Dzaky masuk rumah dengan keadaan kesal bagaimana pun dia malu mendengar penuturan Pak Bima guru BP yang mengurus Rara.
"Tidak bisakah kau berhenti membuat masalah di sekolahan?" tanya Dzaky tenang.
"Suka-suka saya ya, mau ngapain. Gak usah atur-atur hidupku oke!" sahut Rara ketus.
"Kamu lupa bicara dengan siapa? Bagaimanapun aku adalah suami kamu Ra, kamu harus sopan padaku?" ucap Dzaky.
Rara mengerutkan keningnya perlahan dia berjalan maju ke depan ke arah di mana Dzaky berada, "Kau itu hanya suami bayaran bukan suami sungguhan, kau ingat hanya satu tahun kita menikah sesudahnya kita bercerai!" ucap Rara setelahnya dia memutar tubuhnya menuju kamarnya namun baru beberapa langkah tubuhnya oleng karena sepatu yang dipakainya menginjak air membuatnya terpeleset dan dengan cepat Dzaky menangkap tubuh Rara yang kecil hingga Dzaky terjatuh dan tubuhnya menjadi tumpuan Rara. Keduanya saling pandang secara intens cukup lama, Rara terpesona akan ketampanan Dzaky.
"Aish! dasar bodoh!" umpat Rara kesal padahal seharusnya dia berterima kasih dengan Dzaky karena sudah membantunya bukan malah mengumpatnya.
Dzaky masih terdiam dirinya terkesiap karena tindakannya untuk menolong Rara justru berbalik menjadi umpatan padanya.
"Seharusnya tadi aku membiarkanmu jatuh ke lantai dan setelah kita bisa langsung bercerai karena mungkin saja calon bayi dalam rahimmu akan pergi," ucap Dzaky melirik Rara yang masih kesal padanya.
"Kau mendoakan aku begitu maksudmu?" tanya Rara sarkas.
"Aku tidak mengatakan begitu kau saja yang sensitif dasar wanita!" Dzaky pergi masuk kamarnya rasanya terlalu lelah hari ini jika harus menuruti Nona muda Rara yang kebanyakan maunya. Sebelum pulang ke rumah dia sudah menghabiskan dua mangkok es teller dan satu mangkok mie ayam di warung Bu Sumi, belum lagi cemilan-cemilan yang dia beli di supermarket dengan alasan dia tak ingin kelaparan di malam hari membuatnya bertanya-tanya, apakah orang yang sedang hamil rakus begitu?
Selesai mandi, Dzaky ke dapur berencana membuat makan malamnya. Setelah menyiapkan semuanya dia mulai kegiatannya memasak menu sederhana yang sehat. Nampak Rara sedang menonton tv namun sesekali matanya mencuri-curi pandang pada Dzaky, karena kejadian tadi membekas pada diri Rara tanpa sadar dia mengagumi sosok Dzaky pria tampan pilihan Papanya yang menjadi suaminya saat ini.
"Kenapa senyum-senyum sendirian, bukankah acaranya di sebelah sini kenapa kau melihatnya ke arah dapur?" tanya Dzaky mengagetkan Rara yang sedang melamun memikirkannya. Eh!
"Kamu sendiri kenapa bisa di sini bukankah kau sedang memasak, jangan bilang kalau kau sedang mencari perhatianku," ucap Rara kesal sebenarnya dia sendiri sedang menutupi rasa malunya karena ketahuan sedang memperhatikan Dzaky.
"Kata siapa aku mencari perhatianmu? Kamu itu masih kecil dan sifat bar-bar kamu itu membuat semua orang jengkel, apa kau sadar itu?" ucap Dzaky.
"Aku bukan anak kecil, dan kau juga harus tahu itu?" ucap Rara ketus.
Dzaky memutar bola matanya malas. "Benarkah jika kau ini sudah dewasa kau takkan pernah bikin masalah yang membuat orang tuamu malu Ra, tapi faktanya kau bikin orang tuamu menanggung malu atas perbuatan dirimu," ucap dzaky tenang.
"Terserah padamu, dasar pria sombong, tak tahu malu hidup hanya numpang nebeng dengan orang tuaku saja," ucap Rara asbun karena dia sudah kalah oleh Dzaky.
"Sudahlah lebih baik kau istirahat sekarang, jaga kesehatan demi bayi yang sedang kau kandung itu," pesan Dzaky segera pergi ke lantai dua.
"Tak perlu sok perhatian aku bisa jaga diriku sendiri."
"Benarkah? Apa perlu aku temani kau tidur sekarang biar kau merasa hangat?" ucap Dzaky menatap datar pada Rara.
"Dasar mesum!"
"Aku mesum?" ucap Dzaky menunjuk wajahnya sendiri dengan jari telunjuknya.
"Baiklah ayo kita tidur bersama-bersama, aku tahu kau butuh kehangatan bukan?" ucap Dzaky membuat Rara mendelik mendengarnya.
"Kau sengaja bukan memancing emosiku?" ucap Rara.
"Menurutmu? kau pasti sudah berpengalaman dalam hal ini bukan tolong ajari aku!" ejek Dzaky sengaja memancing emosi Rara dan dia pun terpancing oleh perkataan Dzaky. "Kau belum pernah melakukannya? Ops, aku lupa jika Annisa wanita yang kamu cintai itu wanita kampungan jadi gak mungkin jika dia mau bermesraan denganmu."
"Dia bukannya kampungan tapi dialah wanita termahal yang pernah aku temui. Kau tahu roti yang dijual di pasar dengan yang ada di supermarket? Itulah bedanya kau dengannya, camkan itu!"
"Cepatlah makan dan jangan memintaku untuk menemanimu pergi beli bakso karena aku mau beristirahat," sela Dzaky setelahnya dia segera ke kamarnya untuk beristirahat.
Rara terdiam merenungi maksud perkataan Dzaky padanya tentang 'roti' dia masih belum memahami arti dari kalimat tersebut mungkin bertanya pada Salsa besok pagi adalah hal yang terbaik.
***
"Bagaimana Pa, apa Dzaky sudah memberitahukan hasilnya pada Papa soal Rara tadi siang?" tanya Aeni menatap suaminya yang terlihat santai di meja makan.
"Mama tenang saja selama ada Dzaky semua akan baik-baik saja Ma," balas Bagas mencoba menenangkan Aeni istrinya.
"Tetap saja Pa, meskipun demikian Mama yang melahirkannya merasa was-was dan khawatir apa tidak boleh?" ujar Aeni.
"Bagaimana jika nanti malam kita ke rumahnya, kita buat kejutan padanya dia pasti akan senang?" sela Bagas.
"Baiklah Pa, Mama akan buatkan makanan kesukaannya nanti."
Bagas segera pergi ke kantor setelah mengiyakan perkataan dari Aeni istrinya.
Sesampainya di kantor ternyata Dzaky sudah menunggunya.
"Pagi Pa, maaf jika Dzaky ke sini tak memberitahukan Papa lebih dulu."
"Tak masalah Dzaky, gimana kemarin dengan Pak Bima apa sudah terselesaikan?" tanya Bagas duduk di sofa dan meletakkan setumpuk berkas di meja.
"Alhamdulillah bisa teratasi Pa, hanya saja dia kena skor seminggu, itupun karena Dzaky yang meminta keringanan pada Pak Bima kemarin."
"Oh jadi sekarang Rara ada di rumah begitu maksudmu Dzaky?"
"Benar Pa, tadi dia meminta ijin padaku untuk bertemu dengan temannya siang ini tapi Dzaky gak kasih, Dzaky bilang jika dia nekad maka takkan ada uang saku selama seminggu." seloroh Dzaky.
"Kau benar-benar Dzaky, jika dia di rumah bagaimana jika Papa kasih kalian pergi bulan madu ke Singapura?" ucap Bagas membuat Dzaky menatap Pak Bagas mertuanya dengan intens, apakah yang diucapkannya adalah kebenaran bagaimana mungkin dia pergi untuk berbulan madu sedangkan dalam hatinya saja sama sekali tak ada cinta untuk Rara, lebih tepatnya belum.
"Apa harus Pa? Mengingat antara aku dan Rara belum memiliki rasa satu sama lain dan juga ini hanya pernikahan sesaat jadi mana mungkin jika bersenang-senang sementara antara kami tidak ada rasa ketertarikan apalagi cinta satu sama lain.
"Bukankah kalau lama-lama menjadi cinta?" ucap Bagas membuat Dzaky terkekeh geli dengan penuturan mertuanya kali ini.
"Bisa jadi Pa, tapi Dzaky belum pernah mencobanya hingga detik ini," ucap Dzaky terang saja itu membuat Bagas melongo kenapa menantunya itu terlalu polos atau pura-pura bersikap polos?