"Bikin malu keluarga saja kamu Ra, apa kata tetangga dan keluarga besar jika tahu kelakuanmu seperti ini. Lihatlah, kamu hamil dan laki-laki itu tidak mau bertanggung jawab tapi malah menuduh dirimu sebagai perempuan yang tidak baik," ucap Bagaskoro papanya Rara.
"Mas yang sabar, bagaimanapun Rara adalah anak kita," bujuk Aeni menenangkan suaminya.
Prang!!!
"Jika kamu masih seperti ini terus papa akan usir kamu dari rumah dan jadilah kau gembel di jalanan sana," bentak Bagas membuat Rara terkejut dengan ucapan papanya. Bagaimanapun dia belum siap jika harus hidup sendiri di luar sana karena dia juga belum lulus sekolah tapi sudah melakukan hubunganΒ yang sudah melampaui batas.
"Apa kamu tidak mendengar ucapan Papa tempo hari. Jauhi Ardy tapi kamu masih saja gak mendengar ucapan Papa sekarang lihat hasilnya setelah dia menyentuhmu dan puas dia pergi begitu saja apa kau baru sadar sekarang?" bentak Bagas.
Hamil di luar nikah adalah hal yang memalukan bagi keluarga Bagaskoro, terlebih laki-laki yang menghamili Rara tidak bertanggung jawab dengan alasan masih kuliah.
Sudah selang tiga minggu Rara muntah tidak jelas dan nafsu makannya pun berkurang, Aeni sang ibu curiga padanya hingga akhirnya memilih untuk memeriksakan Rara ke Dokter alangkah terkejutnya dia begitu mengetahui anak semata wayangnya dalam keadaan berbadan dua.
"Kita gugurkan kandungannya mumpung masih kecil dari pada buat malu keluarga kita itu adalah aib," seru Bagas. Rara mengangkat wajahnya kembali terkejut dengan ucapan papanya.
"Tidak mas itu dosa dilarang oleh Allah dalam agama pun dilarang," sahut Aeni.
"Lantas kita harus menanggung malu seumur hidup karena kelakuan anak kita itu? Yang benar saja!" bentak Bagas.
"Kita nikahkan saja dia dengan laki-laki lain. Setelah anaknya lahir biarkan mereka bercerai. Bagaimana pa?" usul Aeni.
"Tidak mudah ma mencari laki-laki seperti itu?" Bagas mengusap wajahnya kasar hatinya gelisah bagaimana jika teman-teman di kantornya tahu pasti heboh.
"Dzaky."
"Apa Pa?" tanya Aeni.
"Kita ke Jogja bukankah Dzaky baru pulang dari Bali. Kita nikahkan dia dengan Rara itu adalah ide yang tepat menurut Papa," usul Bagas.
"Tapi Pa, apa dia bersedia menikah dengan Rara sementara dia tak mengenal Rara sama sekali dia hanya dekat dengan Aulia keponakanmu itu," balas Aeni.
"Rara gak mau Pa, lebih baik Rara pergi dari sini," ancam Rara.
"Oke jika kamu gak mau silakan pergi. Tapi kamu juga harus memikirkan konsekuensinya bagaimana hidup sendiri di luar sana, tanpa saudara dan juga teman dan lebih parah lagi tanpa uang. Papa yakin semua teman-teman kamu itu mendekatimu hanya karena uang, mereka tidak tulus berteman sama kamu," urai Bagas membuat Rara ketakutan.
"Silakan jika kamu bersikeras tetap mau keluar dari rumah ini pintu rumah Papa buka lebar buatmu pergi tapi jangan harap kamu bisa kembali," Bagas berucap dengan tegas membuat Rara menciut nyalinya.
"Pa, jangan terlalu keras dengan anak sendiri tidak baik," bujuk Aeni.
"Papa lakukan ini untuknya, memberikan yang terbaik buat hidupnya tapi kenapa Papa dikatakan keras Ma. Dia sudah hamil di luar nikah bikin malu keluarga dan parahnya pacar dia tak mau bertanggung jawab, muka kita mau ditaruh di mana coba?" ucap Bagas kesal.
"Papa memang keterlaluan sama Rara. Rara benci Papa," Rara berlari ke kamar dan menguncinya.
"Kita ke Jogja sekarang dan bicara dengan Dzaky sungguh Papa tidak akan tenang jika masalah ini belum menemukan titik temu," ucap Bagas.
Rara menangis menyesali yang terjadi, namun semua sudah tidak dapat lagi kembali seperti semula.
***
Dzaky pemuda tampan yang memiliki kharisma tersendiri meskipun terlahir di kampung namun tidak menyurutkan pesonanya sebagai laki-laki yang selalu disukai banyak wanita.
Pembawaannya kalem tak pernah serampangan dalam bertindak. Namun meskipun demikian cintanya pada Annisa tak berjalan mulus seperti harapannya karena Abah Seno menolak Dzaky karena merasa Dzaky belumlah sepadan dengan harapannya. Yang diinginkannya adalah lelaki lulusan pondok pesantren sementara Dzaky hanya bersekolah di perguruan tinggi manajemen bisnis sungguh sangat tak sesuai dengan harapan Seno.
"Bu, Dzaky pergi ya mungkin sore baru balik."
"Loh mau kemana? Kamu jarang di rumah begitu pulang pun gak betah di rumah?" ucap Hanifah.
"Apa kamu janjian sama Annisa?" lanjutnya.
Dzaky terdiam dia teringat ucapan sahabatnya Ammar jika Annisa akan dijodohkan dengan Ilham anak kepala desa sebelah yang menjadi ketua Yayasan Panti dan Dhuafa Se-Indonesia, lulusan terbaik universitas di Kairo, bukankah dia sudah kalah telak. Siapa dirinya yang hanya seorang pimpinan biasa.
"Gak ada kok Bu, ini beneran mau main ke rumah teman di Kaliurang."
"Ya sudah hati-hati kalau begitu," ucap Hanifah.
"Dzaky pamit Bu, Assalamualaikum," pamit Salim takzim pada Hanifah.
"Waalaikumussalam, semoga kau temukan yang terbaik nak," balas Hanifah pelan namun Dzaky masih dapat mendengarnya dan mengamini doa ibunya dalam hati.
***
Keluarga Bagas tiba di Jogja membuat Nugroho dan Ratih terkejut karena kedatangan mereka mendadak begitu saja.
"Rara hamil dan laki-laki itu gak mau bertanggung jawab," ucap Bagas menunduk.
"Aku telah gagal mendidiknya Mas," lanjutnya.
Semua terdiam Nugroho menatap Rara yang sedang meremas-remas dressnya.
"Benarkah itu Ra, dengan siapa kamu melakukannya?" tanya Nugroho.
"Kakak kelas Om," jawab Rara.
"Lalu apa kamu menyesalinya?" tanya Nugroho.
Rara hanya terdiam. "Memang dasar anak jaman now, berbuat dosa pun tak menyesalinya," ucap Nugroho geleng-geleng kepala.
"Aku mau minta solusi Mas, bisakah Dzaky menikahi Rara setidaknya sampai bayinya lahir setelah itu mereka bisa bercerai," ucap Bagas dan kembali membuat Nugroho terkejut.
"Apa-apaan kamu ini, tidak mungkin aku bicara dengan Dzaky dan memintanya untuk menikah dengan Rara mengingat kondisi Rara sudah berbadan dua. Apa kau sudah gila!" ujar Nugroho.
"Tak ada pilihan Mas, apa kau juga tega menghancurkan karierku yang sedang di atas. Jika mereka tahu pasti akan hancur semuanya," ucap Bagas.
"Tapi aku tidak yakin jika Dzaky mau menikah dengan Rara."
"Memang kenapa Mas?" tanya Bagas.
"Dia baru pulang dari Bali, kita tidak tahu kehidupan dia di sana seperti apa. Apakah dia sudah menikah atau belum kita tak mengetahuinya," papar Nugroho.
"Apa tidak sebaiknya kita ke rumahnya Mas dan kita bicara langsung dengannya. Apapun itu aku akan menurutinya asalkan dia mau menikahi Rara."
"Baiklah kita ke sana sekarang mumpung masih siang jika sore dia tidak ada di rumah mengurus kebun di dekat tanah lapang desa sebelah," ucap Nugroho.
"Mari kita berangkat!" lanjutnya.
Rombongan keluarga pergi ke tempat Bu Hanifah untuk menemui Dzaky. Namun begitu tiba di sana keadaan rumah Bu Hanifah terlihat sepi.
Tok...tok..tok...
"Assalamu'alaikum," ucap Nugroho.
"Apa mungkin mereka sedang pergi," ujar Bagas.
Nugroho menuju pintu samping terdengar suara air gemericik di kamar mandi.
"Assalamu'alaikum, " ucap Nugroho.
"Waalaikumussalam," balas Hanifah seraya membukakan pintu rumahnya.
"Eh, ada tamu agung ini sepertinya rombongan dari luar kota juga, mari masuk," ajak Hanifah mempersilakan tamunya untuk masuk.
"Silakan duduk, maaf ada perlu apa ya Pak Nugroho?" tanya Hanifah.
"Jadi begini maksud kedatangan kami ke mari mau menanyakan kepada nak Dzaky apakah dia bersedia untuk menikah dengan keponakan saya yang bernama Rara," ucap Nugroho.
Hanifah tercengang mendengar perkataan Nugroho.
"Maksudnya gimana ya Pak saya gak ngerti?" tanya Hanifah kebingungan.