikut bersorak, dia menghampiri ayah angkatnya.
"Kau hebat! Rusa itu langsung terkapar, aku tidak sabar memakan daging panggang nanti," seloroh Larkin.
Xue hanya menjawab dengan anggukan kepala, dan mengajak Larkin untuk kembali lagi ke rumah mereka. Myrtle menyambut hasil buruan suaminya dengan gembira.
"Kau tahu Myrtle? Tadi Xue sangat hebat, aku ingin belajar berburu sepertinya!"
"Jangan! Kau masih kecil, Larkin! Di sana sangat berbahaya, salah-salah kau akan tersesat nantinya." Myrtle berkata sambil menyiapkan beberapa ranting Mor untuk memanggang daging rusa tersebut.
"Myrtle, apa hanya ada kita yang tinggal di sini?" tanya Larkin dengan tidak melepaskan pandangannya dari rusa yang sudah tidak bernyawa itu.
"Sssttt! Sudah berapa kali aku katakan, jangan bertanya apapun jika ayahmu ada di dekat kita," ucap Myrtle merapatkan telunjuknya yang besar itu pada mulut.
Larkin melirik dengan ekor matanya, benarlah rupanya Xue masih duduk di kursi kayu oak. Ayah angkatnya itu memang sedikit pemarah, dan Larkin akan ketakutan jika wajah Xue berubah lebih hijau jika sedang kesal.
Saat Larkin melihat Xue berjalan ke belakang rumah, barulah dia membuka suaranya kembali. Asap yang keluar dari daging rusa yang baru di panggang itu membuat Larkin kecil mengelus-elus perutnya. Dia menatap Myrtle dan masih penasaran dengan pertanyaannya tadi.
"Myrtle, kau belum menjawab pertanyaanku. Apakah hanya ada kita saja yang menghuni hutan Alden ini?"
Myrtle menoleh, dia menggerakkan kepalanya memastikan Xue tidak mendengar percakapan mereka.
"Hutan Alden dan sekitarnya adalah wilayah yang diberkati oleh para Dewa. Tidak sembarangan yang bisa tinggal di sini. Bagi sebagian kaum bahkan mereka tidak dapat melihat penampakan hutan Alden, atau kolam Lloyd, ataupun juga pohon Mor. Dahulu, pohon Mor adalah tempat tinggal kaum Elvish. Mereka seperti malaikat kecil yang mempunyai sepasang sayap dibelakang tubuhnya. Saat mereka terbang, kaum Elvish akan mengeluarkan cahaya dari kepakan sayapnya."
"Teruskan! Teruskan Myrtle!" seloroh Larkin membulatkan kedua bola mata birunya sambil merangsek ke pangkuan Myrtle.
Mahluk besar tersebut tersenyum, bagi kaum Partha alias kaum manusia melihat Ogard tersenyum membuat bulu kudu mereka menggidik karena penampakan barisan gigi mahluk itu yang besar.
"Kaum Elvish sangat disegani oleh semua mahluk yang menempati semesta Aileen. Bahkan para raja pun konon begitu terpana oleh kecantikannya. Elvish bisa merubah wujudnya ke dalam ukuran yang lebih besar. Tetapi mereka tidak dapat terbang ketika dalam bentuk seperti itu."
"Lalu kenapa kau bilang sekarang kaum Elvish sudah lenyap?"
"Tidak semuanya, Larkin. Beberapa masih hidup, namun sebuah kutukan dahsyat membuat semesta Aileen kacau balau, termasuk juga kaum Elvish terkena dampaknya. Mereka kehilangan kekuatannya, dan hanya bisa bersembunyi di tempat-tempat tertentu."
"Dimanakah mereka bersembunyi, Myrtle. Aku ingin melihatnya," decit Larkin kembali.
"Mereka_"
Myrtle tidak dapat melanjutkan ceritanya karena Xue sudah terlihat kembali masuk ke dalam rumah.
"Nanti saja kita lanjutkan lain kali, ayahmu sudah lapar. Sebaiknya kau bantu Xue menyiapkan meja untuk kita makan malam. Sebentar lagi daging rusa ini matang," titah Myrtle kemudian.
Larkin sempat mengerucutkan bibirnya, karena masih ingin mendengar cerita tentang para Elvish. Namun, mendengar Myrtle mengatakan bahwa makan malam mereka hampir siap, serta merta dia kembali bersemangat.
***
Air liur yang sempat menetes dari mulut Larkin membangunkannya. Sejenak dia masih berada di dalam mimpi. Entah itu hanya bunga tidur ataukah sepenggal kenangan semasa kecilnya bersama Myrtle, yang jelas dari samping kirinya terdengar suara wanita menertawakan dirinya.
"Apa kau bermimpi tentang makanan atau semacamnya? Air liur itu sampai membuat oasis kecil di alas tidurmu ... hihihi."
Larkin mendengus, tapi sebenarnya, disaat yang bersamaan dia juga merasa malu karena ditertawakan Xena.
"Dasar mengganggu saja! Barusan aku hampir saja menikmati daging panggang rusa," keluh Larkin sambil mengibaskan butiran pasir yang menempel di tubuh dan bajunya.
"Sabarlah, aku tahu kau kelaparan. Jadi, ayo kita lanjutkan perjalanan! Semakin cepat semakin kau akan menikmati makanan," seloroh Xena masih meledek pemuda yang ada dihadapannya.
Larkin tidak membalas ejekan Xena, dia lebih memilih berjalan duluan.
"Hei, kau salah arah!"
Larkin menutup matanya kesal, "Sial! Lagi-lagi aku malah mempermalukan diri sendiri di hadapan seorang gadis," keluh Larkin dalam hatinya.
Dia pun berbalik dan segera mengikuti langkah Xena menuju ke arah Barat.