Dzaky mondar-mandir di ruangannya pikirannya kacau begitu mendengar usulan dari mertuanya yang memintanya untuk pergi honeymoon bersama Rara, bagaimana mungkin dia akan pergi berdua dengannya sementara setiap hari dia selalu berantem tak pernah akur dan bahkan saling mencaci. Honeymoon seperti apa yang akan terjadi nanti jika antara dia dan Rara hanya bertengkar.
"Apa kau sudah mendengar perintah Papaku? Aku akan tetap pergi kesana, lumayan bukan uang sakunya?" ujar Rara membuat Dzaky geleng-geleng kepala dibuatnya.
"Kau yakin akan pergi kesana?" tanya Dzaky menatap tajam pada Rara dia tak ingin kalah dengan gadis kecil yang baru lahir kemarin sore.
"Baiklah jika kau menginginkan itu, aku akan mengiyakan permintaannya. Kau bersiaplah untuk melakukan apapun yang aku mau," ucap Dzaky menyerigai.
"Awas jika kau macam-macam padaku di sana aku akan melaporkannya pada Papa agar menantu kesayangannya ini diberi hukuman juga," seru Rara kesal.
"Coba saja jika kau berani, aku menantang dirimu anak kecil!" setelahnya Dzaky pergi meninggalkannya sendirian. Rara pun kesal karena melihat reaksi Dzaky yang justru menantangnya.
"Awas kau macam-macam dengan anak kecil sepertiku," gumam Rara.
Ddrrtt...ddrrrt...ddrrtt...
"Hallo Assalamualaikum, Ibu bagaimana kabarnya?"
"Waalaikumussalam, baik Nak. Kamu sendiri bagaimana apa istrimu banyak merepotkan dirimu?"
"Alhamdulillah Dzaky baik, sampai detik ini Alhamdulillah Dzaky masih bisa bersabar menghadapi sikapnya. Doakan Dzaky ya Bu, bisa melewati semua ini."
"Pasti Nak, Ibu selalu mendoakan anak Ibu yang terbaik. Ibu yakin kalau kamu bisa melewati semua ini. Oh iya, Ibu mau memberi kabar jika Annisa akan segera menikah undangannya sudah menyebar Ibu dan kamu juga dapat undangannya."
"Benarkah? Siapa calonnya Bu, apakah dengan yang dulu itu?"
"Bukan Nak, Abah Seno menerima pinangan seorang pengusaha eksport dari Jakarta. Kemarin ramai sekali sewaktu lamaran."
"Mungkin memang jodohnya dengan dia dan tak berjodoh denganku ibu, Dzaky di sini hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk Annisa semoga mereka menjadi keluarga yang sakinah mawadah warohmah. Oh iya Ibu insya Allah dalam waktu dekat ini aku akan pergi ke Singapura apa ibu menginginkan sesuatu?"
"Tidak Nak, yang penting kau selalu dalam keadaan sehat itu sudah sangat membuat ibu bahagia, baiklah ibu tutup telponnya. Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
klik.
"Rupanya ada yang sedang patah hati duh...duh... kasihan. Apakah kamu masih mengharapkannya?" tanya Rara.
Mendengar perkataan Rara, Dzaky membalas dengan senyuman yang sulit diartikan. "Aku... bukannya sebaliknya dirimu yang selalu mengejar-ngejar orang yang sudah pasti jawabannya adalah tidak," balas Dzaky ketus.
"Apa maksudmu?" tanya Rara dengan kesel.
"Ya kamu, kamu sudah tahu bahwasanya ayah dari anak yang kamu kandung telah meninggalkanmu namun kau masih saja berharap padanya bahwasanya dia akan tetap kembali padamu suatu saat nanti, kau pikir aku laki-laki yang bodoh, kamu tahu dia hanya menginginkan tubuhmu saja setelah puas dia akan pergi meninggalkanmu dan itu terbukti bukan? Setelah dia mendapatkan apa yang dia mau dia enggan untuk bertanggung jawab dan lebih memilih fokus terhadap kuliahnya dan mengabaikanmu apa itu tidak cukup bukti untuk mu bahwa dia benar-benar laki-laki brengsek!" ucap Dzaky tenang.
"Sekarang pikirkanlah olehmu jika memang dia mencintaimu dengan tulus dia tidak akan mengambil sesuatu yang belum saatnya dia ambil, dia akan menjagamu hingga halal bukan menghisap madu dan akhirnya dia pergi meninggalkanmu," ucap Dzaky, Rara yang mendengar hal tersebut langsung bermuka masam kesal berkali-kali lipat pada Dzaky.
"Cih, kau pikir dia seperti itu? tidak kau pun salah menilainya, dia hanya ingin fokus terlebih dahulu pada kuliahnya dan setelah sukses dia akan kembali padaku," ucap Rara.
Mendengar hal itu tentu saja Dzaky terkekeh geli, "Bagaimana mungkin dia akan menerimamu sementara kamu telah bersuami dan suaminya itu adalah aku," seru Dzaky menatap tajam pada Rara.
"Kamu itu adalah suami di atas kertas, kamu itu suami bayaran kamu menikahiku karena iming-iming harta dari Papaku. Jika saja Papaku tidak menawarkan ini dan itu padamu mana mungkin kamu mau menikahiku, aku bukanlah perempuan bodoh yang bisa kamu manfaatkan," sahut Rara ketus.
"Terserah padamu yang penting bagiku adalah bukan aku yang memintamu dan menginginkanmu akan tetapi papamu lah yang memintaku untuk menikahimu jelas sampai di sini?" papar Dzaky.
"Jadi apapun itu semuanya di luar kemauanku, aku lakukan atas dasar kemauan dari papamu dan aku sama sekali tidak mengambil apapun yang papamu berikan padaku sepeserpun kecuali gajiku kerja di tempatnya oke."
"Aku tak peduli yang pasti bagiku kamu adalah suami bayaran sama saja dengan pengemis harta berkedok cinta!" sahut Rara kesal.
"Terserah padamu apapun yang kau inginkan lakukanlah sesukamu karena kamu belum pernah merasakan susahnya hidup jika sampai anakmu lahir dan dia tak memiliki seorang ayah apa kamu pikir hidupmu akan tenang tidak anakmu akan diolok-olok mungkin tetangga atau teman-temannya di sekolah jadi jangan merasa dirimu itu paling benar cobalah untuk introspeksi diri. Kenapa kamu bisa melakukan hal bodoh padahal kamu dari keturunan orang yang berpendidikan harusnya kamu berpikir sebelum bertindak, jadilah gadis yang mahal bukan gadis yang murahan camkan itu," Dzaky pergi meninggalkan Rara sendirian yang mulai menahan amarahnya tangannya mengepal di samping bahunya.
Dzaky terus berjalan tak peduli dengan apa yang dirasakan Rara, Dzaky kasihan dan menginginkan Rara benar-benar tersadar dari kesalahannya bukan terus terhanyut ..
Dzaky mendelik melihat Rara keluar dengan menarik dua koper besar. "Kamu ini mau piknik atau mau pindah rumah? Apakah semua isi lemari kau bawa?" ucap Dzaky kesel melihat bawaan Rara yang begitu banyak.
"Urusanku itu, kenapa kau ikut campur? Aku ingin membawa berapapun barang terserah aku. Aku sedang hamil apapun ingin aku bawa, jadi jangan banyak protes," seru Rara.
"Ya sudahlah terserah kamu tapi aku tak akan membantumu untuk membawa barang-barang tersebut, sungguh benar-benar kelewatan," ujar Dzaky keluar rumah untuk memanaskan mobilnya.
Sementara dengan terpaksa Rara membawa dua kopernya dan memasukkannya ke bagasi mobil. "Apakah semua sudah beres, mari kita berangkat!" ajak Dzaky pergi dalam keadaan
kesal hingga sampai di bandara pun mereka tak mengucapkan sepatah kata pun.
"Apakah kau tak memiliki hati, kenapa kau membiarkanku membawa begitu banyak barang bisakah kamu membantuku Dzaky?" ucap Rara dan Dzaky melirik pada Rara yang kerepotan membawa barang-barangnya.
"Bukankah tadi aku sudah memperingatkanmu untuk membawa sedikit barang dan aku tak akan membantumu membawakan barang-barang mu sudah jelas bukan sekarang, bawa sendiri jangan merepotkan orang lain," ucap Dzaky segera pergi meninggalkan Rara begitu saja di di ruang tunggu.
"Benar-benar laki-laki tidak punya perasaan bersalah padaku, akan ku laporkan kau pada Papaku," balas Rara sengit.